jpnn.com, JAKARTA - Data baru dari Tiongkok dan Italia menunjukkan bahwa orang dengan COVID-19 memiliki gangguan pembekuan darah yang signifikan.
Pasien gagal napas mengalami pembekuan darah di paru-paru dan penyumbatan kecil di pembuluh darah paru-paru.
BACA JUGA: Moms, ini 7 Cara Mencegah Virus Corona Pada Bayi
Gumpalan kecil ini menjaga darah dari mencapai ruang udara di paru-paru, dan di situlah darah biasanya menerima oksigen dari paru-paru.
"Ini adalah cara untuk menggunakan kembali obat yang sudah ada manfaat klinisnya," kata peneliti senior, Dr. Michael Yaffe, seorang profesor biologi dan teknik biologi di Massachusetts of Institute of Technology, seperti dilansir laman WebMD, baru-baru ini.
BACA JUGA: Klorokuin Bukan untuk Mencegah Covid-19, Tapi...
"Semua orang mencari cara untuk mengurangi ancaman penyakit ini, dan ada banyak investasi dan minat pada obat baru. Tetapi jika penyakit ini lepas kendali, maka obat-obatan itu tidak akan memiliki evaluasi keamanan," tambah rekan penulis studi tersebut, Hunter Moore, seorang peneliti transplantasi di University of Colorado Denver.
Sementara dipelajari dengan baik pada strok dan serangan jantung, penggunaan tPA untuk sindrom gangguan pernapasan akut sebagian besar telah diselidiki pada hewan.
BACA JUGA: Benarkah Virus Corona Bisa Menular Lewat Donor Darah?
Sebuah uji coba manusia kecil dilakukan pada 2001 pada orang dengan gangguan pernapasan parah yang tidak diharapkan untuk bertahan hidup.
Moore mengatakan, tPA mengurangi tingkat kematian pada pasien tersebut dari 100 persen menjadi 70 persen.
Para peneliti mencatat bahwa penelitian lebih lanjut belum dilakukan karena orang biasanya membaik dengan dukungan ventilator.
Tetapi karena COVID-19 membanjiri sistem perawatan kesehatan, mungkin tidak ada cukup ventilator untuk pasien yang membutuhkannya.
"TPA berpotensi memiliki nilai terapeutik dalam merawat pasien COVID-19 yang sakit parah dengan sindrom gangguan pernapasan akut yang tidak responsif terhadap strategi ventilasi tipikal," pungkas Dr. Robert Glatter, seorang dokter darurat di Lenox Hill Hospital di New York City.
Penelitian itu diterbitkan online 20 Maret 2020, di Journal of Trauma and Acute Care Surgery.(fny/jpnn)
Redaktur & Reporter : Fany