Belum Resmi Adopsi, Ini Isi Perjanjian Pengangkatan ANG Sebagai Anak Margareith

Jumat, 12 Juni 2015 – 12:27 WIB
Margareith CH Megawe, 50, ibu angkat Ang, bocah 8 tahun yang ditemukan tewas mengenaskan. Foto Fan Page Find Angeline - Bali's Missing Child

jpnn.com - DENPASAR - ANG secara resmi belum diangkat sebagai anak oleh Margareith CH Megawe. Informasi yang berhasil dikumpulkan Jawa Pos Radar Bali dari notaris Anneke Wibowo, berdasarkan salinan tambahan akta terungka bahwa selama ini bocah 8 tahun itu belum resmi diadopsi orang tua angkatnya.  

Hal itu terungkap dalam akta pengangkatan anak nomor 18- yang terdiri atas enam pasal, tertanggal 11 Juni 2015 yang dikeluarkan Anneke atas permintaan ayah kandung ANG, Achmad Rosyidi. Melalui akta tersebut diketahui bahwa hak asuh ANG diserahkan pada Kamis, 24 Mei 2007 pukul 13.00 oleh Acmad Rosyidi dan istrinya Hamidah kepada Margrieth Christina Megawe. 

BACA JUGA: Lantik 8 Kapolda, Badrodin: Kamtibmas Kondusif

Saat bayi itu bayi ANG masih berusia 5 hari. Kedua belah pihak pun setuju dan semufakat untuk bersama-sama mengadakan perjanjian pengakuan pengangkatan anak terhadap bayi yang dilahirkan di Tibubeneng (Canggu), 19 Mei 2007 tersebut. 

Sejak penandatanganan akta tersebut, Margareith telah mengangkat ANG menjadi anak yang syah dengan maksud dan tujuan untuk menjadikan anak tersebut sebagai ahli warisnya dikemudian hari.

BACA JUGA: Gak Bisa Bermesraan Sama Istri Muda yang Cantik, Fuad Amin: Matilah Saya

Pada pasal 3 tertulis bahwa Margareith berjanji anak tersebut akan dianggap sebagai anaknya sendiri yang sah dan akan diberikan hak-hak sebagai anak sendiri yang sah. Anak tersebut juga akan diberikan dan akan mendapat pendidikan dan pemeliharaan yang layak. 

Pasal selanjutnya menjelaskan kedua pihak telah mencapai kata sepakat, setuju, dan berjanji tidak akan memberitahukan jati diri mereka sebagai orang tua kandung yang sebenarnya dari anak yang diangkat demi kepentingan kejiwaan atau psikologis anak sampai anak tersebut menginjak dewasa. Menurut Anneke sesuai UU dewasa yang dimaksud adalah 21 tahun.

BACA JUGA: Perluas Jaringan Pencegahan Narkoba, BNN Gandeng PHRI

Tertulis pula orang tua kandung memberi hak dan kuasa penuh dan luas kepada pihak kedua untuk memberi nama yang sesuai dengan kehendak dan keinginan Margareith. Saksi yang hadir saat pembuatan akta tersebut di notaris Jalan Teuku Umar 174 Denpasar adalah I Gusti Ayu Yuniati dan I Nyoman Sudharmawan. Keduanya berstatus karyawan di sana.

“Ibu kalau mau ngadopsi itu harus ke pengadilan,” pesan Anneke kepada Margareith saat delapan tahun silam. Anneke menegaskan bahwa dirinya tidak bisa membuat dokumen resmi pengangkatan anak. Diakuinya saat itu Margareith meminta tolong agar ada hitam di atas putih sehingga lahirlah akta pengakuan pengangkatan anak Nomor 18 tanggal 24 Mei 2007.

Ditanyai tentang pengakuan Hamidah pada pemberitaan sebelumnya bahwa dia tidak diperbolehkan bertemu ANG sebelum berusia 18 tahun, menurut Anneke, hal tersebut tidak tercantum di akta yang dibuatnya. “Tidak ada yang bilang tidak boleh bertemu, tetapi tertulis demi kepentingan psikologisnya tidak boleh mengungkapkan jati diri sampai anak tersebut dewasa. Jadi Cuma jati diri saja,” ucapnya sambil menegaskan kepada Jawa Pos Radar Bali bahwa hal tersebut bisa langsung dilihat pada akta bila diizinkan oleh Rosyidi. 

Lebih lanjut Anneke menjelaskan terkait pengungkapan jati diri ini sesuai UU boleh dilakukan setelah ANG berusia 21 tahun. Dari pengakuan Hamidah, akhirnya diketahui bahwa perjanjian tidak boleh bertemu sebelum almarhum berusia 18 tahun disepakatinya secara lisan dengan Margareith.

Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan yang tertera pada salinan tambahan akta pengakuan pengangkatan anak tersebut akan digugat secara perdata oleh P2TP2A Denpasar. Sementara itu penelantaran dan penyiksaan terhadap almarhum sesuai dengan keterangan-keterangan para saksi dan hasil visum yang dikeluarkan saksi ahli fari RSUP Sanglah akan dilaporkan ke Mapolresta Denpasar. 

Ditanyai mengenai hak waris yang kabarnya diberikan oleh suami Margareith, Anneke membantah hal tersebut. “Bulenya saja loh saya tidak pernah lihat. Saya tidak tahu kalau di luar kantor saya. Saya tidak tahu mengenai surat wasiat yang dimaksud dalam konteks ini. Kalau sama Margareith ada. Dia nanti menerima waris dari Margareith,” ucap Anneke. Mengenai nominal warisan tersebut Anneke mengaku tidak tahu.

Anneke mengesalkan tindakan Margareith tidak mengangkat ANG secara sah di pengadilan. “Saya pikir habis dari sini itu diurus dengan benar ke pengadilan. Saya saja penasaran ingin melihat akta kelahirannya,” ucapnya. 

Informasi yang didapat hingga hari kematiannya ANG tidak memiliki akta kelahiran. Anneke mempertanyakan kenapa anak malang tersebut bisa sekolah padahal tidak memiliki akta kelahiran. “Kan dari situ bisa dilihat apakah ada, maaf, mungkin ada unsur tindak pidana lain begitu, misalnya penghilangan asal-usul,” tambahnya. 

Anneke juga mengaku dirinya tidak pernah mengetahui nama ANG sebelum media massa menyiarkan berita menghilangnya si anak.

Anneke menjelaskan bahwa alasan Rosyidi dan Hamidah menyerahkan anaknya delapan tahun silam adalah agar anak keduanya tersebut bernasib baik. “Anak tersebut diserahkan agar nasibnya menjadi lebih baik. Saya sudah bilang bahwa pengangkatan anak  bukan di sini tempatnya,” ulangnya. 

Anneke menegaskan bahwa akta yang dikeluarkannya bukan akta adopsi, melainkan akta pengakuan pengangkatan anak. “Jadi yang satu pihak mengaku menyerahkan dan pihak yang lagi satu menerima untuk dirawat dengan baik-baik,” tegasnya. (ken/mas)

BACA ARTIKEL LAINNYA... KPI: Foto dan Identitas Korban Harus Disembunyikan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler