LHOKSEUMAWE-Komunitas Korban Hak Asasi Manusia Aceh Utara dan Lhokseumawe (K2HAU), mendesak Pemerintah RI dan Pemerintah Aceh segera membentuk pengadilan HAM dan komisi kebenaran dan rekonsiliasi (KKR) di Aceh seperti yang tertuang dalam MoU Helsinki dan UUPASebab, hingga saat ini penyelesaian pelanggaran HAM masih jauh dari harapan masyarakat korban pelanggaran HAM dan belum terwujud.
“Desakan ini kita minta sejalan dengan mengenang 10 tahun tragedi kemanusiaan gedung KNPI di Lhokseumawe, dari tanggal 11 Januari 1999 sampai 11 Januari 2009
BACA JUGA: Kapal Tenggelam, 249 Hilang
Dalam tragedi itu terdapat korban yang meninggal dan luka-luka di dalam gedung tersebut,” terang Murtala, selaku Ketua K2HAU.Komunitas ini juga meminta Pemerintah Aceh, Bupati Aceh Utara dan Walikota Lhokseumawe, segera mengupayakan refarasi (Pemenuhan, red) hak-hak korban pelanggaran HAM
“Kepada seluruh elemen masyarakat dan para korban pelanggaran HAM di seluruh Aceh untuk terus memperjuangkan penyelesaian HAM tersebut
BACA JUGA: Pemkab Pessel Jangan Hambat Pemekaran
Karena pembentukan pengadilan HAM dan KKR sangat penting terhadap penyelesaian HAM dan sebagai ruhnya perdamaian yang hakiki di Aceh,” sebut dia.Sementara itu, Nurhayati (28), korban konflik, warga Desa Pusong Lhokseumawe, yang mengalami luka tembak pada bagian tangan dan paha, meminta keadilan hak berupa bantuan termasuk untuk biaya pendidikan anak-anaknya.
”Kita harapkan pemerintah daerah peduli kepada korban konflik dan korban tragedi kemanusiaan yang terjadi di gedung KNPI,” ujar ibu tiga anak ini.
Kegiatan memperingati 10 tahun tragedi kemanusiaan gedung KNPI di Lhokseumawe, yang dilaksanakan di Mesjid Al Azhar Pusong, Kecamatan Banda Sakti, Lhokseumawe, dilakukan doa bersama untuk para korban, baik yang sudah meninggal dalam kejadian tersebut maupun para korban yang masih hidup.
Peringatan ini juga, panitia memberikan santunan kepada anak yatim dan peusijuk (tepung tawar-red) bagi korban yang sedang memperjuangkan nasibnya.
“Semoga Allah SWT segera membuka pintu hati pemerintah untuk menyelesaikan persoalan hak-hak korban pelanggaran hak asasi manusia,” ujar Farni Benti Abdullah, Ketua Panitia Acara, didampingi Samsul Bahri, selaku sekretaris, kepada Koran ini, menambahkan bahwa maksud tersebut bukanlah semata-mata dana bantuan, akan tetapi pengungkapan kebenaran dan keadilan sebagaimana undang-undang telah menjanjikannya
BACA JUGA: Depag Tak Tahu Gafar Mengundurkan Diri
BACA ARTIKEL LAINNYA... DIPA RIAU Diperjuangkan di APBN-P 2009
Redaktur : Tim Redaksi