jpnn.com, JAKARTA - Asosiasi Konsultan Pajak Publik Indonesia (AKP2I) Pengurus Daerah (PD) DKI Jakarta didukung Hive Five menggelar seminar bertajuk Strategi Menjadi Eksportir Sukses Menjual Produk Indonesia ke Mancanegara (Peluang, tantangan, peraturan, dan Aspek perpajakan Perdagangan Ekspor) di Sahari Hotel, Jakarta Selatan pada (12/10).
“Berbicara ekspor, setidaknya ada tiga hal yang perlu diperhatikan karena berpotensi menjadi peluang dan tantangan. Pertama, produk ekspor perlu memahami selera yang dinikmati oleh negara tujuan ekspor. Kedua, aturan memperbolehkan ekspor, apa yang boleh dan tidak boleh diekspor. Ketiga, bagaimana menyinergikan eksportir dalam negeri dengan importir di luar negeri. Jangan sampai barang yang sudah kita kirim bermasalah karena aturan di negara tujuan ekspor tidak dipahami oleh eksportir,” ujar Ketua Umum AKP2I Suherman Saleh.
BACA JUGA: PKT Gelar Sharing Session Kepada Insinyur Kimia Terkait Keselamatan Kerja
Kemenkeu beserta unit vertikalnya mendorong UMKM untuk melakukan ekspor melalui kebijakan yang dituangkan dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 396/KMK.01/2022.
Beberapa di antaranya, program Kredit Usaha Rakyat (KUR) oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb); fasilitas fiskal, seperti Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Industri Kecil dan Menengah (KITE IKM), yang dilakukan oleh DJBC dan insentif pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
BACA JUGA: Rangkum Perjalanan Menuju Penyeberangan Modern, ASDP Luncurkan Buku Transformasi Bisnis
Founder dan CEO of Hive Five Sabar L Tobing menegaskan, legalitas usaha merupakan kunci utama pelaku usaha mendapatkan beragam fasilitas ekspor dari pemerintah.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ekspor 0 persen atau dibebaskan.
BACA JUGA: Pertamina Diharapkan Bisa Dorong Lombok Jadi Sport Tourism
“Pada aktivitas ekspor, PPN dikembalikan jika pelaku usaha mengajukan restitusi pajak, namun DJP harus melakukan pemeriksaan kepada Wajib Pajak (eksportir) yang mengajukan restitusi tersebut. Artinya, Wajib Pajak harus berbadan hukum yang jelas, menyiapkan pembukuan dan laporan keuangan," ungkap Sabar.
Jangan sampai, sambung Sabar, eksportir ragu mengajukan restitusi karena pembukuan yang tidak baik atau berantakan, akhirnya fasilitas perpajakan itu tidak bisa dimanfaatkan.
Hingga saat ini Hive Five telah membantu 20 ribu usaha untuk tertib pada pembukuan, sehingga UMKM dapat naik kelas melakukan kegiatan ekspor.
Selain pembebasan PPN, pemerintah juga memberikan insentif perpajakan bagi eksportir yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 73 Tahun 202 tentang Pengenaan dan Pencabutan Sanksi Administratif Atas Pelanggaran Ketentuan Devisa Hasil Ekspor dari kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam.
“Tenor yang tersedia dalam penempatan DHE, yaitu 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan lebih dari 6 bulan. Jika eksportir memilih tenor 1 bulan, maka pemerintah akan memberikan insentif Pajak Penghasilan (PPh) atas bunga deposito yang semula 20 persen menjadi 10 persen. Kalau tenor yang dipilih bila penempatan 3 bulan, diskon pajak yang diberikan lebih besar, yaitu PPh atas bunga deposito menjadi 7,5 persen. Sementara apabila masuk di tenor 6 bulan PPh atas bunga deposito menjadi 2,5 persen," urai Sabar.
"Bahkan, eksportir mengkonversi dollar AS menjadi rupiah, maka PPh atas bunganya diturunkan lagi menjadi 7,5 persen. Bahkan, apabila DHE ditempatkan ke sistem keuangan Indonesia, pemerintah akan memberikan status Ekspor Bereputasi Baik,” imbuh Sabar.
Dia berpandangan, beragam insentif perpajakan dari pemerintah tersebut perlu ditangkap secara optimal karena sangat bermanfaat bagi eksportir. (chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy Artada