MATARAM-Pesawat Boeing 737 milik Batavia Air masih berada di Bandara Internasional Lombok (BIL). Otoritas BIL masih akan menahan pesawat yang ditinggalkan pilot dan kru itu, sebagai jaminan hingga Batavia Air melunasi kewajibannya pada Angkasa Pura I.
Sejak dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga pada Rabu (30/1) lalu, terhitung sudah lima hari pesawat milik Batavia Air teronggok tanpa kejelasan di apron BIL. Humas Angkasa Pura I Bandara Internasional Lombok, Desmi Indrayana kepada Lombok Post (Grup JPNN), mengatakan, saat ini PT Angkasa Pura di Jakarta terus berkoordinasi dengan manajemen Batavia Air, terkait nasib pesawat yang mampu mengangkut 148 penumpang itu.
‘’Kantor pusat kami di Jakarta terus berkoordinasi dengan Batavia Air di Jakarta. Sampai saat ini pesawat tetap berada di apron BIL, dan akan tetap berada di sana, sebelum ada keputusan,’’ kata Desmi, Minggu (3/2).
Dia tidak ingin menyebut pesawat itu disita oleh pihaknya. Namun dia menjelaskan, pesawat itu akan tetap berada di BIL sebagai jaminan, mengingat ada kewajiban Batavia Air yang harus dituntaskan pada Angkasa Pura I.
‘’Sementara tetap berada di BIL dulu. Kan ada kewajiban yang harus dilunasi oleh Batavia Air kepada kami. Itu dulu yang harus dilunasi,’’ tandas Desmi.
Batavia menunggak pembayaran sewa konter, kantor, dan sewa parkir terminal kepada otoritas BIL, senilai Rp 300 juta. Hingga saat ini kata Desmi, pihaknya belum mendapat kepastian, kapan tunggakan itu akan dilunasi.
Sejak mendarat di BIL Rabu malam pukul 22.00 wita dari Surabaya, pesawat dengan nomor penerbangan Y6 345 itu ditinggal begitu saja oleh pilot, ko-pilot dan kru pesawat setelah menurunkan penumpang. Tak seorang pun pihak Batavia yang berkoordinasi dengan otoritas bandara setelah itu.
Esok harinya, Batavia lalu resmi menutup seluruh operasinya di bandara seiring penetapan pailit. Sejak itu, pegawai Batavia juga tak terlihat di BIL. Jika normal, pagi itu pukul 07.00 wita, pesawat itu harusnya terbang kembali ke Surabaya lalu ke Jakarta. Petugas BIL lalu menggiring pesawat itu ke apron, sehingga tak menganggu kelancaran penerbangan di bandara itu. (cr-kus)
Sejak dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga pada Rabu (30/1) lalu, terhitung sudah lima hari pesawat milik Batavia Air teronggok tanpa kejelasan di apron BIL. Humas Angkasa Pura I Bandara Internasional Lombok, Desmi Indrayana kepada Lombok Post (Grup JPNN), mengatakan, saat ini PT Angkasa Pura di Jakarta terus berkoordinasi dengan manajemen Batavia Air, terkait nasib pesawat yang mampu mengangkut 148 penumpang itu.
‘’Kantor pusat kami di Jakarta terus berkoordinasi dengan Batavia Air di Jakarta. Sampai saat ini pesawat tetap berada di apron BIL, dan akan tetap berada di sana, sebelum ada keputusan,’’ kata Desmi, Minggu (3/2).
Dia tidak ingin menyebut pesawat itu disita oleh pihaknya. Namun dia menjelaskan, pesawat itu akan tetap berada di BIL sebagai jaminan, mengingat ada kewajiban Batavia Air yang harus dituntaskan pada Angkasa Pura I.
‘’Sementara tetap berada di BIL dulu. Kan ada kewajiban yang harus dilunasi oleh Batavia Air kepada kami. Itu dulu yang harus dilunasi,’’ tandas Desmi.
Batavia menunggak pembayaran sewa konter, kantor, dan sewa parkir terminal kepada otoritas BIL, senilai Rp 300 juta. Hingga saat ini kata Desmi, pihaknya belum mendapat kepastian, kapan tunggakan itu akan dilunasi.
Sejak mendarat di BIL Rabu malam pukul 22.00 wita dari Surabaya, pesawat dengan nomor penerbangan Y6 345 itu ditinggal begitu saja oleh pilot, ko-pilot dan kru pesawat setelah menurunkan penumpang. Tak seorang pun pihak Batavia yang berkoordinasi dengan otoritas bandara setelah itu.
Esok harinya, Batavia lalu resmi menutup seluruh operasinya di bandara seiring penetapan pailit. Sejak itu, pegawai Batavia juga tak terlihat di BIL. Jika normal, pagi itu pukul 07.00 wita, pesawat itu harusnya terbang kembali ke Surabaya lalu ke Jakarta. Petugas BIL lalu menggiring pesawat itu ke apron, sehingga tak menganggu kelancaran penerbangan di bandara itu. (cr-kus)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jelang Imlek, Harga Tiket Domestik Melonjak
Redaktur : Tim Redaksi