Perdana Menteri Australia Anthony Albanese akan berkunjung ke Indonesia pada akhir pekan ini. Bisakah dia menata kembali hubungan kedua negara yang kerap diwarnai kesalahpahaman dan ketidakpercayaan?

Sudah menjadi tradisi tak tertulis bagi pemimpin pemerintahan dan pemimpin oposisi yang baru terpilih di Australia, untuk menjadikan Indonesia sebagai negara tujuan kunjungan resmi pertamanya.

BACA JUGA: Baru Dilantik, PM Australia Pilih Indonesia Jadi Destinasi Pertama

Dalam kata-kata mantan PM Tony Abbott, "Kami mendahulukan Jakarta daripada Jenewa".

Tradisi ini kembali akan dilakukan oleh PM Albanese yang terpilih dalam Pemilu Federal 21 Mei 2022, yang akan berkunjung ke Jakarta bersama Menlu Penny Wong.

BACA JUGA: Laki-laki Enggan Mengisi Lowongan Kerja yang Banyak Tersedia di Panti Jompo Australia

Meski PM Albanese dan Menlu Penny Wong telah berkunjung ke Tokyo untuk pertemuan negara-negara QUAD (AS, Jepang, India dan Australia) pekan lalu, namun hal itu lebih disebabkan oleh kewajiban untuk hadir serta jadwal pertemuan yang telah ditentukan sebelum Pemilu Australia. 

Menlu Penny bahkan melanjutkan kunjungannya ke negara-negara Pasifik, tak lama setelah kembali dari pertemuan QUAD, sebagai upaya mengimbangi diplomasi Menlu Tiongkok di kawasan itu pada waktu yang bersamaan.

BACA JUGA: Warga Shanghai Bersuka Ria dengan Berakhirnya Lockdown Ketat Selama Dua Bulan Terakhir

Alumni Griffith University Dr Ahmad Rizky Umar, yang meneliti hubungan Indonesia dan Australia, menyebut pemahaman yang lebih baik tentang perbedaan pendekatan ke Tiongkok akan menjadi faktor yang menentukan.

"Salah satu isu yang menghambat hubungan kedua negara yaitu kurangnya pemahaman warga Indonesia tentang Australia," ujar Dr Rizky kepada Linda Mottram dari ABC Radio.

Menurut dia, secara umum warga Indonesia tidak begitu tertarik untuk datang ke Australia karena mereka milihat adanya pilihan lain yang lebih baik.

Sebagai perbandingan, kata Dr Rizky, jumlah orang Indonesia yang berkunjung ke Amerika Serikat jauh lebih banyak dibandingkan dengan yang berkunjung ke Australia.

"Selain itu juga terkait dengan hambatan dalam soal visa kunjungan biasa yang sangat ketat dan memang tidak ada pemahaman mendalam tentang Australia di kalangan masyarakat Indonesia," jelas Dr Rizky.

Dia menyebutkan hasil polling sejumlah lembaga tentang persepsi orang Indonesia tentang Australia menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia menganggap kunjungan ke Australia sangat mahal biayanya.

Sementara semakin banyak orang Indonesia memiliki kemampuan berbahasa Inggris, sebaliknya jumlah orang Australia yang bisa berbahasa Indonesia sangatlah terbatas.

"Orang Australia banyak yang berkunjung ke Indonesia karena menganggap Indonesia sebagai tujuan wisata," jelasnya.

Namun, kata Dr Rizky, hal itu tidak serta-merta mencerminkan besarnya pemahaman mendalam orang Australia tentang Indonesia.

Dikatakan, masyarakat Australia perlu melihat Indonesia lebih dari sekadar tempat untuk berwisata. Sebaliknya, masyarakat Indonesia perlu melihat Australia bukan hanya sebagai tempat melanjutkan pendidikan.

Ditanya tentang kekhawatiran Australia terhadap meningkatnya pengaruh Tiongkok di kawasan dan bagaimana masyarakat Indonesia melihat hal tersebut, Dr Rizky mengatakan Australia dan Indonesia memiliki pandangan yang sangat berbeda tentang Tiongkok.

Menurut dia, negara-negara ASEAN pada umumnya berbeda pandangan dengan negara-negara Barat dalam isu Tiongkok, karena mereka lebih mendahulukan stabilitas kawasan.

"Australia dapat memainkan perannya dalam meyakinkan Indonesia dan negara-negara ASEAN bahwa Australia merupakan negara mitra yang dapat dipercaya dalam mengatur stabilitas kawasan," jelasnya.

Kepastian kunjungan PM Albanese dan Menlu Penny Wong ke Jakarta telah disampaikan dalam pertemuan kaukus Partai Buruh Australia (ALP) di Canberra pekan lalu.

Rencana kunjungan ini juga pernah disampaikan oleh PM Albanese selama masa kampanye Pemilu, menunjukkan tekadnya untuk menata kembali hubungan Australia dengan negara-negara ASEAN pada umumnya, dan Indonesia pada khususnya.

PM Albanese kerap berbicara tentang betapa pentingnya posisi Indonesia, negara tetangga Australia dengan populasi 270 juta jiwa.

Dia telah memilih Indonesia sebagai tujuan kunjungan pertamanya saat terpilih menjadi pemimpin oposisi Partai Buruh di tahun 2019.

Di bawah Pemerintahan Partai Buruh pimpinan PM Kevin Rudd, Albanese juga beberapa kali berkunjungan ke Indonesia dalam kapasitas sebagai seorang menteri.

Di bawah Pemerintahan PM Scott Morrison sebelumnya, hubungan antara Canberra dan Jakarta juga mengalami perkembangan, antara lain dengan dicapainya perjanjian perdagangan bebas IA CEPA.

Namun sejumlah isu muncul ke permukaan selama periode tersebut, termasuk ganjalan dalam isu HAM, Konflik Israel dan Palestina, serta yang terbaru yaitu isu kesepakatan armada kapal selam Australia melalui kerangka AUKUS.

Menlu Penny Wong saat masih menjadi Menlu bayangan menyatakan Pemerintahan PM Morrison telah mengabaikan hubungan dengan Jakarta.

"Jakarta menerima kunjungan internasional tingkat tinggi yang stabil selama pandemi, termasuk tiga kali kunjungan Menlu Tiongkok Wang Yi. Sebaliknya, Menlu Marise Payne maupun PM Scott Morrison belum pernah ke Indonesia sejak Desember 2019," katanya dalam artikel di koran Financial Review Juni tahun lalu.

Simak artikel lainnya dari ABC Indonesia.

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pasien Kanker Memohon Agar Adiknya tidak Dideportasi dari Australia

Berita Terkait