Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Loong mengatakan negaranya tidak akan lagi menjadikan hubungan seksual sesama pria sebagai tindakan kriminal. Namun ia tidak berencana mengubah definisi pernikahan sebagai pria dan wanita.

Kelompok LGBTQ menyambut baik keputusan PM Loong untuk mencabut Pasal 377 A Kitab Pidana, aturan yang berasal dari era kolonial yang menghukum hubungan seksual sesama pria.

BACA JUGA: Singapura Dukung Penuh Kepemimpinan Indonesia di G20 dan ASEAN

Namun kelompok tersebut juga menyampaikan keprihatinan karena belum disetujuinya pernikahan sesama jenis kelamin akan tetap memperkuat diskriminasi di dalam masyarakat.

Dalam pidato di peringatan hari Kemerdekaan Singapura ke-57, PM Loong mengatakan masyarakat Singapura, khususnya anak-anak muda semakin menerima keberadaan kelompok homoseksual.

BACA JUGA: Australia Terkini: Lagi-lagi Ditemukan Sampah Luar Angkasa dari SpaceX

"Saya percaya ini adalah hal yang benar untuk dilakukan dan sesuatu di mana kebanyakan warga Singapura akan menerima," katanya, Minggu kemarin (21/08).

Masih belum jelas bagaimana persisnya Pasal 377A tersebut akan dikeluarkan dari Kitab Hukum Pidana Singapura.

BACA JUGA: Dunia Hari Ini: Hasil Tes Narkoba PM Finlandia, Banjir di Pakistan

Singapura menjadi negara terbaru di Asia yang mengakhiri proses kriminalisasi terhadap kelompok LGBTQ.

Di tahun 2018, Pengadilan Tinggi India menghapus aturan terakiat hubungan seksual sesama jenis yang berasal dari zaman kolonial.

Thailand juga baru-baru ini semakin mendekati usaha untuk mengesahkan pernikahan sesama jenis.

Menurut Pasal 377A di Singapura, pelaku hubungan seksual sesama jenis bisa dihukum sampai dua tahun penjara, namun pihak kepolisian tidak secara aktif mencoba menerapkan aturan tersebut.

Selama ini tidak pernah ada yang dijatuhi hukuman karena melakukan hubungan seksual sesama pria. Aturan juga tidak mengatur hubungan seksual sesama perempuan.

Kelompok LGBTQ sudah beberapa kali mengajukan gugatan hukum agar aturan tersebut dicabut.

Hari Minggu, beberapa kelompok pejuang hak LGBTQ dalam pernyataan bersama mengatakan "lega" dengan pengumuman PM Loong.

"Bagi siapa saja yang pernah mengalami bentuk pelecehan, penolakan dan bullying yang disebabkan aturan tersebut, pencabutan aturan tersebut memungkinkan kami memulai proses penyembuhan."

"Bagi mereka yang merindukan Singapura yang lebih inklusif dan lebih setara, pencabutan berarti perubahan memang mungkin terjadi," kata mereka dalam pernyataan bersama.

Namun berbagai kelompok tersebut juga mendesak Pemerintah Singapura untuk tidak mengindahkan seruan dari kelompok keagamaan konservatif. 

Kelompok agama menginginkan agar definisi pernikahan disahkan dalam Konstitusi dan jika itu terjadi maka kelompok LGBTQ+ menjadi setara dengan warga lainnya. Tentangan dari kelompok keagamaan

Bulan Februari lalu,  Mahkamah Agung Singapura menyatakan karena pasal tersebut tidak pernah diterapkan, maka hal tersebut tidak melanggar hak konstitusi seseorang seperti yang dinyatakan oleh penggugat.

Dan karenanya Mahkamah Agung memperkuat pernyataan bahwa hukum tersebut tidak bisa digunakan untuk menghukum mereka yang melakukan hubungan seksual sesama pria.

Menurut PM Loong, beberapa kelompok keagamaan termasuk dari kelompok Muslim, Katolik dan Protestan tetap menentang pencabutan pasal tersebut.

Sebuah aliansi lebih dari 80 kelompok gereja dengan tegas menyampaikan kekecewaan mereka hari Minggu atas keputusan pemerintah tersebut.

"Pencabutan pasal tersebut adalah tindakan yang sangat patut disesali, yang akan memberikan dampak besar dalam budaya, di mana anak-anak dan generasi masa depan Singapura akan mengalaminya," kata mereka.

Singapura adalah negara dengan keberagaman budaya dan agama. Dari 5,5 juta penduduknya, 16 persen beragama Islam dan sisanya beragama Kristen dan Buddha.

Menurut Sensus 2020, etnis Tiongkok merupakan yang terbesar disusul etnis Melayu dan yang paling kecil adalah keturunan India.

Pemerintah Singapura tetap akan mendefiniskan pernikahan tradisional, seperti yang dikatakan PM Loong bahwa "kami percaya pernikahan harus antara pria dan perempuan, anak-anjak harus dibesarkan dalam keluarga seperti itu, bahwa keluarga tradisional harus menjadi dasar yang kuat dalam membangun masyarakat."

Singapura akan melindungi '"definisi pernikahan sehingga tidak bisa digugat secara konstitusi di pengadilan," katanya.

"Ini akan membantu kita untuk mencabut Pasal 377A dengan cara yang lebih terkontrol dan lebih berhati-hati."

Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari ABC News

BACA ARTIKEL LAINNYA... Heboh Diisukan Penyuka Sesama Pria, Verrel Bramasta Beri Jawaban Menohok

Berita Terkait