Bentrok Lebih Ngeri dari Mesuji Bisa Terjadi di Sumut

Jumat, 25 Mei 2012 – 06:35 WIB

JAKARTA - Reaksi keras disampaikan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Sumut, Rahmat Shah, menanggapi bentrok antara warga dengan karyawan PTPN 2 di Kecamatan Kutalimbaru, Selasa (24/5) lalu. Empat truk polisi dibakar massa.

Bereaksi keras, tapi mengaku tidak kaget. Pasalnya, Rahmat sendiri sudah beberapa kali mengingatkan semua pihak terkait mengenai potensi bentrok yang dipicu konflik lahan ini. "Setiap pekan hampir selalu ada bentrok, tapi yang ini (bentrok di Kutalimbaru, red), memang keras. Tapi bisa muncul yang lebih keras lagi," ujar Rahmat Shah kepada JPNN, kemarin (24/5).

Dia mengingatkan aparat keamanan, BPN, PTPN II, dan gubernur, untuk segera mengambil solusi yang komprehensif. Selama ini, menurutnya, penyelesaian-penyelesaian hanya bersifat sporadis, setiap kali muncul bentrok. Solusi yang permanen belum pernah muncul.

Jika begini terus, kata Rahmat, maka potensi bentrok yang lebih besar lagi dibanding bentrok di Kutalimbaru, bisa muncul. Bahkan, bisa lebih besar dibanding kasus Mesuji, Lampung, beberapa waktu lalu. "Bisa lebih ngeri dibanding Mesuji," cetus Ramhat, dengan nada tinggi.

Menurut dia, para petinggi, baik di Sumut maupun di Jakarta, tampak menyepelekan masalah kasus tanah ini. "Kepala BPN, kepala daerah, menteri, semua sombong di hadapan rakyat. Mentang-mentang tidak ada aparat yang membekingi rakyat. Masyarakat sungguh tak mendapatkan keadilan," ujarnya lagi.

Dikatakan, sebenarnya sikap Presiden SBY sudah tegas, yakni putusan pengadilan yang sudah incrach, yang menyatakan lahan milik rakyat, harus segera dieksekusi, lahan dikembalikan ke rakyat. "Tapi BPN tidak menindaklanjutinya, tidak menerbitkan sertifikat hak milik untuk rakyat," kata Rahmat.

Sebelumnya, Deputi Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Iwan Nurdin mengatakan, BPN sebenarnya sudah menindaklanjuti putusan-putusan pengadilan yang sudah incrach. Yakni, BPN menerbitkan surat perintah agar ditunda dulu perpanjangan HGU untuk PTPN II. “Sehingga banyak tanah PTPN II tak dapat diperpanjang HGU-nya karena ada tanah rakyat di situ,” imbuhnya.

Hanya saja, langkah BPN hanya sebatas itu, tidak langsung menyerahkan tanah dimaksud kepada warga. Ini yang menurut Iwan mengundang nafsu para mafia tanah untuk menguasai lahan yang status kepemilikannya terus digantung itu.

Rahmat Shah juga tampak putus asa menyikapi lambannya sikap pihak terkait. Delegasi Komite I DPD pada 30 Nopember 2010 melakukan pertemuan dengan BPN Kanwil Sumut yang diikuti seluruh Kepala BPN Kabupaten/Kota se-Sumut, membahas masalah tanah eks HGU PTPN II dan tanah Sari Rejo.

Hasil pertemuan, Kakanwil BPN Sumut menjanjikan dalam tempo dua bulan akan diselesaikan pemetaan lahan eks HGU PTPN. "Tapi hingga kini tidak ada," cetus Rahmat.

Plt Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho juga telah membentuk tim khusus penanganan areal lahan eks HGU PTPN II, yang dipayungi SK Gubsu tertanggal 23 September 2011. Tugas tim ini, kata Rahmat, melakukan pengukuran dan pemetaan lahan.

Namun tim khusus ini tidak dapat menyelesaikan tugasnya sehingga diperpanjang hingga bulan Mei 2012. "Ini sudah akhir Mei, tapi belum juga selesai," ujar Rahmat.

Khusus tanah Sari Rejo, lanjut Rahmat, sebenarnya secara hukum sudah jelas karena sudah ada putusan Mahkamah Agung (MA) tanggal 18 Mei 1995, yang menyatakan tanah-tanah sengketa adalah tanah garapan penggugat. Hingga kini, kata Rahmat, mereka masih berharap agar BPN menerbitkan sertifikat kepemilikan tanah mereka. (sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ajarkan Islam dengan Cara Atraktif


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler