Benarkah Facebook Bermanfaat bagi Kesehatan Mental Orang Dewasa?

Jumat, 12 Juli 2019 – 11:35 WIB
Aplikasi Facebook dan Instagram. Foto: Ubergizmo

jpnn.com - Banyak ahli atau lembaga kesehatan yang tak bosan-bosannya menyerukan bahaya penggunaan media sosial untuk kesehatan mental. Namun, katanya ada pengecualian. Facebook dikatakan bermanfaat untuk mental yang lebih sehat pada orang dewasa. Benarkah demikian?

Padahal, kalau diperhatikan, reputasi platform tersebut menurun karena beberapa alasan, misalnya pelanggaran data pengguna, pernah beberapa kali menjadi ajang tontonan bunuh diri, dan masih banyak lagi. Ditambah lagi, ada riset dari Universitas Stanford, Amerika Serikat, yang menyebutkan, berhenti menggunakan Facebook bisa meningkatkan kesejahteraan hidup secara keseluruhan.

BACA JUGA: Akun Pribadi Instagram Diretas, Andre Gerindra Lapor Polisi

Meski demikian, studi tahun 2018 yang meneliti tentang penggunaan media sosial oleh mahasiswa menunjukkan, membatasi penggunaan media sosial dengan waktu rata-rata 30 menit per hari bisa meningkatkan kesehatan mental.

Salah satu peneliti studi, Keith Hampton, profesor media dan informasi di Universitas Negeri Michigan, AS, menganalisis efek Facebook pada orang dewasa karena meragukan klaim bahwa platform media sosial berkontribusi pada krisis kesehatan mental di AS. Temuan studi ini dipublikasikan di “Journal of Computer-Mediated Communication”.

BACA JUGA: Pendiri Apple Imbau Warga Dunia Tinggalkan Facebook

Dampak positif Facebook pada orang dewasa
Prof. Hampton percaya bahwa studi mengenai dampai penggunaan media sosial yang sudah ada hanya berfokus pada mahasiswa dan usia muda lainnya. Menurutnya, banyak yang mengalami gejolak emosional pada usia tersebut.

“Melihat potret kegelisahan yang dirasakan kaum muda saat ini dan menyimpulkan bahwa seluruh generasi berisiko karena penggunaan media, itu artinya perubahan sosial telah diabaikan. Misalnya meningkatkan keluarga dengan anak tunggal, orang tua yang berusia lebih tua dan lebih protektif, lebih banyak anak yang kuliah, serta meningkatnya kredit pendidikan (student loan),” kata Prof. Keith seperti dikutip di Medical News Today.

BACA JUGA: Platform Ecomobi, Solusi Cepat Pasarkan Produk di Media Sosial

Prof. Keith memiliki akses data pada 2015 dan 2016 dari ribuan orang dewasa yang berpartisipasi dalam Panel Study of Income Dynamics (PSID), yang merupakan survei panel rumah tangga terpanjang di dunia. Sebagai bagian dari PSID, peserta menjawab serangkaian pertanyaan tentang penggunaan media sosial dan pengaruhnya terhadap kesehatan mental mereka.

Struktur unik PSID memungkinkan untuk menganalisis hubungan antara anggota keluarga. Secara total, 5.129 orang menjawab pertanyaan-pertanyaan ini pada 2015 dan 2016, dan 3.790 dari orang memiliki anggota keluarga besar yang juga menyelesaikan kedua survei.

Selain itu, Prof. Keith mampu menguji hipotesis yang berkaitan dengan sebab akibat sosial, yang menurutnya diabaikan oleh penelitian-penelitian sebelumnya. Penyebab sosial mempertimbangkan semua faktor sosial yang dapat memengaruhi kesehatan mental di luar kendali individu, seperti status sosial ekonomi yang lebih rendah.

Temuan menunjukkan bahwa 63 persen pengguna media sosial lebih kecil kemungkinannya mengalami masalah kesehatan mental, seperti depresi dan kecemasan, dibandingkan mereka yang tidak aktif di media sosial. Prof. Keith mengatakan bahwa penyebabnya adalah karena media sosial memudahkan mereka untuk tetap terkoneksi dengan anggota keluarga serta adanya akses informasi kesehatan.

Tekanan psikologis dan faktor sosial

Survei tersebut juga menanyakan partisipan tentang seberapa sering mereka menggunakan teknologi komunikasi, dan bagaimana respons mereka dengan pilihan “setiap hari”, “beberapa kali dalam seminggu”, “sekali seminggu”, “kurang dari sekali seminggu”, atau “tidak pernah”.

Partisipan juga merespons pertanyaan seputar kesehatan mental mereka, termasuk pengalaman gejala tekanan sosial. Mereka menjawab dengan dihadapkan pada lima pilihan, dari “setiap waktu” hingga “tidak pernah sama sekali”.

Hasilnya menunjukkan bahwa beberapa grup orang dewasa lebih mungkin mengalami tekanan psikologis lebih tinggi. Orang-orang ini termasuk wanita, berkulit hitam atau Afrika Amerika, dan orang-orang Hispanik. Kurang berpendidikan, pendapatan keluarga rendah, stabilitas tempat tinggal, serta tidak menikah juga meningkatkan risiko.

Temuan penting lainnya adalah, kesehatan mental seseorang bisa memengaruhi tekanan psikologis yang dialami anggota keluarga jika beberapa anggota keluarga menggunakan media sosial yang sama.

Efek dari teknologi komunikasi juga bervariasi, bergantung pada platform komunikasi yang lebih disukai dan tingkat penggunaannya.

Penggunaan media sosial harus dibatasi

Meski media sosial adalah salah satu cara berkomunikasi dan berbagi informasi dan menurut studi ada dampak positifnya, tetapi tetap saja penggunannya tak boleh berlebihan.

Kata dr. Sepriani Timurtini Limbong dari KlikDokter, penggunaan media sosial yang tidak tepat dan berlebihan dapat berakibat buruk bagi kesehatan mental maupun fisik.

“Survei membuktikan bahwa penggunaan media sosial secara umum dapat mengakibatkan gangguan tidur, gangguan cemas, hingga depresi. Semakin banyak dan semakin lama menghabiskan waktu ‘bermain’ media sosial, risiko depresi juga semakin tinggi,” ujarnya.

Dokter Sepri juga mengingatkan tentang media sosial berbasis foto (Instagram), yang menurut penelitian dari Royal Society for Public Health di Inggris bisa menimbulkan kecemasan dan berujung pada depresi. Media sosial seperti ini juga dituding menjadi tempat yang rawan terjadi cyber bullying.

Karena itu, batasilah penggunaan media sosial. “Batas waktu yang aman untuk menggunakan media sosial dalam sehari adalah 2 jam. Lebih dari itu dapat meningkatkan tekanan psikologis,” kata dr. Sepri.

Sebetulnya kesehatan mental orang dewasa bisa dipengaruhi oleh banyak hal, tak hanya lewat penggunaan media sosial. Meski Facebook-an diketahui bisa bermanfaat untuk kesehatan mental orang dewasa, tetapi sebaiknya memang tetap memasang batas waktu.

Juga perlu dicatat bahwa studi tersebut hanya fokus pada negara AS, bukan secara global. Ingatlah selalu bahwa interaksi di kehidupan nyata jauh lebih bermakna ketimbang tenggelam dalam jutaan konten (yang kadang palsu) di media sosial.(RN/ RVS/klikdokter)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Instagram Gunakan AI untuk Cegah Komentar Negatif


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler