Berkoar-koar Saja Tidak Cukup, DPRD Perlu Sentil Anies dengan Interpelasi

Sabtu, 27 Februari 2021 – 18:28 WIB
Peneliti Formappi, Lucius Karus. FOTO: Radar Bandung/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Peneliti Forum Masyarakat Perduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus menghormati langkah Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengajukan interpelasi terhadap Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Lucius mengatakan, langkah ini mendapatkan dukungan dari seluruh fraksi di legislatif.

BACA JUGA: Korban Banjir Jakarta Memohon kepada DPRD DKI: Tolong Panggil Pak Anies!

"Saya kira sih kita menghormati langkah PSI yang ingin menggunakan hak interpelasi mereka dalam memaksimalkan pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap kinerja Pemerintah," katanya saat dihubungi.

Dia menilai, usulan PSI ini tentu langkah maju karena minimal menggunakan jalur resmi dalam rangka mengevaluasi kebijakan-kebijakan yang diambil Pemprov.

BACA JUGA: PSI Ingin Interpelasi Anies Baswedan, Riza Patria Bilang Begini

Ini juga menjadi langkah DPRD DKI melakukan pengawasan terhadap eksekutif.

"Daripada hanya berkoar-koar saja, memang lebih bijak untuk memaksimalkan prosedur resmi yang tersedia untuk mengawasi, mengevaluasi atau menguji kebijakan-kebijakan eksekutif," ujarnya.

BACA JUGA: Jakarta Banjir, Anies Copot Kadis Sumber Daya Air, Politikus PDIP Komentar Begini

"Sebagai sebuah langkah pengawasan, mestinya fraksi-fraksi lain tak perlu terlalu menganggap langkah PSI ini merupakan sesuatu yang berlebihan. Fraksi-fraksi di DPRD mestinya bisa mendukung penggunaan hak interpelasi ini untuk memastikan banyak dugaan pelanggaran kebijakan pemerintah bisa terkonfirmasi langsung," tambah Lucius.

Dia mengimbau, DPRD DKI jangan berpikir negatif mengenai hak interpelasi.

Seolah-olah langkah tersebut pasti akan berujung pada impeachment.

Langkah ini hanya sebuah mekanisme pengawasan resmi yang dimiliki oleh DPRD DKI untuk memastikan eksekutif bisa mempertanggungjawabkan kebijakan mereka yang dianggap bermasalah.

"Tentu saja tak bisa dicegah jika pengaruh kepentingan politik akan juga sangat terlihat dalam proses penggunaan hak interpelasi tersebut. Ini juga sesuatu yang wajar mengingat anggota DPRD merupakan politisi-politisi parpol yang pasti akan memperjuangkan kepentingan partainya," terangnya.

Oleh karena itu, Lucius mengungkapkan, penggunaan hak interpelasi pun bisa akan dinilai dari perspektif kepentingan politik. Pro kontra akan menjadi sesuatu yang wajar.

"Proses-proses itu, selagi bisa disaksikan oleh publik maka akan menjadi sebuah proses pembelajaran yang baik dalam perpolitikan kita," tutupnya.

Sebelumnya,Fraksi PSI di DPRD DKI Jakarta mengajukan hak interpelasi terhadap Gubernur DKI Anies Baswedan atas penanganan banjir.

Wakil Ketua Fraksi PSI Justin Untayana menganggap Anies lalai menangani banjir.

PSI mengkritisi ketidakjelasan masterplan penanggulangan banjir, ketidakseriusan pembebasan lahan normalisasi, dan kebingungan kosa kata serta mandeknya normalisasi maupun naturalisasi sungai yang tidak ada kemajuan sama sekali.

Padahal, kata Justin, Anies telah menjabat selama 3,5 tahun, namun justru mendorong revisi RPJMD untuk menghapus normalisasi dari RPJMD.

"Sampai dengan saat ini Bapak Gubernur sudah menjabat kurang lebih sekitar 3,5 tahun tapi program-program pencegahan banjir seperti tidak ada kemajuan," tukasnya.

Pemprov DKI yang dikomandoi Anies juga dianggap lamban melalukkan pembebasan lahan yang bertujuan normalisasi sungai.

Ini pula,menurut Justin, penyebab utama terhambatnya upaya Kementerian PUPR melakukan pekerjaan konstruksi di lapangan.

"Saat itu, Pemprov DKI tidak bersedia mencairkan anggaran normalisasi dengan alasan defisit. Tapi di Desember 2019 dan Februari 2020, Gubernur malah mencairkan anggaran commitment fee Formula E sebesar Rp 560 miliar. Bertahun-tahun anggaran banjir tidak menjadi prioritas sama sekali," tutur Justin.

Justin menyoroti tidak adanya solusi dari Anies.

Justru, Anies dianggap hanya membicarakan tentang penyebab banjir dan evakuasi korban banjir.

Seperti saat menjelaskan penyebab banjir di Kemang, Jakarta Selatan karena Kali Krukut yang meluap.

"Saat terjadi banjir di Kemang pada tahun 2016, Dinas Sumber Daya Air dan Dinas Cipta Karya telah mendata ratusan bangunan di Kemang yang akan ditertibkan untuk melebarkan Kali Krukut menjadi 20 meter. Tapi rencana ini berhenti di pemerintahan Anies Baswedan," ucapnya. (dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler