jpnn.com - JAKARTA - Pengamat media UIN Sunan Kalijaga, Iswandi Syahputra mengatakan media belum menerapkan jurnalisme empati dalam memberitakan peristiwa yang berhubungan dengan musibah. Menurutnya, media massa terutama televisi terlalu gegabah dalam memberitakan peristiwa seperti insiden pesawat AirAsia QZ8501.
"Meliput peristiwa bencana berbeda dari meliput peristiwa biasa, teknik reportasenya juga harus berbeda. Sebaiknya media atau wartawan dalam meliput peristiwa bencana atau konflik menggunakan perspektif empati," kata Iswandi seperti yang dilansir RM Online (Grup JPNN.com), Sabtu (3/1).
BACA JUGA: 160 Tim Penyelemat Handal Rusia Ikut Mencari Korban AirAsia
Lebih lanjut Iswandi menjelaskan bahwa dalam jurnalisme empati, media atau wartawan harus dapat mengerti nilai baik apa yang diinginkan khalayak.
"Apakah menampilkan gambar korban terapung di laut itu baik? Apakah menyajikan analisis bencana berdasar teori konspirasi itu bermanfaat? Apakah mengungkit kehidupan pribadi korban itu dibutuhkan? Rasa duka keluarga korban harus bisa dirasakan secara empati bukan dieksploitasi," tegasnya.
BACA JUGA: Menteri Jonan Memarahi AirAsia, Pilot Tulis Surat Terbuka
Dalam meliput bencana, sambung Iswandi, media massa sebaiknya menyajikan informasi yang mendidik dan menyadarkan hak warga atau korban bencana.
"Dalam kasus musibah pesawat Air Asia media bisa mendalami masalah misalnya, bagaimana langkah evakuasi yang ideal? Bagaimana hak korban dan keluarganya? Kalau ini kelalaian maskapai, apakah perlu ajukan gugatan hukum? Bagaimana pemerintah mengatur dan mengawasi industri penerbangan? Bagaimana pemulihan psikologi keluarga korban yang shock?. Masih banyak sisi lain yang dibutuhkan publik daripada berputar-putar pada berita dramatis dan sensasional", tandasnya. (ian/awa/jpnn)
BACA JUGA: Total 30 Jenazah Korban AirAsia Dibawa ke Surabaya
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dua Anak Ini Cemas Menanti Kabar Ayah, Ibu dan Kakak Sulungnya
Redaktur : Tim Redaksi