jpnn.com - BOGOR - Sejumlah pakar pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) menyebut benih padi hibrida asal Tiongkok yang mengandung bakteri sudah menyebar di pulau Jawa, termasuk persawahan Bogor.
Ketua Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (Faperta-IPB), Dr. Suryo Wiyono, mengatakan benih padi hibrida memang berasal dari program swasembada beras Kementerian Pertanian.
BACA JUGA: Duarrr! Satu Tewas dan Enam Luka-luka Disambar Petir
Namun berdasarkan temuan dan kajian lembaga-lembaga terkait, benih padi hibrida dipastikan berbahaya dan rentan merusak hingga mematikan kualitas padi.
“Belum tuntas dengan penyakit pada padi yang lama, kini muncul masalah baru untuk jenis benih padi hibrida. Seperti wereng cokelat. Itu kan menjadi masalah belum selesai. Sementara jenis benih padi hibdrida ini perubahannya sangat cepat sekali. Dalam jangka setahun-dua tahun, sudah membuat produksi padi mandek,” ungkap Suryo kepada Radar Bogor, kemarin (16/12).
BACA JUGA: Polisi Usut Terus Motif Tragedi Berdarah di Sabu
Dia menyebutkan, bakteri yang ditemukan dalam benih padi hibrida itu salah satunya burkholderia glumae. Bakteri ini membuat padi busuk dan tak berisi.
Ini berbanding terbalik dari keterangan resmi Kementerian Pertanian yang menyebut jenis padi hibdrida produksinya lebih tinggi dari benih padi nasional.
BACA JUGA: Koarmatim Tampilkan Performance Terbaik Di Kirab Kota Surabaya
“Keterangan resmi itu pun hingga kini belum terbukti, hanya beberapa persen saja. Kami memiliki catatan 2007 hingga 2010, bahwa adanya laporan petani yang gagal panen karena menggunakan jenis benih padi hibrida, pun ada yang berbuah tapi akhirnya gagal panen, lalu yang paling sering adalah banyaknya hama penyakit,” tukasnya.
Kondisi itu, lanjut Suryo, sangat berbahaya jika terus dibiarkan. Para petani akan ketergantungan menggunakan benih hibrida.
Pasalnya, turunan padi hibrida tak dapat ditanam kembali atau hanya dapat ditanam satu kali. Sehingga mau tidak mau, pemerintah harus menyediakan benih-benih itu dan membeli lagi kepada produsen di Tiongkok.
Meski begitu, Suryo menegaskan belum ada kajian dampak padi hibrida kesehatan kesehatan manusia yang mengonsumsinya setelah berbuah beras dan diolah menjadi nasi.
“Kan benihnya (yang berbahaya). Selain bakterinya, benih padi hibrida ini harganya lebih mahal daripada benih padi nasional, Rp 40 ribu per kilogram, sementara benih padi nasional Rp 10 ribu hingga Rp 15 ribu per kilogram,” tegasnya.
Dia juga mengatakan, banyak pihak yang menyarankan untuk tidak mengimpor benih padi hibrida itu. Ketimbang manfaatnya, mudharat benih asal Negeri Tirai Bambu ini lebih banyak.
“Karena membawa penyakit, produksi jadi tidak signifikan, dan tidak pernah terbukti meningkatkan 20-30 persen,” imbuhnya.
Klaim pemerintah benih padi hibrida per hektar bisa menghasilkan 8 ton sementara benih padi nasional hanya 6-7 ton per hektar, sejak 2007 hingga kini diluncurkan, belum pernah terbukti.
“Tentulah sarannya untuk menghentikan impor benih padi hibrida yang rata-rata dari Tiongkok dan India, jika pemerintah mengatakan mungkin saat proses penanaman kurang baik dirawatnya, itu hanyalah pembenaran saja,” tandasnya.
Di bagian lain, Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor Ir Siti Nurianty menjamin Bogor bebas dari bakteri benih hibrida. Itu, menurutnya, berdasarkan kajian dan pantauan ketat di persawahan Bumi Tegar Beriman selama ini.
“Bogor dipastikan aman. Hasil (padi) kita baik dari hibrida. Jangan samakan dengan wilayah lain,” ujarnya kepada Radar Bogor.
Kata Siti, bibit hibrida mulai digunakan di Bogor sejak pemerintah pusat menggulirkan program swasembada beras beberapa tahun lalu. Kabupaten Bogor sendiri mendapat jatah benih untuk 1.000 hektar. Hasilnya, produktivitas sekitar 12 ton sekali panen.
“Diharapkan dapat meningkatkan produksi. Memang agak mahal, satu kantong Rp 50 ribu ke atas. Benih biasa di kisaran Rp 10 ribu hingga Rp 15 ribu, jauh,” jelasnya.
Bibit hibrida diimpor dua BUMN Kementrian Pertanian. Saat ini, di wilayah Indonesia, tidak semua wilayah mendapatkan Hibrida. Adapun sejumlah wilayah memang ditunjuk pemerintah untuk diberikan secara gratis. Namun tidak selamanya benih diberikan secara cuma-cuma.
“Ada juga sistem panen bayar yang digalang swasta beberapa tahun lalu. Nantinya dari hasil benih gratis itu bisa dibelikan benih lain. Kan sudah untung. Selama ini panen tidak pernah masalah di Bogor. Bogor aman dari padi bakteri,” jelasnya.
Senanda, pencegahan beredarnya beras dari bibit Hidrida sudah dilakukan Dinas Perindusrian, Perdagaangan, dan Koperasi Kabupaten Bogor. Kepala Bidang Perdagangan Jona Sijabat menyebut hasil beras dari Hidrida di sejumlah wilayah cukup mendominasi pasar.
Kendati demikian, Jawa Barat, khusunya Kabupaten Bogor, aman dari bibit berpenyakit. “Ini masalah bakterinya saya tidak memahami. Tapi setelah koordinasi, Bogor dipastikana aman. Soal penjualan beras hasil hibrida juga dikirim ke Bulog,” jelasnya.
Sementera itu, berdasarkan catatan Pemkot Bogor, hama yang menyerang Hibrida tidak pernah terjadi di Kota Hujan. Kepala Dinas Pertanian Kota Bogor Azrin Syamsudin menyebut pasokan padi dari Bulog Darmaga Bogor dan Tanjung Priok Jakarta belum pernah bermasalah dengan bakteri.
“Di sini juga dipastikan tidak ada petani luar (warga negara asing). Warga bogor semua,” imbuhnya.
Namun terkait pembenihan, Azrin dengan bangga menyebut petani Kota Bogor menggunakan 15 jenis benih lokal.
Itu pun telah melalui proses panjang. Artinya, tidak asal ditanam di sembarang tempat. “Benih juga harus dicoba di satu lokasi baru disebarkan ke petani,” tukasnya. (wi/rp1/d)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pakai Gugat-gugatan Segala, Pilkades Sudah Seperti Pilkada
Redaktur : Tim Redaksi