jpnn.com, BANDUNG - Azan Subuh baru saja selesai berkumandang. Ayam berkokok dengan lantang, tanda pagi akan segera datang.
Setelah menunaikan kewajibannya sebagai seorang Muslim, Saparman (50) berjalan menuruni tangga dengan bantalan lutut untuk menyiapkan dagangannya di lantai dasar Rusunawa Baleendah, tempat dia telah tinggal selama sebelas tahun terakhir.
BACA JUGA: Rusunawa di Kendal Berubah Fungsi jadi RS Darurat Covid-19, Ini Tampilannya
Sebuah motor roda tiga listrik dari Kemensos terparkir gagah di sana. Di belakangnya ada rak kaca berisi rentengan kopi, susu, teh þarik, dan tisu bungkus berbagai merek, mi instan cup, serta masker nonmedis yang disusun dengan rapi.
Saparman beranjak ke kompor untuk memasak air. Setelah mendidih, dia memasukkan air panas ke dalam termos dengan hati-hati.
BACA JUGA: Kemensos Siap Mendukung Penguatan PPKM Darurat, dari Dapur Umum hingga BST
Siluet sinar mentari sudah mulai memerah di kaki langit. Motor listrik Saparman menuruni ramp rusun, menyusuri jalan raya di Baleendah dengan kecepatan sedang. Tujuan pertamanya adalah SMPN 1 Baleendah, di mana ia biasa mangkal untuk berjualan.
“Biasanya saya keliling Baleendah, Bojongsoang, Dayuhkolot, Batununggal, Kebon Kelapa sampai ke Alun-alun Kota Bandung dan Masjid Raya Bandung, tetapi karena sedang PPKM jadi hanya keliling di sekitar Baleendah dan Buahbatu,” kata Saparman saat ditemui di Baleendah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Senin (12/7) lalu.
Setelah mangkal di sekolah, Saparman berpindah tempat ke Rumah Sakit Al Ihsan Baleendah hingga Dzuhur, lalu pulang untuk mengisi termos dan beristirahat.
“Sore hari saya berangkat lagi ke Carrefour Buah Batu, jualan sampai magrib atau sampai air termos habis, lalu pulang lagi jam 7 malam," kata Saparman.
Sebelum mendapatkan bantuan ATENSI dari Kemensos berupa motor roda tiga listrik, Saparman mengaku berjualan tisu di berbagai sudut jalan arteri Kota Bandung.
“Dulu, saya jualan tisu di trotoar, prapatan dan lampu merah di Bandung. Sama sekali tidak ada alat bantu, saya jalan pakai dengkul dan bawa ransel di punggung, sementara di masing-masing tangan saya pegang tiga tisu bungkus untuk ditawarkan ke pengemudi mobil yang lewat di Dago, Braga dan Leuwipanjang," kenang Saparman.
Berhubungan keterbatasan modal, Saparman menjual tisu milik orang lain dengan sistem setoran. Penghasilannya pun tak menentu.
"Dulu pernah sehari saya hanya dapat Rp3 ribu. Saya cuma bisa bersabar saja, namanya juga jualan,” kata bapak dua orang anak ini.
Sebelum punya motor listrik, Saparman harus berganti-ganti moda transportasi untuk berjualan dari satu daerah ke daerah lain. Dengan pendapatan minim, Saparman merasa bersyukur karena masih banyak orang baik yang membantunya.
“Sopir-sopir angkot enggan menerima ongkos yang saya berikan, malahan saya yang dikasih uang oleh mereka,” ujar perantau asal Padang Pariaman ini.
Setelah mendapatkan bantuan motor roda tiga listrik, kini Saparman beralih profesi menjadi penjaja tisu dan minuman keliling.
"Sehari minimal dapat Rp45 ribu, paling banyak bisa Rp80 ribu sampai Rp120 ribu. Alhamdulillah meskipun enggak tentu tetapi masih cukup untuk makan sehari-hari dan beli stok jualan selanjutnya,” kata Saparman.
Karena berjualan keliling Kota dan Kabupaten Bandung, pelanggannya pun tersebar di berbagai tempat.
Adek (64) adalah salah satu pelanggan setia Saparman. Adek mengaku sudah mengenal Saparman sejak 2007 saat mereka berdua berjualan bersampingan di SMPN 1 Baleendah.
"Dulu pas Abah (Saparman) masih pakai kaki palsu di salah satu kakinya, dia jualan cilok pakai gerobak, sementara saya yang dulu jualan kopi," kata pedagang fried chicken dan cilok goreng ini.
Adek kerap membeli kopi susu dari lapak Saparman karena keramahannya. Ia turut senang dengan bantuan ATENSI dari Kemensos yang diterima Saparman.
"Alhamdulillah dengan adanya bantuan ini semoga bisa memudahkan Abah dalam berjualan karena bisa keliling ke mana-mana," kata Adek.
Hal senada juga disampaikan Bima Muhammad Arief (28), seorang pengemudi ojek daring yang beberapa kali membeli dagangan Saparman. Sama-sama memiliki mobilitas tinggi, Bima kerap bertemu dengan Saparman di berbagai lokasi.
"Kalau lagi nongkrong sama pengemudi ojek daring lain, Mas Parman sering lewat sambil nawarin kopi, jadi kami beli kopinya," kata Bima.
Sesuai dengan arahan Menteri Sosial Tri Rismaharini, pada tahun ini Kemensos mendorong mobilitas penyandang disabilitas dengan membuat alat bantu disabilitas sebanyak 490 unit dengan total nilai Rp15 miliar.
Saparman merasa bersyukur dan berterima kasih kepada Kemensos karena menjadi salah satu penerima bantuan ATENSI berupa motor roda tiga listrik dan modal usaha yang ia terima dari Balai "Inten Suweno" Cibinong pertengahan Juni lalu.
"Motor ini jadi 'kaki' pengganti saya dalam menyambung hidup dan harapan," ujar Saparman.
Ke depannya, Saparman berharap agar bisa menambah modal usaha agar jenis barang yang ia jual di rak motornya bertambah.
"Meskipun fisik saya terbatas, saya tidak akan mundur. Pengalaman pahit di masa lalu sebagai seorang disabilitas tidak menyurutkan semangat saya untuk terus berjualan," kata Saparman dengan optimistis.(jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi