jpnn.com - Dalam ajaran Islam, besetubuh (jima’) pada saat istri haid tidak diperbolehkan, haram.
Hal ini berdasarkan firman Allah SWT: Katakanlah, ‘Haid itu adalah kotoran’. Maka dari itu, hendaklah kamu menjauhi istrimu (tidak bersetubuh) pada saat haid. Janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci,” (Al-Quran Al-Baqarah ayat 222).
BACA JUGA: 3 Posisi Begituan di Kamar Mandi Ini Bisa Dilakukan Sebelum Sahur!
Ayat ini digunakan oleh para ulama sebagai dalil keharaman bersetubuh pada saat istri datang bulan, meski begitu kedua pasangan tidak diharamkan bermesraan.
Terkait persoalan ini, ‘Aisyah pernah ditanya: Apakah boleh seorang suami berhubungan badan dengan istrinya yang sedang menstruasi?
BACA JUGA: Wow, Mencukur Bulu Kemaluan Bisa Menambah Vitalitas Pria, Bagaimana dengan Wanita?
Jawab ‘Aisyah, ‘Hendaklah sang istri mengencangkan kain bagian bawahnya, kemudian bermesraanlah dengan suami, bila ia menghendaki,” (HR Imam As-Syafi’i dalam Musnad al-Syafi’i).
Hadits ini menjelaskan kebolehan bermesraan suami-istri selama tidak terjadi jima’. Istri diharapkan tetap menjaga bagian bawahnya agar suaminya tidak keteledoran.
BACA JUGA: Gelar RUPS Tahunan, PP Presisi Bagikan Dividen Tunai Rp 7,7 miliar
Namun bagaimana bila suami menggunakan kondom?
Terkait hal ini Syekh Nawawi Banten dalam Nihayatuz Zain fi Irsyadil Mubtadiin berpendapat: sesuatu yang diharamkan bagi orang yang berhadats besar ada 13 perkara.
Delapan perkara sudah disebutkan di awal, sementara yang kesembilan adalah bersetubuh, meskipun menggunakan 'penghalang yang tebal (seperti kondom)' atau setelah darah haidhnya berhenti dan belum mandi besar.
Bersenggama saat istri haid termasuk dosa besar bagi orang yang mengetahui keharamannya dan ia melakukannya dengan sengaja.
Menurut Syekh Nawawi, keharaman bersetubuh pada saat istri haid tidak dapat ditawar lagi, karena ini termasuk bagian dari dosa besar.
Tetapi, ia mengecualikan bagi orang yang dikhawatirkan bila tidak bersetubuh, maka ia akan terjerumus pada perzinaan.
“Apabila khawatir terjerumus pada perzinaan, sedangkan bersetubuh dengan istri yang sedang haid itu merupakan satu-satunya jalan alternatif, maka diperbolehkan. Hal ini didasarkan pada keharusan memilih kemudharatan yang lebih ringan bila terjadi pertentangan antara dua kemudharatan.
Apabila ia dihadapkan pada dua pilihan, antara bersetubuh atau masturbasi, maka sebaiknya dia mendahulukan masturbasi.
Alasannya, bersetubuh saat istri haid disepakati keharamannya oleh mayoritas ulama, tetapi masturbasi masih diperdebatkan ulama.
Sebagian mengatakan boleh ketika syahwat bergejolak dan dosa kecil menurut Imam As-Syafi’i.
Syekh Nawawi membolehkan bersetubuh pada saat istri haid, tetapi ia memberi persyaratan yang sangat ketat, yaitu harus dalam kondisi benar-benar darurat: tidak ada alternatif lain kecuali bersenggama untuk menghindar dari zina.
Selama alternatif lain tersebut masih ada, maka sepantasnya tidak melakukan persetubuhan, karena termasuk dosa.(jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy Artada