Berita Duka: Natasya Aprilia Dewi Meninggal Dunia

Jumat, 31 Mei 2019 – 10:24 WIB
Kami ikut berbela sungkawa. Ilustrasi Foto: pixabay

jpnn.com, SAMARINDA - Natasya Aprilia Dewi, 10, yang masih kelas 4 SD Islam Jamiatul Mutaqin, tewas setelah tenggelam di lokasi tambang di Kampung Magelang, RT 17, Kecamatan Palaran, Samarinda.

Putri pertama dari pasangan Sanadi (34) dan Purwanti (29) itu merupakan korban ke-34 yang tewas di lubang tambang di Kaltim.

BACA JUGA: Bawa Cat untuk Nisan, Pensiunan Tentara Meninggal di Pusara Putrinya

Peristiwa yang terjadi Rabu (29/5), bermula saat Tasya bermain bersama 6 rekannya, Lala, Mustofa, Dika, Embun, Yuda dan wahyu 05.00 usai salat Subuh. Sebelum berangkat Tasya sempat berpamitan dengan ibunya.

Kebiasaan Tasya memang selalu jalan pagi bersama rekan sebayanya. Namun saat itu, Purwanti tidak mengetahui ke mana tujuan anak pertamanya itu. Baru sekitar pukul 06.30 Wita, pihak keluarga menerima kabar dari salah satu warga sekitar bahwa Tasya tenggelam di lubang tambang yang kini sebagian lahannya beralih fungsi sebagai keramba itu.

BACA JUGA: Berita Duka: Sarbaini Meninggal Dunia

BACA JUGA: Massa Pendukung 01 Desak Pemungutan Suara Ulang

Saat itu warga yang tengah memancing di sekitar lubang kaget saat mendengar para bocah yang tengah mandi di lubang bekas tambang itu berteriak histeris melihat Tasya tenggelam.

BACA JUGA: Berita Duka, Komang Meningggal Dunia dengan Kondisi Mengenaskan

"Saat itu kami menerima kabar dari salah seorang pemancing yang melihat anak kami tenggelam," kata Sanadi saat ditemui di rumah duka di Jalan Kebun Agung, RT 12, Kelurahan Simpang Pasir, Kecamatan Palaran.

Saat itu, proses penyelamatan di lokasi tambang dilakukan oleh Iril (17) salah seorang warga yang tinggal tak jauh dari lokasi tambang. Iril yang memang bisa berenang berhasil mengangkat tubuh Tasya yang sudah lemas.

Selanjutnya tubuh mungil Tasya dibawa ke rumah lalu ke RSUD IA Moeis. Sayang, nyawa gadis kecil itu tak dapat diselamatkan beberapa jam mendapat perwatan, Tuhan berkehendak lain. Tasya dinyatakan meninggal dunia sekitar 17.30 Wita.

"Tadi di antar dengan mobil rumah sakit dan tiba di rumah sekitar pukul 18.30 Wita," ucap Sunadi.

Sementara itu, Kardi (64) kakek Tasya, kaget dengan kejadian itu. Saat kejadian ia tengah berada di rumah dan sangat terpukul dengan kejadian yang menimpa cucunya.

"Saya sedang istirahat, tahu-tahu kabar itu saya dengar. Dan tak berapa lama cucu saya dibawa dalam kondisi lemas. Tidak menyangka jika tenggelam di lubang bekas tambang itu," ucap Kardi.

Lubang bekas tambang yang merenggut nyawa Tasya sudah tidak difungsikan lebih dari 10 tahun. Parahnya lagi, di lokasi itu sudah empat kali kejadian anak tenggelam. Namun baru kali ini ada yang meninggal dunia.

"Setahu saya lubang bekas tambang itu milik Heri Susanto alias Abun. Dan sudah lama tidak difungsikan. Namun warga selitar menggunakan untuk keramba," terang Kardi.

Kapolsek Palaran, Kompol R Sigit Satrio Utomo mengatakan, saat menerima informasi, pihaknya langsung mengecek ke lokasi dan juga ke rumah duka. "Kami masih lakukan penyelidikan terhadap kejadian ini," singkat Sigit.

Terpisah, Dinamisator Jatam Kaltim Pradarma Rupang menilai Pemprov Kaltim tak lagi punya hati atas peristiwa jatuhnya korban di lubang tambang.

Pasalnya, hingga korban ke-34 nyaris tak ada langkah kongkret dari pemprov Kaltim merespons masalah ini.

"Ini jelas Pemprov Kaltim tak punya nurani atas korban lubang tambang yang terus berjatuhan," katanya.

Matinya nurani gubernur dan wakil gubernur Kaltim tampak jelas dari lontaran kritikan demi kritikan atas krisis ekologis Kaltim, lubang tambang menganga, namun tidak ada langkah pencegahan apapun yang ditempuh.

Perusahaan perusak lingkungan terus dibiarkan mengeruk tanpa kontrol dan reklamasi pascatambang.

Atas dasar itu, Jatam menilai pemerintah telah gagal melindungi hak masyarakat dari ancaman pertambangan batu bara di Kaltim yang terus menelan korban jiwa. "Ini kejahatan manusia. Tapi pemerintah menutup mata," tegasnya.

Rupang mempertanyakan komitmen pemerintah dalam menjaga kedaulatan lingkungan di Kaltim dan keamanan masyarakat dari ancaman industri ekstraktif.

"Sampai kapan pemerintah membiarkan masalah ini? Mau jatuh korban yang keberapa korban lagi baru di respons?," tanya Rupang.

Jalan satu-satunya adalah mencabut semua izin perusahaan perusak lingkungan dan mereklamasi total seluruh lubang tambang yang menganga.

Data Jatam menunjukan, 43 persen atau 5,2 juta hektare dari daratan Kaltim dengan luas 12,7 juta hektare dikavling dalam 1.404 konsesi izin pertambangan. Miris.

Bagi Rupang, tambang batubara adalah pilihan ekonomi yang membangkrutkan, tidak sedikit uang masyarakat (APBD) harus mengongkosi segala pemulihan dan perbaikan dari kerusakan yang di timbulkan oleh industri keruk ini.

Mulai dari meninggikan rumah, menguras sawah dari lumpur tambang, menggali sedimentasi tanah tambang di Sungai Mahakam dan anak sungainya, semenisasi halaman, membuat tanggul, hingga menambal dan meninggikan jalan.

BACA JUGA: Pengakuan Bu Guru Honorer Pendukung Prabowo – Sandi yang Sudah Ditahan

Setiap tahunnya, APBD Provinsi serta kabupaten/Kota habis digelontorkan hanya untuk memperbaiki segala kerusakan yang dibuat oleh industri ini.

Hilangnya nyawa manusia, dusun atau desa mestinya menjadi pukulan bagi seorang kepala daerah, namun ironinya itu tidak berlaku di sini. "Itu lah, kenapa saya katakan mereka (Pemprov) tak punya nurani. Mati rasa kemanusian," Rupang. (zak/nha)

Simak Juga Video Pilihan Redaksi:

BACA ARTIKEL LAINNYA... Adiwarman Meninggal Dunia, Kami Ikut Berbelasungkawa


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler