"Ada dua pasal penting yang harus dikeluarkan dari draf tersebut. Pertama, prinsip badan hukum pendidikan yang sama dengan isi Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan yang sudah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK). Kedua, pasal otonomisasi non-akademik yang berkaitan dengan otonomi keuangan kampus," kata Ketua BEM UI Faldo Maldini, disela-sela aksi demo di gerbang depan Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (11/4).
Jika otonomi keuangan itu diterapkan di kampus-kampus, lanjut Faldo, maka akan berujung pada komersialisasi pendidikan tinggi. "Dua hal itu yang harus dicabut dalam RUU Dikti."
Dikatakannya, 10 tahun UI menjalankan konsep otonomi keuangan di bawah payung Badan Hukum Milik Negara, telah berakibat maraknya korupsi sebagaimana diindikasikan oleh laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Selain itu, otonomi keuangan kampus juga memaksa mahalnya biaya kuliah karena dibukannya jalur-jalur khusus penerimaan mahasiswa di kampus untuk mendapatkan dana bagi kampus.
"Kedua pasal itu merupakan bentuk lain dari UU Badan Hukum Pendidikan (BHP) yang sudah dibatalkan MK. Dengan pilihan bahasa, RUU Dikti ini kembali mencoba memasukkan substansi yang sama untuk dijadikan payung hukum pengganti bagi UU BHP. Karena itu, selain berdemo, BEM bersama KNP akan mengajukan judicial review jika RUU ini sampai disahkan," tegasnya.
Di tempat yang sama, puluhan mahasiswa yang tergabung dalam KNP melakukan unjuk rasa menolak pengesahan RUU Dikti. Mengenakan jaket almamater UI, kuning dan sekelompok mahasiswa berpakaian bebas mengusung panji-panji dan spanduk bertuliskan "Tolak RUU Dikti" dan "Hidup Mahasiswa Hidup Mahasiswa". (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Selektif Pilih PTS Terakreditasi
Redaktur : Tim Redaksi