Bentuk Konsorsium, 4 Bank Besar Modal Rp 5 Miliar

Selasa, 05 Desember 2017 – 12:39 WIB
Ilustrasi Bank Mandiri. Foto: Ricardo/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Perusahaan-perusahaan switching serta bank umum kelompok usaha (BUKU) 4 atau bank-bank besar akan membentuk perusahaan konsorsium services.

Perusahaan services adalah lembaga penyedia jasa kliring dan settlement untuk kebutuhan industri yang bergerak di bisnis sistem pembayaran.

BACA JUGA: Genjot Transaksi Nontunai, Mandiri Kembangkan Corporate Card

Delapan perusahaan akan membentuk perusahaan konsorsium bernama PT Penyelenggara Transaksi Elektronik Nasional (PTEN).

Tujuan pembentukan konsorsium tersebut adalah menjalankan sistem Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) yang baru diluncurkan Bank Indonesia (BI).

BACA JUGA: Perbankan Tuntut Pengawasan Fintech

Perusahaan konsorsium itu terdiri atas empat bank besar yang menyumbang 75 persen dari total transaksi nontunai di Indonesia.

Mereka adalah Bank Mandiri, BNI, BRI, serta BCA. Selain itu, perusahaan konsorsium terdiri atas perusahaan switching lokal.

BACA JUGA: Kartu Debit BCA Bisa Digunakan di 210 Negara

Lembaga switching adalah penyedia jasa pemrosesan transaksi yang dilakukan antarbank dan antarinstrumen (off us).

Saat ini, di Indonesia ada empat lembaga switching. Yaitu, PT Jalin Pembayararan Nusantara atau JPN (Link), PT Artajasa Pembayaran Elektronis (ATM Bersama), PT Rintis Sejahtera (Prima), dan PT Daya Network Lestari (Alto).

JPN sebelumnya merupakan perusahaan konsorsium bentukan bank BUMN dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom). 

”Jadi, lembaga services GPN itu dibentuk dari konsorsium. Saat ini empat BUKU 4 dan lembaga switching mengurus pembentukan PT dan mengurus izin dari BI. PT itu akan dibentuk sebelum Juli 2018,” ujar Kepala Pusat Program Transformasi BI Onny Widjanarko setelah penandatanganan perjanjian konsorsium pendirian lembaga services GPN, Senin (4/12).

Juli 2018 adalah waktu penerapan GPN untuk semua kartu debit dan kartu uang elektronik dari semua bank.

Sebelum GPN diterapkan secara total, perusahaan konsorsium services harus lebih dulu terbentuk.

Modal dasar yang diusulkan dalam perjanjian konsorsium tersebut Rp 50 miliar.

Namun, anggota konsorsium masih bisa berdiskusi lebih lanjut mengenai kepastian jumlah modal dasar perusahaan.

”Bisa saja nanti bertambah, bergantung usulan dan kesepakatan,” kata Onny.

Pembagian jatah modal yang disetor dari masing-masing anggota konsorsium juga belum dipastikan. 

Di sisi lain, menurut Onny, GPN membuat penurunan penerimaan perbankan dari sisi fee based income.

Namun, hal tersebut tak membuat perbankan urung dalam mendirikan perusahaan konsorsium.

Sebab, meski fee based income menurun dari sisi jumlah, interkoneksi dan interoperabilitas dalam GPN akan menarik bagi masyarakat.

Hal itu diharapkan bisa meningkatkan budaya transaksi nontunai.

Investasi pengadaan mesin electronic data capture (EDC) dan automated teller machine (ATM) dari bank pun bisa berkurang.

Investasi tersebut dalam jangka pendek bisa dialihkan untuk investasi pada perusahaan konsorsium. 

”Toh juga untuk apa banyak-banyak investasi mesin? Sebentar lagi kami akan budayakan transaksi pakai handphone, bukan kartu. Jadi lebih baik perbankan dan switching mulai bergabung untuk GPN,” kata Onny.

Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei dan Konsultan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Gatot Trihargo menyatakan, penurunan investasi mesin EDC dan ATM otomatis mengurangi belanja modal atau capital expenditure (capex) bank BUMN.

”Capex pasti turun kalau untuk itu. Fee based income secara amount memang turun, tapi dari segi traffic akan bertambah. Jadi dalam jangka panjang, fee based masih bisa terus tumbuh,” ujarnya. (rin/c21/sof)

BACA ARTIKEL LAINNYA... 3 Bank Anggota Himbara Integrasikan Mesin EDC


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler