Beri Gubernur Wewenang Batalkan Perda Kabupaten/Kota

Kamis, 26 April 2012 – 01:48 WIB

JAKARTA - Pemerintah akan terus memperkuat posisi gubernur di hadapan para bupati/wali kota dalam revisi UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemda. Rencananya, pemerintah akan melimpahkan kewenangan pembatalan peraturan daerah (perda) dari pemerintah pusat ke gubernur.

Saat ini, sesuai UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Dan Retribusi Daerah (PDRB) maka kewenangan pembatalan Perda termasuk tingkat kabupaten/kota ada di Presiden.  Namun menurut Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kementrian Dalam Negeri, Djohemrmansyah Djohan, nanti dalam revisi UU Pemda itu gubernur diserahi kewenangan untuk mengevaluasi Perda kabupaten/kota.

"Gubernur akan diberi tugas dan fungsi pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah di bawahnya. Dalam rangka itu, gubernur akan diberi kewenangan mengevaluasi dan membatalkan perda," kata Djohermansyah dalam seminar yang digelar bersamaan dengan peringatan hati Otonomi Daerah XVI di Jakarta, Rabu (25/4).

Menurut Prof Djo -sapaan Djohermansyah-, nanti pembatalan Perda kabupaten/kota oleh gubernur juga akan bersifat final dan mengikat. Artinya, pembatalan Perda tidak bisa dipersoalkan lagi oleh pemda kabupaten/kota pembuatnya.

Yang tak kalah penting, kata Djohermansyah,  evaluasi dan pembatalan Perda kabupaten/kota oleh Gubernur harus bebas dari kepentingan politik tertentu. Karena itu pula, evaluasi atas Perda kabupaten/kota yang dilakukan gubernur akan tetap dipantau oleh pemerintah pusat. "Sebelum keluar keputusan pembatalan, gubernur melaporkan dulu rencana itu ke pusat," katanya.

Birokrat yang pernah menjadi salah satu deputi di Sekretariat Wakil Presiden itu juga mengatakan, Perda yang dibatalkan harus benar-benar menyimpang dari aturan yang lebih tinggi. Dengan demikian, sekali keputusan dibuat maka tidak bisa lagi diganggu-gugat.

"Jadi kalau sudah dinyatakan dibatalkan, ya batal. Tidak bisa digugat-guta lagi," kata guru besar Institut Ilmu Pemerintahan (IIP) itu seraya menambahkan, pembatalan merupakan kewenangan pemerintah dalam hal pengawasan represif.

Karenanya dalam kesempatan itu Djo juga mengatakan, dalam rangka pengawasan preventif maka pemerintah kabupaten/kota  yang hedak membuat Perda hendaknya melakukan konsultasi terlebih dulu dengan gubernur. "Nanti gubernur akan menginsultasikannya lagi dengan pemeirntah pusat," tandasnya.

Sedangkan Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN&RB) Eko Prasodjo yang juga tampil sebagai pembicara mengatakan,  lebih dari 5000 Perda ternyata bertentangan dengan undang-undang. Guru besar di Universitas Indonesia itu menyebut mayoritas Perda bermasalah karena menciptakan biaya tinggi dalam kegiatan perekonomian dan tidak pro-investasi.

Parahnya lagi, kata Eko, kemampuan pemerintah pusat dalam melakukan pengawasan juga rendah akibat banyaknya aturan yang tumpang tindih. "Ini yang mengakibatkan investor jadi enggan berinvestasi," kata pria kelahiran Kijang, Tanjungpinang, Kepulauan Riau itu.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Didesak Tuntaskan Dugaan Korupsi Bupati Banyuwangi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler