jpnn.com, JAKARTA - Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir menyambangi Kejaksaan Agung untuk melaporkan kasus keuangan yang melanda maskapai BUMN PT Garuda Indonesia (Persero).
"Kami berikan bukti-bukti audit investigasi, jadi bukan tuduhan," kata Erick Thohir kepada wartawan di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa.
Menurut Erick, pihaknya menyampaikan terkait rencana pemerintah yang ingin melakukan restrukturisasi untuk menyelamatkan Garuda Indonesia.
BACA JUGA: PLN Sedang Krisis Batu Bara, Erick Thohir Langsung Beri Solusi Nyata
"Juga memberikan sejumlah bukti tentang pembelian pesawat ATR 72-600," bebernya.
Sejak dua tahun terakhir, Garuda dilanda badai keuangan akibat salah kelola di masa lalu yang mengakibatkan utang perusahaan membengkak lebih dari Rp140 triliun.
Kementerian BUMN lantas mengambil langkah restrukturisasi untuk menyelamatkan maskapai pelat merah itu.
Erick Thohir menegaskan Kementerian BUMN akan fokus melakukan transformasi agar Garuda bisa lebih akuntabel, profesional, dan transparan.
"Ini bukan sekedar penangkapan atau menghukum oknum yang ada, tetapi perbaikan administrasi menyeluruh," ujarnya.
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menyampaikan dukungannya terhadap upaya Menteri BUMN Erick Thohir yang ingin membersihkan berbagai perusahaan pelat merah dari indikasi pelanggaran hukum, terkhusus Garuda Indonesia.
"Kami sinkronisasi data dan kami harapkan juga tidak hanya untuk kasus Garuda, tetapi juga kami dorong (pengembangan) kasus lain di BUMN," ucap Burhanuddin.
Saat ini, ada lebih dari 470 kreditur mengajukan klaim kepada Garuda Indonesia dengan batas waktu pada 5 Januari 2022.
Mereka mengajukan klaim penagihan utang hingga USD 13,8 miliar atau setara Rp 198 triliun. Nominal itu merupakan data dari tim pengurus Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Garuda Indonesia.
Setelah tahapan verifikasi selesai, tim PKPU akan memutuskan nominal yang valid dan dapat dimasukkan dalam proses restrukturisasi pada 19 Januari 2022 mendatang.
Manajemen Garuda mengajukan proposal guna mengurangi kewajiban lebih dari 60 persen melalui proses restrukturisasi dengan mengurangi kewajibannya dari USD 9,8 miliar menjadi USD 3,7 miliar.
Proposal yang diajukan itu bertujuan membuat perseroan bertahan dari pandemi COVID-19 yang telah berlangsung selama dua tahun.
Sebelumnya, mantan Komisaris Garuda Indonesia Peter Ghonta sempat membeberkan berbagai masalah di tubuh perseroan dengan kode saham GIAA pada Oktober 2021 lalu.
Peter mengaku sudah melaporkan persoalan yang melanda maskapai Garuda kepada sejumlah lembaga mulai dari Dirjen Kemenkumham hingga Ketua KPK.
Dia membuka permasalahan terkait ada kelompok-kelompok yang berkuasa, selisih harga sewa pesawat Boeing 777-300ER hingga pembelian pesawat CRJ1000. (antara/jpnn)
BACA JUGA: Hadiri Pelantikan Pemuda Katolik, Erick Thohir Mengajak Bekerja Keras
Redaktur & Reporter : Elvi Robia