Berharap Hakim MK Juga Pertimbangkan Aspek Sosiologis

Kamis, 26 April 2012 – 15:47 WIB

JAKARTA - Awal Mei 2012, Mahkamah Konstitusi (MK) akan mengeluarkan putusan terkait  Judicial Review UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi daerah yang diajukan sejumlah pengusaha.

Terkait hal ini, Ali Nurdin, kuasa hukum Pemohon, berharap majelis hakim konstitusi yang menyidangkan perkara ini mengambil putusan dengan mempertimbangkan asas yuridis, filosopis, dan sosiologis.

“Apapun keputusan Hakim MK harus kita hormati sebagi warga negara yang baik. Namun, kami optimis kepusan Hakim MK dapat mengabulkan judicial review ini bedasarkan aspek yuridis, sosilogis, dan filosofis sebagimana yang disampaikan oleh sejumlah saksi dan ahli yang kita ajukan di persidangan,” katanya Ali Nurdin usai sidang perkara ini di Gedung MK, Jakarta, Kamis (26/4).

Menurut Ali, sejak dimulainya persidangan, dari pengajuan saksi ahli,  baik itu pakar transportasi, hukum, dan pajak, semuanya mendukung dalil yang diajukan pemohon bahwa alat berat berbeda dengan kendaraan bermotor. 

Sementara, lanjut Ali, dari pihak pemerintah juga tidak pernah mengajukan ahli yang menyatakan keberatan dari dalil argumentasi yang diajukan pemohon, baik itu dari pakar transportasi, akses transportasi negara, dan hukum.

"Artinya, tidak ada satupun dalil yang menyatakan keberatan dengan hal itu,” jelasnya.

Menurutnya, pihak pemerintah hanya melihat dari aspek ekonomi. “Kalau dari ahli ekonomi menilai semua hal bisa dikenai pajak. Namun ini kan negara demokrasi, sesuatu yang dikenai pajak harus ada argumentasinya yang jelas, rakyat harus tahu. Negara jangan semena-mena mengambil pajak kepada setiap barang yang kita miliki, karena sesuatu yang dikenai pajak harus ada argumentasinya dan akuntabilitasnya baik dari segi hukum ataupun keuangan,” paparnya.

Ditanya mengenai peluang menang tidaknya gugatannya itu, Ali mengutarakan optimismenya. Alasannya, secara filosofis alat berat bukan kendaraan bermotor, secara sosiologis alat berat tidak dikenakan pajak sejak dulu, sedangkan secara yuridis alat berat tidak diakomodasi dalam undang-undang pajak daerah.

Pendapat Ali sama dengan etua Umum  Asosiasi Perusahaan Pengelola Alat Berat/Alat Konstruksi Indonesia (APPAKSI) Sjahrial Ong. Dia menegaskan, pihaknya sangat keberatan terkait pengenaan pajak terhadap alat berat.

“Pengusaha alat berat keberatan dengan diterapkan pajak alat berat, APPAKSI telah menjelaskan kepada Mendagri, kemudian Mendagri mencabut Perda Lampung yang menerapkan pajak alat berat,” katanya saat menyampaikan keterangan di persidangan.

Ong juga menyampaikan, Kementerian ESDM juga menyatakan alat-alat berat merupakan alat produksi dan tidak kena pajak karena menggunakan jalan khusus, bukan jalan umum.

“Kemudian Menteri Perindustrian juga menyatakan alat-alat berat merupakan alat-alat produksi. Kalau ini sampai kena pajak, maka akan menimbulkan kerugian secara ekonomi,” tandasnya.

Seperti diketahui, upaya judicial review ini dilakukan oleh sejumlah pengusaha. Pemohon menilai Pasal 1 Angka 13, Pasal 5 Ayat 2, Pasal 6 Ayat 4, dan Pasal 12 Ayat 2, yakni pasal yang mengatur pengenaan pajak kendaraan bermotor di luar jalan umum, termasuk alat-alat besar, seperti buldozer, dumptruck, grader, traktor, dan backhoe. (sam/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pertamina Kosongkan Premium di SPBU Kawasan Elite


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler