jpnn.com - MENDENGAR nama cacing, sebagian banyak orang akan terbayang pada binatang kecil yang membuat geli atau bahkan jijik. Namun, tidak bagi keluarga di Banjar Biaung Kaja, Desa Biaung, Kecamatan Penebel, Tabanan ini.
Sudah puluhan tahun cacing menjadi kawan setia mereka, bahkan menghasilkan pundi-pundi uang bagi keluarga Sukarda.
BACA JUGA: Kisah Mas Tri, Di Jawa jadi Fotografer, Di Papua Jualan Es Dawet
Sebagai binatang yang memiliki protein tinggi, hingga saat ini memang banyak pelanggan yang membeli cacing di tempat Sukarda.
Selain untuk pakan ayam dan ikan, cacing juga diolah menjadi obat, dan terbukti manjur. Seperti apa cara mengolahnya?
BACA JUGA: Pengin Tahu jika Stuntman Patah Tulang Dikasih Uang Berapa? Terlalu!
DEWA RASTANA, Tabanan
BACA JUGA: Kisah Sukses Petani Budi Daya Jamur Tiram
Meski belum dipasarkan secara luas, namun sudah banyak yang membuktikan jika obat yang diberi nama Kapsul Cacing tersebut ampuh untuk menyembuhkan tifus dan maag.
I Made Sukarda, 54, menerangkan jika untuk pembuatan Kapsul Cacing tersebut tidak ia produksi sendiri, melainkan dibantu oleh temannya.
“Jadi teman saya yang membuat jamunya kemudian dikemas dalam kapsul, dan dia mengambil cacing dari saya,” terangnya.
Adapun cara pembuatan kapsul cacing tersebut dimulai dari memblender cacing yang sudah bersih, kemudian menjemur cacing yang sudah halus hingga kering, kemudian barulah dimasukkan ke dalam kapsul.
Sukarda sendiri bersama keluarganya sudah biasa mengonsumsi kapsul cacing tersebut dan terbukti ampuh.
Seringkali juga ia merekomendasikan kapsul cacing tersebut kepada tetangga dan teman-temannya, namun sayang belum dipasarkan secara luas.
“Sejauh ini hanya dari mulut ke mulut saja karena masih akan mengurus izin di BPOM dan memang agak sulit,” lanjutnya.
Disamping itu, media yang digunakan sebagai tempat perkembangbiakan cacing juga memiliki manfaatnya yang tak kalah hebat.
Setelah cacing dipanen, media tersebut akan dikumpulkan dan nantinya akan dijadikan pupuk yang disebut pupuk Kascing.
“Selama saya menggunakan pupuk kascing ini di sawah saya rasa memang bagus, tanaman padi yang biasanya saya panen 60 kilogram bisa saya dapatkan 70 kilogram. Itu karena kandungan dalam media tanah itu kan bermacam-macam, mulai dari jerami, pohon pisang, serbuk kayu, dan lendir dari cacing itu sendiri, ditambah dengan sisa-sisa makanan cacing,” jelasnya.
Hingga saat ini Sukarda sudah memiliki langganan tetap yang membeli cacing di tempatnya. Menurutnya, untuk di wilayah Bali sejauh ini permintaan belum terlalu tinggi.
Dalam sebulan biasanya Sukarda bisa menjual 2-3 kwintal cacing dengan harga Rp 50 ribu per kilogramnya, sedangkan untuk bibit mencapai Rp 200 ribu per kg.
“Sementara di sini sih tidak begitu kewalahan,” ujarnya.
Cacing yang dibudidayakan pensiunan TNI yang terakhir bertugas di Koramil Penebel ini sudah dikirim ke Denpasar, Dalung, Ubung, Singaraja, Jegu, dan sekitarnya.
Untuk mendapatkan hasil panen yang maksimal diperlukan pemeliharaan yang baik. Cacing tidak boleh sampai terlambat diberikan makanan yakni rutin dua kali sehari dengan pakan yang terbuat dari campuran dedak, ampas tahu, serta limbah dapur seperti sisa sayur dan makanan.
Di samping itu juga perlu diperhatikan hama pengganggu seperti semut dan tikus. Berkat ketekunannya dalam berbudidaya cacing, Sukarda bahkan bisa menyekolahkan kedua putranya hingga tingkat Sarjana.
Putra pertama Sukarda, I Wayan Agus Apriana, 32, bahkan seorang TNI AL yang kini bertugas di Pusjarah Mabes TNI Jakarta dengan pangkat kapten.
Sedangkan putra keduanya I Kadek Budi Karmawan, 30, merupakan sarjana jurusan Enginering Otomotif, yang akhirnya memutuskan untuk menekuni budidaya cacing seperti sang ayah.
“Ya saya bersyukur berkat cacing saya bisa menyekolahkan kedua anak saya sampai seperti saat ini,” ungkapnya.
Tak hanya itu, budidaya cacing miliknya juga pernah mewakili Kodim Tabanan dalam Lomba Binter (Pembinaan Teritorial), dalam bidang Ketahanan Pangan pada 2014, karena dinilai berpotensi untuk dikembangkan.
Sejumlah instansi terkait juga sudah sempat berkunjung ke tempat pembudidayaan cacing miliknya, mulai dari instansi di Kabupaten maupun Provinsi.
“Dari Kalimantan juga pernah ada studi banding kesini,” tambahnya.
Sukarda pun mengaku akan terus menekuni budidaya cacing, karena dengan budidaya cacing yang memiliki manfaat sangat banyak.
“Dari cacing saya belajar bahwa tidak selamanya yang kita lihat buruk itu buruk, ada kalanya kita harus mempelajari hal tersebut lebih dulu agar kita paham,” tandasnya.(*/mus/chi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Modal Hanya Rp 500 Ribu, Kini Omzet Ratusan Juta per Bulan
Redaktur : Tim Redaksi