jpnn.com, TASIKMALAYA - Petani padi organik di Kabupaten Tasikmalaya berhasil mengembangkan beras organik. Kesuksesan petani salah satunya di Kabupaten di Provinsi Jawa Barat yang telah membawa beras organik Indonesia dinikmati di berbagai negara.
Adang Suparno, seorang petani di Kampung Cipalegor, Desa Kiarajangkung, Kec. Sukahening berbagi kisah suksesnya membudidayakan padi organik.
BACA JUGA: Kementan Tetapkan 7 Calon Varietas Unggul Padi Tipe Khusus
"Awalnya ragu juga, karena kan sudah terbiasa dengan cara konvensional,” kenang Adang sebelum akhirnya mulai berbudidaya beras organik sejak 2008 lalu.
Belakangan dia bersyukur, telah mengambil keputusan mengolah 13 hektar (ha) sawah dengan cara tanam organik.
BACA JUGA: Jasindo dan Kementan Luncurkan Aplikasi SIAP
Padi organik lebih mahal Rp 1.000 - Rp 2.000 rupiah per kilogram, dibanding padi konvensional. Padahal sebagaimana budidaya organik, pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang. Diambil dan dikumpulkan dari kandang ternak kambing dan ternak ayam.
“Pupuk diambil dari kandang ternak yang dipelihara sendiri. Jadi lebih minim biaya, karena tidak perlu mengadakan (membeli) pupuk,” katanya.
BACA JUGA: Ditjen PSP Kementan Tetapkan 5 Program Prioritas
Berbagai kemudahan juga dirasakan, karena Kementerian Pertanian (Kementan) memberikan bantuan sarana produksi padi.
“Dulu ada bantuan dari saprodi mulai dari traktor, mesin rontok. Ini sangat membantu petani untuk penambahan hasil. Membantu jadi lebih cepat, memudahkan, dan hemat biaya,” papar Adang.
Kegigihan dan kesabaran petani padi Indonesia, khususnya di Jawa Barat berbuah manis. Pada 2009 untuk pertama kalinya Indonesia mengekspor beras organik ke Amerika Serikat sebanyak 18 ton.
Setelah itu, ekspor juga dilakukan ke berbagai negara dengan volume ekspor berkisar antara 42 - 152 ton per tahun. Potensi ekspor ini tentu tidak hanya akan menguntungkan petani. Tetapi petani secara aktif juga turut memberi kontribusi dalam menyumbangkan devisa bagi negara.
Setelah melakukan kunjungan ke sentra padi organik di Kab. Tasikmalaya, Jawa Barat beberapa waktu lalu, Peneliti Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian/PSEKP, Kementerian Pertanian (Kementan), Dr. Handewi P. Saliem memberikan gambaran potensi nilai ekspor dari komoditas beras organik.
"Nilainya sekitar Rp 840 juta – Rp 3 miliar per tahun (dengan harga Rp 20.000 perkilogram di tingkat Gapoktan)," ujar Handewi.
Informasi yang didapat Handewi dari Gabungan Kelompok Petani Simpatik di Tasikmalaya, Jawa Barat, volume dan nilai devisa tersebut masih bisa ditingkatkan.
Karena sampai saat ini permintaan dari negara importir beras organik belum semua dapat dipenuhi. Mengingat beberapa keterbatasan yang masih dihadapi dalam memproduksi beras organik.
"Kementan akan melakukan upaya-upaya, agar kendala dan masalah yang dihadapi dalam pengembangan padi organik tersebut bisa diatasi. Sehingga ekspor beras organik Indonesia bisa menjadi sumber pendapatan devisa yang dapat diandalkan," pungkas Handewi.(chi/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kementan Wacanakan Kebijakan Wajib Tanam Kedelai untuk Importir
Redaktur & Reporter : Yessy