JAKARTA – Pemerintah Indonesia mulai geram dengan sikap Malaysia yang tak junjung memperketat pemberian visa bagi para tenaga kerja ilegal. Pemerintah Malaysia belum mencabut journey performed (JP) visa yang selama ini bisa memicu pasar gelap tenaga kerja di negeri jiran tersebut.
”Kami mempertanyakan komitmen pemerintah Malaysia, terutama pihak Kementerian Dalam Negeri-nya untuk mengatasi hal ini (TKI ilegal),” kata Staf Khusus Menakertrans Dita Indah Sari di Jakarta kemarin (23/3).
JP visa adalah izin tinggal sementara di Malaysia yang diterbitkan untuk warga-warga negara non-commonwealth atau yang tidak masuk persemakmuran Inggris. Pemerintah Malaysia kerap memberikan JP visa kepada tenaga kerja Indonesia (TKI) tak berdokumen ketika sudah menginjakkan kaki di sana.
Pemberian JP visa seperti itu, lanjut Dita, jelas bertentangan dengan Protocol Amending the MoU 2011 dan UU 39 Tahun 2004 tentang Penempatan-Perlindungan TKI. Padahal, dalam pertemuan Joint Working Group (JWG) ke-8 pada akhir September 2012, delegasi Malaysia menyatakan telah menghentikan penerbitan JP visa, kecuali pada orang-orang tertentu.
Menurut Dita, pernyataan delegasi Malaysia tersebut tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Dita mengungkapkan bahwa data milik Atase Tenaga Kerja di KBRI Malaysia Agus Triyanto menyatakan, sejak nota kesepahaman (MoU) diteken pada Mei 2011, sekitar 20.000 warga Indonesia masuk Malaysia dengan JP visa.
Dita menekankan, pemerintah Indonesia –khususnya delegasi dalam pertemuan JWG dan JTF (Satgas Bersama RI-Malaysia)– tidak akan berhenti mempersoalkan skema JP visa itu. Kedua pihak juga akan terus menagih komitmen pemerintah Malaysia untuk memenuhi janjinya dan mematuhi MoU.
”Kami menghormati regulasi internal negara Malaysia. Saat ini kami tidak sedang menuntut Malaysia mengubah UU-nya. Yang kami minta adalah penuhilah janji, jalankanlah komitmen bersama,” tegasnya.
Dengan masih bergulirnya kebijakan pemberian JP visa tersebut, persoalan TKI ilegal akan terus terjadi. Dita mengungkapkan, sekitar Desember hingga Januari lalu pemerintah Indonesia dan Malaysia berhasil membongkar kasus penempatan dan penyekapan 95 orang TKI ilegal asal Nusa Tenggara Timur dan 20 orang asal Nusa Tenggara Barat. Kasus tersebut merupakan bukti bahwa modus penempatan TKI ilegal ke Malaysia melalui skema JP visa masih terjadi.
Dita menyebut kasus Yuliana, pekerja rumah tangga yang divonis 15 tahun penjara karena tuduhan menyiksa bayi usia empat bulan, sebagai contoh mutakhir. Kasus tersebut, menurut dia, menjadi bukti rendahnya komitmen Malaysia untuk menyeleksi pemberian JP visa.
"Pemberian JP visa, meskipun legal dan sah menurut UU Malaysia, sangat rentan dipakai sejumlah pihak untuk menjadi pintu masuk kegiatan human trafficking,” tandasnya. (ken/c10/sof)
”Kami mempertanyakan komitmen pemerintah Malaysia, terutama pihak Kementerian Dalam Negeri-nya untuk mengatasi hal ini (TKI ilegal),” kata Staf Khusus Menakertrans Dita Indah Sari di Jakarta kemarin (23/3).
JP visa adalah izin tinggal sementara di Malaysia yang diterbitkan untuk warga-warga negara non-commonwealth atau yang tidak masuk persemakmuran Inggris. Pemerintah Malaysia kerap memberikan JP visa kepada tenaga kerja Indonesia (TKI) tak berdokumen ketika sudah menginjakkan kaki di sana.
Pemberian JP visa seperti itu, lanjut Dita, jelas bertentangan dengan Protocol Amending the MoU 2011 dan UU 39 Tahun 2004 tentang Penempatan-Perlindungan TKI. Padahal, dalam pertemuan Joint Working Group (JWG) ke-8 pada akhir September 2012, delegasi Malaysia menyatakan telah menghentikan penerbitan JP visa, kecuali pada orang-orang tertentu.
Menurut Dita, pernyataan delegasi Malaysia tersebut tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Dita mengungkapkan bahwa data milik Atase Tenaga Kerja di KBRI Malaysia Agus Triyanto menyatakan, sejak nota kesepahaman (MoU) diteken pada Mei 2011, sekitar 20.000 warga Indonesia masuk Malaysia dengan JP visa.
Dita menekankan, pemerintah Indonesia –khususnya delegasi dalam pertemuan JWG dan JTF (Satgas Bersama RI-Malaysia)– tidak akan berhenti mempersoalkan skema JP visa itu. Kedua pihak juga akan terus menagih komitmen pemerintah Malaysia untuk memenuhi janjinya dan mematuhi MoU.
”Kami menghormati regulasi internal negara Malaysia. Saat ini kami tidak sedang menuntut Malaysia mengubah UU-nya. Yang kami minta adalah penuhilah janji, jalankanlah komitmen bersama,” tegasnya.
Dengan masih bergulirnya kebijakan pemberian JP visa tersebut, persoalan TKI ilegal akan terus terjadi. Dita mengungkapkan, sekitar Desember hingga Januari lalu pemerintah Indonesia dan Malaysia berhasil membongkar kasus penempatan dan penyekapan 95 orang TKI ilegal asal Nusa Tenggara Timur dan 20 orang asal Nusa Tenggara Barat. Kasus tersebut merupakan bukti bahwa modus penempatan TKI ilegal ke Malaysia melalui skema JP visa masih terjadi.
Dita menyebut kasus Yuliana, pekerja rumah tangga yang divonis 15 tahun penjara karena tuduhan menyiksa bayi usia empat bulan, sebagai contoh mutakhir. Kasus tersebut, menurut dia, menjadi bukti rendahnya komitmen Malaysia untuk menyeleksi pemberian JP visa.
"Pemberian JP visa, meskipun legal dan sah menurut UU Malaysia, sangat rentan dipakai sejumlah pihak untuk menjadi pintu masuk kegiatan human trafficking,” tandasnya. (ken/c10/sof)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Polisi Susah Buktikan Delik Santet
Redaktur : Tim Redaksi