MK Anggap Monopoli Lembaga Penyiaran Tak Salahi Konstitusi

Rabu, 03 Oktober 2012 – 18:34 WIB
JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya memutuskan menolak uji materi Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran. Ketentuan dalam UU Penyiaran yang diuji dan akhirnya ditolak MK itu adalah Pasal 18 ayat (1) dan Pasal 34 ayat (4) tentang pembatasan kepemilikan dan penguasaan lembaga penyiaran swasta.

“Menyatakan menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK, Mahfud MD saat membacakan putusan dalam Sidang MK yang digelar di Jakarta, Rabu (3/10).

Para hakim MK menilai bahwa , pembatasan kepemilikan dan penguasaan Lembaga Penyiaran Swasta (LPS), sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (1) UU 32/2002, maupun pemaknaannya dalam Peraturan Pemerintah, telah sesuai dengan prinsip-prinsip konstitusi. Terkait kekhawatiran para pemohon terhadap pemusatan kepemilikan LPS yang dapat menghilangkan hak masyarakat untuk memperoleh keragaman materi penyiaran sehingga mengancam demokrasi penyiaran, MK juga menilainya tidak beralasan.

MK memastikan, UU Penyiaran telah memberikan pintu bagi masyarakat untuk mengajukan keberatan kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) jika ada program siaran yang dianggap merugikan masyarakat/individu. Selain itu ketentuan mengenai substansi program, termasuk komposisi program yang harus dipatuhi oleh LPS untuk menjamin adanya keragaman materi penyiaran (diversity of content) serta kewenangan KPI untuk mengawasi serta menegakkan ketentuan-ketentuan tersebut, juga telah jelas diatur baik dalam UU 32/2002 maupun dalam PP 50/2005.

Namun hakim KK tak kompak soal putusan tersebut. Dua hakim KK, yakni Achmad Sodiki dan Harjono memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion).
 
 Menurut Achmad Sodiki, semestinya permohonan pemohon dikabulkan. Pasalnya, monopoli penyiaran bertentangan dengan UUD 1945.

Uji Materi atas UU ini sendiri diajukan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta dengan sejumlah elemen lainnya seperti Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2Media), Yayasan Dua Puluh Delapan (Y28), Media Link dan LBH Pers. Mereka yang tergabung dalam Koalisi Independen untuk Demokrasi Penyiaran (KIDP) ini menganggap kepemilikan lembaga penyiaran yang selama ini dimonopoli sekelompok elite pengusaha tertentu akan merugikan publik. KIDP juga ingin memperbaiki konten siaran agar lebih berpihak kepada kepentingan publik.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Penilep Anggaran Perjalanan Dinas Harus Ditindak

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler