jpnn.com, JAKARTA - Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri menyebut pentingnya transformasi sosial sebagai sebuah jalan agar Indonesia tak hanya mementingkan diri sendiri, tetapi juga memikirkan dunia.
Dia mengatakan itu dalam orasi ilmiah di Universitas Tunku Abdul Rahman (UTAR), Selangor, Malaysia, Senin (2/10) setelah menerima gelar doktor kehormatan (Honoris Causa/HC) di bidang transformasi sosial dari kampus yang sama.
BACA JUGA: Megawati Sampai Dapat Gelar HC Perdana dari Kampus di Malaysia Ini, Apa Jasanya?
Menurut Megawati, transformasi sosial suatu bangsa tidak bisa dilepaskan dari keseluruhan pemahaman terhadap sejarah, budaya, dan kondisi geografis.
Namun, Indonesia punya Pancasila yang menjadi dasar bernegara untuk menerapkan transformasi sosial dalam berpolitik.
BACA JUGA: Kaesang Gabung PSI, Pakar Lihat Sinyal Kemarahan Megawati
“Dengan cara pandang itu, Indonesia berperan aktif dalam memperjuangkan tata dunia baru yang bebas dari kolonialisme dan imperialisme,” kata Megawati, Senin.
Ketum PDI Perjuangan itu kemudian menyinggung penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika 1955 di Bandung, Gerakan Non-Blok tahun 1961 di Beograd, dan Pidato Bung Karno di PBB pada 1960 yang dikenal dengan To Build the World A New menyikapi langkah Indonesia yang komitmen terhadap transformasi sosial.
BACA JUGA: Megawati Sebut Orang Luar Tak Bisa Jadi Ketum PDIP, Pakar: Sentilan untuk Keluarga Jokowi
“Keseluruhan dokumen yang berkaitan dengan tiga momen bersejarah tersebut kini telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai Memory of the World,” katanya.
Menurut Megawati, bangsa Indonesia tidak hanya sekadar melakukan social engineering untuk melepaskan berbagai hambatan kemajuan.
Lebih dari itu, dengan adanya prinsip kemanusiaan dan internasionalisme sebagai makna filosofis sila kedua Pancasila, Indonesia diajarkan memahami posisi sebagai warga dunia.
“Dalam perspektif ini, pembangunan suatu bangsa tidak bisa hanya bersifat egosentris atas kepentingan nasionalnya semata, tetapi harus juga memahami global needs ataupun global concerns,” kata Megawati.
Oleh karena itu, selain berpikir bagaimana untuk maju dalam pembangunan, bangsa Indonesia juga harus memikirkan isu-isu dunia sekaligus.
Misalnya, tuntutan agar dunia harus lebih progresif di dalam mengatasi global warming, pencemaran lingkungan, dan biodiversity loss, serta tantangan kemiskinan dan ketimpangan ekonomi (economic inequality), digitalisasi, dan transisi energi.
"Oleh karena itu, transformasi sosial juga berorientasi pada bumi yang lebih hijau, ramah lingkungan, berorientasi pada green economy, dan beroperasi secara circular dengan meminimalkan dampak dan hasil samping seperti limbah dan emisi Gas Rumah Kaca,” kata Megawati.
Putri Proklamator RI Soekarno atau Bung Karno itu mengatakan transformasi sosial bagi Indonesia tidak bisa dilepaskan dari tanggung jawab ideologis berdasarkan Pancasila.
Dengan demikian, tantangan transformasi sosial Indonesia ialah bagaimana merancang suatu strategi kebudayaan guna menempuh jalan migrasi paling efektif untuk peningkatan peradaban yang lebih baik.
“Transformasi sosial Indonesia merupakan suatu perubahan yang terencana, berakar pada Pancasila dan jati diri bangsa, tetapi membuka diri terhadap berbagai gagasan kemajuan yang didorong oleh penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, riset, dan inovasi,” kata Megawati.
Dia kemudian mengatakan transformasi sosial bagi Indonesia menyentuh perubahan mentalitas, kultur suatu bangsa, disiplin, peningkatan kualitas pendidikan, kesehatan, dan harapan hidup.
“Hasil yang diharapkan adalah agar berbagai persoalan kemasyarakatan seperti korupsi, kemiskinan, ketimpangan sosial, kebodohan, ketidaksetaraan gender, radikalisme dan ekstremisme dapat diatasi secara elegan dan tuntas,” pungkasnya.
Megawati saat menerima gelar didampingi putranya M. Rizki Pratama, putrinya Puan Maharani, cucu, dan para sahabat.
Mantan Menteri ESDM dan Menteri Pertahanan RI Purnomo Yusgiantoro, Kepala BPIP Yudian Wahyudi, Kepala BRIN Laksana Tri Handoko, dan Wakil Kepala BRIN Amarulla Octavian, dan Dubes RI untuk Malaysia Indera Hermono hadir di acara tersebut.
Ketua DPP PDIP bidang luar negeri Ahmad Basarah, Ketua DPP PDIP bidang kelautan dan perikanan Rokhmin Dahuri, serta tiga legislator PDIP Diah Pitaloka, Charles Honoris dan Mufti Aimah Nurul Anam hadir di acara tersebut.
Jajaran UTAR sendiri dipimpin oleh Tun Dr. Ling Liong Sik, Canselor Universiti Tunku Abdul Rahman; Prof. Azlinda binti Azman yang merupakan Ketua Pengarah Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Tinggi Malaysia; Tan Sri Dato’ Seri Dr. Ting Chew Peh yang merupakan Ketua Senat Guru Besar; hingga Prof. Dato’ Dr. Ewe Hong Tat, yaitu Presiden Universiti Tunku Abdul Rahman.
Menurut Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto, gelar doktor kehormatan dari UTAR ini adalah gelar yang kesepuluh.
"Ini menjadi gelar doktor kehormatan ke-10 bagi Ibu Megawati. Penganugerahan gelar doktor kehormatan ini merupakan pengakuan atas kontribusi Ibu Megawati di bidang sosial, pendidikan, inovasi dan penelitian. PDI Perjuangan sangat bangga dengan pemberian gelar doktor kesepuluh kepada Ibu Megawati Soekarnomputri,” kata Hasto. (ast/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bertolak ke Malaysia, Megawati akan Menerima Gelar Doktor Kehormatan dan Temui PM Anwar Ibrahim
Redaktur : M. Rasyid Ridha
Reporter : Aristo Setiawan