MUNCHEN - Bentrok Bayern Munchen melawan Chelsea di final Liga Champions, dini hari nanti, di Allianz Arena, mempertemukan dua pelatih yang sangat bertolak belakang. Satunya sarat pengalaman dan satunya lagi miskin pengalaman.
Jupp Heynckes sudah 25 tahun menjadi pelatih dan telah sembilan klub berbeda. Prestasinya juga oke, dia pernah merasakan gelar juara Liga Champions bersama Real Madrid pada 1998. Di Bayern, ini periodenya yang ketiga melatih.
Bandingkan dengan Roberto Di Matteo yang masih berstatus manajer interim, baru tiga tahun melatih klub, serta baru tiga klub yang dilatihnya juga. Tetapi, dalam tiga tahun itu dia cukup mengejutkan, membawa West Bromwich Albion promosi ke Premier League dan juara Piala FA bersama Chelsea.
Jadi, kedua pelatih memiliki keunggulan masing-masing. Soal motivasi juga sama-sama besarnya. Tetapi, Di Matteo memiliki keunggulan lain ketimbang Heynckes. Soal variasi permainan kedua tim musim ini, Chelsea lebih variatif.
"Anda bisa menyaksikan Chelsea bermain dengan sistem yang berbeda-beda. Mereka bermain menyerang melawan Benfica di perempat final dan kemudian memainkan sepak bola yang benar-benar berbeda melawan Barcelona di semifinal, dan keduanya sukses," ulas Heynckes, seperti dikutip situs resmi UEFA.
Di Matteo memang menyukai skema 4-5-1, tetapi dia juga tidak alergi memainkan 4-2-3-1. Atau, dia juga pernah memakai skema gelandang berlian saat bertanding di Premier League. Namun, sistemnya tetap berjalan baik.
Melawan Bayern dini hari nanti, beberapa media di Inggris memprediksi ada kemungkinan Di Matteo memainkan strategi yang berbeda lagi. Biasanya, dia hanya memakai satu striker, bisa saja kali ini dia mengakomidasi menjadi dua striker, karena Fernando Torres performanya membaik.
Di Matteo senang memainkan sepak bola dengan passing cepat, tanpa berlama-lama menguasai bola. Dia juga cermat dalam memaksimalkan kemampuan para gelandang Chelsea dalam melepaskan sepakan jarak jauh dari luar area penalti.
Lebih penting lagi, Di Matteo mampu membuat ruang ganti The Blues, julukan Chelsea, lebih adem. Dia mengayomi para pemain senior, bahkan cenderung pro-pemain senior, ketimbang manajer sebelumnya Andre Villas Boas yang suka memainkan pemain muda.
Pemain-pemain berpengaruh di ruang ganti seperti Frank Lampard, Ashley Cole, Didier Drogba, dan John Terry selalu diberi peran signifikan. "Kami senang dengan kehadirannya dan berharap dia tetap bertahan musim depan," kata Lampard, seperti dikutip Telegraph.
Di Bayern, Heynckes mampu memainkan sepak bola yang menawan. Bayern bermain dengan penguasaan bola yang baik, dan hanya kalah dari Barcelona untuk urusan penguasaan bola di Liga Champions musim ini. Mereka juga memiliki daya tusuk yang tajam.
Masalahnya, Bayern minim variasi. Serangan selalu saja berasal dari sisi sayap, terutama sayap kiri yang dihuni Franck Ribery. Serangan dari tengah minim. Meski begitu, sangat sulit menghentikan kedua sayap klub kebanggaan Bavaria itu. (ham)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tebus FA Dengan Trofi Eropa
Redaktur : Tim Redaksi