”Tadinya saya sekadar menyukai fashion. Dan awalnya, saya suka merancang aksesori, baru kemudian merancang baju. Menurut saya aksesori itu penting. Kenapa saya ingin menjadi desainer saat itu, karena saya pikir kalau saya mulai dengan merancang aksesori, pasti nantinya akan terjun ke baju juga. Bagi saya, dalam soal penampilan, yang paling penting adalah aksesori,” ungkapnya.
Tahun 2002, dia mulai mendesain baju lalu diekspor ke Brunei Darussalam, Dubai dan Singapura. Tetapi karena krisis dan banyak saingan dari Cina, dia memilih berhenti. ”Kemudian saya diyakinkan kembali oleh suami bahwa saya harus memakai label Ina Thomas. Awalnya, saya tidak mau karena ini hanya hobi saja. Tetapi tanpa sepengetahuan saya, manajemen yang dibawahi Jeremy membangun dan mengatur semuanya,” terangnya.
Lantas, Jeremy mendesaknya untuk menggelar peragaan busana demi mempromosikan pakaian rancangannya tersebut. Sejak itu, dia mencurahkan perhatiannya untuk bidang itu. ”Awalnya, kurang semangat karena saya mengerjakan ini untuk kepuasan diri sendiri. Tetapi ketika Jeremy sudah menyusun semuanya, saya harus fokus. Sekarang saya lebih fokus lagi karena pegawai saya sudah 30-an. Saya tertantang untuk menghidupi mereka. Saya memang tipe orang yang harus punya tantangan,” tuturnya.
Lalu, seperti apa sebenarnya gaya berpakaian yang disukai ibu dua anak itu? ”Sebenarnya kalau dilihat gaya sehari-hari, saya suka pakai legging, kaus oblong, kalung-kalung, bolero dan tas besar. Salah satu desainer saya bertanya, kenapa tidak mengeluarkan koleksi seperti ini? Saat itu saya pikir, oh mungkin untuk second line saja. Tiga tahun kemudian, Jeremy membuat website-nya. Jadi, lahirlah merek Rock Darling. Dan saya mulai berpikir untuk mengeluarkan busana kasual yang ready-to-wear,” pungkasnya. (dew)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Album Baru The Dance Company Rilis Tahun Depan
Redaktur : Tim Redaksi