Benarkah Reynhard Sinaga Seorang Psikopat?

Selasa, 07 Januari 2020 – 13:07 WIB
Reynhard Sinaga, pria asal Indonesia yang melakukan pemerkosaan terhadap puluhan laki-laki di Manchester, Inggris. Foto: CPS

jpnn.com - Nama Reynhard Sinaga belakangan ini santer dibicarakan. Mahasiswa asal Indonesia yang berkuliah di Inggris ini divonis hukuman seumur hidup oleh pengadilan setempat setelah terbukti memerkosa 48 pria.

Akibat kasus mengerikan itu, tak sedikit yang berpendapat bahwa ia punya gangguan mental psikopat. Apa tanggapan psikolog?

Seputar kasus Reynhard Sinaga

BACA JUGA: Ini Upaya Pemerintah Menyikapi Perkara Reynhard Sinaga di Inggris

Reynhard adalah tipikal orang yang manipulatif. Semua korbannya dibuat tidak sadarkan diri. Diduga, ia menggunakan obat bius yang kerap dipakai untuk memerkosa yaitu Gamma hydroxybutyrate (GHB).

Obat tersebut juga diduga dicampurkan ke dalam minuman dan mampu membuat korban tertidur serta tidak sadarkan diri selama berjam-jam.

BACA JUGA: Heboh Kasus Reynhard Sinaga, Arie Untung Berkomentar Begini

Lalu, Benarkah Reynhard Sinaga seorang Psikopat?

Sementara itu, Ikhsan Bella Persada, M.Psi, Psikolog dari KlikDokter mengungkapkan perilaku yang telah dilakukan oleh Reynhard Sinaga memang diduga memiliki gangguan mental. Namun, tak berhak rasanya bila langsung mendiagnosis bahwa Reynhard adalah benar-benar seorang psikopat.

BACA JUGA: Pria Asal Indonesia Terbukti Perkosa 48 Laki-Laki di Inggris

Memang, ada kecenderungan ke arah psikopat. Pasalnya, terdapat beberapa ciri-ciri psikopat yang mirip dengan karakter Reynhard dalam kasusnya, yaitu sebagai berikut.

  • Tidak memiliki hati nurani atau empati. Tindakan Reynhard sangat merugikan orang lain, yaitu tega memerkosa secara kejam dan membius terlebih dulu.
  • Memiliki kemampuan untuk mengeksploitasi dengan penipuan atau kebohongan yang konsisten. Dalam memanipulasi orang lain, pelaku akan menggunakan pesona atau kecerdasannya. Reynhard mampu berkenalan dan membawa banyak pria ke apartemennya sebelum diperkosa.
  • Berulang kali melanggar hak orang lain, mengintimidasi, tidak jujur, dan salah mengartikan sesuatu. Pelaku bertindak spontan tanpa memikirkan perasaan pihak lain, serta memiliki rasa superioritas dan gemar memamerkan keunggulannya. Contohnya, suka dengan ketidakberdayaan korban dan mendokumentasikannya.

Namun sekali lagi, hal itu membutuhkan pemeriksaan secara langsung dan lebih terperinci. Selain itu, ada kelainan kepuasan seksual yang dimiliki Reynhard.

Kemungkinan, Reynhard Sinaga tidak akan puas bila korbannya adalah orang yang secara sadar melakukan hubungan seksual dengan dirinya, sekalipun atas dasar “suka sama suka”. Ia butuh ketidakberdayaan korban.

Sedangkan, untuk motif merekam aktivitas seksual yang dilakoninya, Reynhard Sinaga bisa melakukannya demi memuaskan fantasinya, atau untuk merugikan si korban (sebagai bahan untuk mengancam).

“Yang tak boleh dilupakan juga adalah korbannya. Ada korban yang diperkosa berkali-kali. Korbannya pasti trauma, setelah trauma pasti akan depresi. Bukan tak mungkin kondisi yang diciptakannya membuat si korban melakukan hal yang sama kepada orang lain dan berubah menjadi perilaku. Polanya memang seperti itu. Jadi, mereka butuh terapi!” jelas Ikhsan.

Ikhsan juga menambahkan pada dasarnya, hukuman tidak memberikan efek jera kepada pelaku pemerkosa dengan gangguan mental.

“Ya, karena mereka tidak punya perasaan bersalah alias perasaannya sudah ‘mati’. Mereka tidak bisa membedakan mana yang salah dan mana yang benar. Jadi, percuma saja. Harus seimbang, ditahan dan diberikan terapi,” katanya.

Itulah kasus kejahatan seksual pemerkosaan yang dilakukan Reynhard Sinaga, seorang pemerkosa yang diduga punya ciri gangguan mental psikopat. Semoga saja kasus ini dapat menjadi pelajaran bagi Anda dan orang sekitar agar lebih bisa menjaga diri serta tidak mudah terjerat perilaku manipulatif sang pelaku.(FR/AYU/klikdokter)


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler