jpnn.com, SURABAYA - Bank Sampah Induk Surabaya mulai menggandeng pelayanan kesehatan. Nasabah bank sampah yang ingin berobat di layanan kesehatan tersebut bisa menggunakan sampah yang sudah ditabung. Namun, jumlah layanan kesehatan yang bekerja sama terbatas.
Sejauh ini baru dua klinik yang mengajukan kerja sama dengan Bank Sampah Induk Surabaya. Keduanya berada di sekitar area bank sampah tersebut, yakni Klinik Utama Welas Asih Medika dan Klinik Pratama Sebelas Medika di Ngagel.
BACA JUGA: Indonesia Tunjukan Aksi Kurangi Sampah Plastik di COP24
Nasabah bisa menggunakan saldo yang dimiliki untuk mendapatkan layanan kesehatan atau pengobatan di dua faskes itu.
Humas Bank Sampah Induk Surabaya Nurul Chasanah menjelaskan, sistem yang digunakan adalah menggunakan saldo yang dimiliki nasabah.
BACA JUGA: Indonesia Sampaikan Penanganan Sampah di COP24 Polandia
Jika saldo sudah mencukupi, nasabah bisa menukarkan sejumlah saldo tertentu dengan kupon layanan kesehatan di salah satu klinik.
''Syaratnya memang harus punya saldo dulu baru bisa menukarkan dengan kupon,'' jelasnya.
BACA JUGA: Bank Sampah Tumbuhkan Sirkular Ekonomi Masyarakat
Namun, cara tersebut memang akan membuat nasabah harus menabung ekstra. Sebab, nominal yang dibutuhkan sekitar Rp 50 ribu. Nurul menjelaskan, nominal itu setara jumlah sampah yang sangat banyak.
Misalnya, untuk botol plastik, dibutuhkan 15 kilogram sampah. Per kilogramnya bisa mencapai puluhan botol. Begitu juga dengan sampah kertas, dibutuhkan setidaknya 20 kilogram sampah.
Meski begitu, program tersebut bisa berdampak positif. Masyarakat diajak peduli lingkungan dengan mengumpulkan sampah-sampah layak daur ulang untuk mendapatkan layanan kesehatan. Karena itu, program tersebut tidak tertutup kemungkinan bisa diterapkan di faskes lain.
Nurul menyatakan, pihaknya membuka kemungkinan kerja sama dengan klinik lain. Terutama di sekitar wilayah dengan jumlah nasabah yang tinggi.
''Misalnya, di Sukolilo, nasabah kami paling banyak di sana sampai banyak RW. Kami harap bisa kerja sama dengan klinik di sana sehingga nasabah bisa mendapatkan manfaat lebih,'' jelasnya.
Sampah kering menjadi perhatian pemkot sejak beberapa tahun terakhir. Warga diajak ikut berpartisipasi dalam pengelolaan sampah.
Imbauan itu menyusul program pemkot yang menyediakan pusat pengolahan sampah terpadu di mana sampah-sampah warga dipilah kembali. Yang kering dan bisa didaur ulang akan dipisahkan dari sampah basah serta limbah.
Sampah-sampah kering, terutama botol, kini dibuat bernilai ekonomis. Salah satunya melalui penerapan pembayaran Suroboyo Bus.
Alih-alih menggunakan uang, pemkot menerapkan pembayaran dengan sejumlah sampah botol yang layak didaur ulang. Hasil dari pembayaran tersebut kemudian diolah kembali serta dilelang dinas kebersihan dan ruang terbuka hijau (DKRTH).
Sebelumnya, sampah anorganik tersebut biasanya diolah di Pusat Daur Ulang (PDU) Jambangan dan Sutorejo. Sampah-sampah itu diolah dengan mesin press sehingga bisa digunakan untuk keperluan lain yang bernilai ekonomis. Misalnya, sampah karet sandal jepit bisa diolah kembali menjadi alas jogging track.
Sementara itu, ide tersebut mendapatkan apresiasi positif dari legislatif. Anggota Komisi B DPRD Surabaya Achmad Zakaria menilai bahwa program serupa pernah diterapkan di kota lain dan berhasil.
Hanya, penyelenggara harus membedakan jenis layanan agar tidak tumpuk dengan jaminan kesehatan nasional (JKN).
''Sebetulnya bagus, tapi harus dibedakan dengan JKN yang memberikan pelayanan dasar. Perlu ada keterlibatan dari dinas terkait (dinas kesehatan, Red),'' jelasnya. (deb/c22/git/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemprov DKI Perbanyak Bank Sampah
Redaktur & Reporter : Natalia