JAKARTA - Deputi Pemberantasan BNN Irjen Pol Benny Mamoto membantah soal dirinya melakukan pemerasan seperti yang dituduhkan oleh Helena, pengusaha money changer yang diduga terlibat dalam praktek money laundering jaringan narkoba internasional.
"Kita menjalankan tugas secara profesional dan transparan, apalagi instansi lain kita libatkan. Kita tetap berpegang teguh sama prinsip. Dan saya selaku deputi tidak pernah komunikasi dengan Helena serta tidak pernah memeras ataupun menyuruh orang untuk memeras, itu bukan tipikal saya," tegas jenderal bintang dua ini, saat ditemui di Jakarta, Jumat (5/7) malam.
Ia mengungkapkan, hal ini merupakan rekayasa dari para bandar narkoba jaringan internasional dan oknum-oknum yang berteman serta menerima jatah preman dari para sindikat narkoba. Sebab informasi tidak jelas dan sampai saat ini, Helena sendiri tidak bisa dikonfirmasi.
"Ini pasti ulah orang-orang yang sangat terganggu dan khawatir dengan operasi BNN. Satu, sumber informasi tidak jelas, hanya disebarkan oleh salah satu wartawan media masa. Dua, sumber tidak bisa dikonfirmasi sampai malam ini oleh wartawan dan wartawan yang menyebarkan juga tidak tahu siapa yang mengirimkan informasi itu ke emailnya," tuturnya.
Lanjut Benny, awalnya pihaknya menerima Laporan Hasil Penyelidikan (LHP) transaksi mencurigakan dari rekening pengusaha money changer tersebut oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Ketika BNN menyelidiki, ada keterkaitan dengan beberapa sindikat narkoba yang ditangkap BNN.
"Jadi dapat LHP transaksi mencurigakan dari PPATK terkait money laundering uang hasil narkoba. Kami kemudian menyelidiki ribuan rekening dan dalam penyelidikan didapat ada keterkaitan dengan beberapa sindikat. Kemudian kita lakukan gelar perkara dengan Bank Indonesia, PPATK, Bareskrim Mabes, Dirjen Pajak pada tanggal 22 Mei 2013. Keputusan dari gelar perkara penyelidikan dan penyidikan tetap dilanjutkan," terangnya sembari mengatakan koordinasi dengan PPATK serta pihak-pihak terkait terus dilakukan.
Pria asal Manado itu menduga, ditengah proses berjalan, Helena menggunakan makelar kasus (Markus) untuk mengurus kasusnya. "Ia (Helena) menggunakan markus, orang sipil yang kenal banyak pejabat di kepolisian. Dan selama proses berjalan, Markus tersebut minta agar rekening yang diblokir BNN dibuka. Yang minta dibuka satu rekening di Batam dengan nilai Rp 5 miliar lebih," katanya.
Karena, usaha untuk membuka rekening yang dibekukan gagal, markus kemudian mengancam semua pihak yang menangani kasus untuk melaporkan ke Bareskrim Polri. Apalagi, menurut Benny, dirinya pernah menolak untuk bertemu Markus tersebut. "Karena permintaan Markus tersebut kita tolak, ia kemudian mengancam Direktur WTB untuk melaporkan ke Bareskrim. Kemudian direktur tersebut menjawab silahkan saja," ucap pria asal Sulut ini.
Ditambahkannya, Helena pernah mengeluh ke penyidik BNN soal dirinya keluar uang ratusan juta ke Markus, tapi rekeningnya tetap diblokir. "Dia (Helena) pernah mengungkapkan kepada penyidik, kenapa rekeningnya masih diblokir, padahal sudah keluarkan uang hingga ratusan juta. Kemudian penyidik menjawab bahwa kasus tersebut tetap disidik dan penyidik tidak pernah terima uang dari makelar kasus tersebut," pungkasnya. (ian/jpnn)
"Kita menjalankan tugas secara profesional dan transparan, apalagi instansi lain kita libatkan. Kita tetap berpegang teguh sama prinsip. Dan saya selaku deputi tidak pernah komunikasi dengan Helena serta tidak pernah memeras ataupun menyuruh orang untuk memeras, itu bukan tipikal saya," tegas jenderal bintang dua ini, saat ditemui di Jakarta, Jumat (5/7) malam.
Ia mengungkapkan, hal ini merupakan rekayasa dari para bandar narkoba jaringan internasional dan oknum-oknum yang berteman serta menerima jatah preman dari para sindikat narkoba. Sebab informasi tidak jelas dan sampai saat ini, Helena sendiri tidak bisa dikonfirmasi.
"Ini pasti ulah orang-orang yang sangat terganggu dan khawatir dengan operasi BNN. Satu, sumber informasi tidak jelas, hanya disebarkan oleh salah satu wartawan media masa. Dua, sumber tidak bisa dikonfirmasi sampai malam ini oleh wartawan dan wartawan yang menyebarkan juga tidak tahu siapa yang mengirimkan informasi itu ke emailnya," tuturnya.
Lanjut Benny, awalnya pihaknya menerima Laporan Hasil Penyelidikan (LHP) transaksi mencurigakan dari rekening pengusaha money changer tersebut oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Ketika BNN menyelidiki, ada keterkaitan dengan beberapa sindikat narkoba yang ditangkap BNN.
"Jadi dapat LHP transaksi mencurigakan dari PPATK terkait money laundering uang hasil narkoba. Kami kemudian menyelidiki ribuan rekening dan dalam penyelidikan didapat ada keterkaitan dengan beberapa sindikat. Kemudian kita lakukan gelar perkara dengan Bank Indonesia, PPATK, Bareskrim Mabes, Dirjen Pajak pada tanggal 22 Mei 2013. Keputusan dari gelar perkara penyelidikan dan penyidikan tetap dilanjutkan," terangnya sembari mengatakan koordinasi dengan PPATK serta pihak-pihak terkait terus dilakukan.
Pria asal Manado itu menduga, ditengah proses berjalan, Helena menggunakan makelar kasus (Markus) untuk mengurus kasusnya. "Ia (Helena) menggunakan markus, orang sipil yang kenal banyak pejabat di kepolisian. Dan selama proses berjalan, Markus tersebut minta agar rekening yang diblokir BNN dibuka. Yang minta dibuka satu rekening di Batam dengan nilai Rp 5 miliar lebih," katanya.
Karena, usaha untuk membuka rekening yang dibekukan gagal, markus kemudian mengancam semua pihak yang menangani kasus untuk melaporkan ke Bareskrim Polri. Apalagi, menurut Benny, dirinya pernah menolak untuk bertemu Markus tersebut. "Karena permintaan Markus tersebut kita tolak, ia kemudian mengancam Direktur WTB untuk melaporkan ke Bareskrim. Kemudian direktur tersebut menjawab silahkan saja," ucap pria asal Sulut ini.
Ditambahkannya, Helena pernah mengeluh ke penyidik BNN soal dirinya keluar uang ratusan juta ke Markus, tapi rekeningnya tetap diblokir. "Dia (Helena) pernah mengungkapkan kepada penyidik, kenapa rekeningnya masih diblokir, padahal sudah keluarkan uang hingga ratusan juta. Kemudian penyidik menjawab bahwa kasus tersebut tetap disidik dan penyidik tidak pernah terima uang dari makelar kasus tersebut," pungkasnya. (ian/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Anas Diminta Segera Buka Lembaran Bukunya
Redaktur : Tim Redaksi