jpnn.com, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) melaporkan Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada Juli 2021 tercatat sebesar USD 415,7 miliar.
Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono mengatakan ULN tumbuh melambat 1,7 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) dari pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar dua persen (yoy).
BACA JUGA: Utang Luar Negeri Menggunung, Arief Poyuono Beri Saran kepada Jokowi
"Perkembangan tersebut terutama disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan ULN pemerintah," ujar Erwin dalam keterangan resminya di Jakarta, Rabu (15/9).
Menurut dia, ULN pemerintah Juli 2021 mencapai USD 205,9 miliar atau tumbuh 3,5 persen (yoy), melambat dibandingkan dengan pertumbuhan Juni 2021 sebesar 4,3 persen (yoy).
BACA JUGA: Rasio Utang Luar Negeri Indonesia 37,5 Persen dari PDB, Masih Sehat?
Perkembangan tersebut disebabkan penurunan Surat Berharga Negara (SBN) domestik dan pembayaran neto pinjaman bilateral, di tengah penarikan pinjaman luar negeri untuk mendukung penanganan dampak pandemi COVID-19.
Sesuai strategi pembiayaan yang telah ditetapkan, pemerintah juga menerbitkan SBN dalam dua mata uang asing yaitu USD dan Euro pada Juli 2021 untuk memenuhi pembiayaan APBN secara umum.
BACA JUGA: RAPBN 2022 Defisit Rp 868 Triliun, Ini Komitmen Jokowi soal Tingkat Utang
"Termasuk untuk mendukung percepatan pemulihan ekonomi akibat pandemi," kata Erwin dalam keterangan resmi yang dikutip dari bi.go.id, di Jakarta.
Penerbitan SBN valuta asing tersebut memanfaatkan momentum sentimen positif investor yang kuat dan kondusifnya pasar keuangan AS.
Namun, pemerintah terus berkomitmen mengelola ULN pemerintah secara hati-hati, kredibel, dan akuntabel untuk mendukung belanja prioritas.
Belanja tersebut antara lain mencakup sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (17,8 persen dari total ULN pemerintah), sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial (17,2 persen), sektor jasa pendidikan (16,4 persen), sektor konstruksi (15,4 persen persen), serta sektor jasa keuangan dan asuransi (12,6 persen).
"Posisi ULN pemerintah aman karena hampir seluruh ULN memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,9 persen dari total ULN pemerintah," tutur Erwin.
Sementara itu, Erwin menyebutkan ULN swasta pada Juli 2021 tumbuh rendah sebesar 0,1 persen (yoy), setelah mengalami kontraksi sebesar 0,2 persen (yoy) pada Juni 2021, yang disebabkan oleh pertumbuhan ULN perusahaan bukan lembaga keuangan sebesar 1,5 persen (yoy), meski melambat dari 1,7 persen (yoy) pada bulan sebelumnya.
Sedangkan, pertumbuhan ULN lembaga keuangan mengalami kontraksi sebesar 5,1 persen (yoy), lebih rendah dari kontraksi bulan sebelumnya sebesar 6,9 persen (yoy).
"Dengan perkembangan tersebut, posisi ULN swasta pada Juli 2021 tercatat sebesar USD 207 miliar, menurun dibandingkan dengan posisi bulan sebelumnya sebesar USD 207,8 miliar," ucap Erwin.
Berdasarkan sektornya ULN swasta terbesar bersumber dari sektor jasa keuangan dan asuransi, sektor pengadaan listrik, gas, uap/air panas, dan udara dingin, sektor pertambangan dan penggalian, serta sektor industri pengolahan.
"Pangsa mencapai 76,6 persen dari total ULN swasta dan masih didominasi ULN jangka panjang," ungkap Erwin.
ULN Sehat
BI menilai struktur ULN Indonesia tetap sehat, didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya, serta tetap terkendali.
"Tercermin dari rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang tetap terjaga di kisaran 36,6 persen, menurun dibandingkan dengan rasio pada bulan sebelumnya sebesar 37,5 persen," kata Erwin.
Selain itu, struktur ULN Indonesia tetap sehat, ditunjukkan oleh ULN Indonesia yang tetap didominasi oleh ULN berjangka panjang, dengan pangsa mencapai 88,3 persen dari total.
Dalam menjaga struktur tetap sehat, BI dan pemerintah terus memperkuat koordinasi pemantauan perkembangan ULN.
"Didukung penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya, serta peran ULN akan terus dioptimalkan dalam menopang pembiayaan pembangunan dan mendorong pemulihan ekonomi nasional dengan meminimalisasi risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian," tegas Erwin. (mcr10/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
Redaktur & Reporter : Elvi Robia