Sebanyak 17 cyclist Indonesia pekan ini berada di Amerika Serikat, bersepeda mengikuti rute Tour of California, ajang balap terbesar di negeri Paman Sam. Berikut catatan AZRUL ANANDA, direktur utama koran Jawa Pos, dibantu YUDY HANANTA dan DIPTA WAHYU.ââ¬Â¨
= = = = = = = = =
BERSEPEDA di berbagai negara atau benua, mengikuti ajang-ajang balap terbesar di dunia. Ucapan (atau keinginan) itu tercetus di komunitas bersepeda saya di Surabaya sejak tahun lalu.ââ¬Â¨Ã¢â¬Â¨ Apalagi setelah 16 orang dari kami mendapatkan pengalaman tak terlupakan pada Juli 2012. Mengikuti rute dan kehebohan Tour de France, ajang balap sepeda paling kondang di dunia.ââ¬Â¨
''Kalau bisa, harus bersepeda di semua benua. Eropa, Amerika, Australia, negara-negara Asia, dan Afrika. Tapi, pastikan Afrika yang terakhir. Kita harus memastikan kemampuan kita sudah sangat teruji supaya bisa mengayuh cepat seandainya dikejar-kejar singa," celetuk Khoiri Soetomo, salah satu founder Surabaya Road Bike Community (SRBC), komunitas yang memprakarsai program ini bersama Jawa Pos Cycling.ââ¬Â¨
Tahun lalu Khoiri -dan putranya Satrio Wicaksono- ikut bersama rombongan menikmati rute Tour de France. Waktu itu pengalaman benar-benar tak akan pernah terlupakan. Kami tinggal di kawasan Pegunungan Pyrenees, di selatan Prancis. Setiap hari melakoni tanjakan-tanjakan maut Tour de France. ââ¬Â¨Ã¢â¬Â¨
Kami juga merasakan hebohnya bersepeda di Champs-Elysees, jalan paling kondang di Paris yang setiap tahun menjadi arena finis lomba terheboh itu. Kami mengelilingi Champs-Elysees saat jalan ditutup, pagi sebelum etape penutup. Ribuan orang sudah mengelilingi pinggir jalan, menyoraki kami saat berkeliling. Rasanya seperti menjadi pembalap beneran!ââ¬Â¨
Sejak saat itu pula muncul niat untuk melakoni program serupa pada 2013, di tempat yang berbeda.ââ¬Â¨
Walau masih banyak yang ingin ke Eropa lagi, program tahun ini akhirnya menuju Amerika. Pilihannya mengikuti Tour of California, yang kini memasuki tahun kedelapan penyelenggaraan, dan sudah mengukuhkan diri sebagai ajang balap sepeda terbesar di negeri Paman Sam.ââ¬Â¨Ã¢â¬Â¨
Dalam hitungan jam, belasan teman bersepeda menyatakan ikut. Banyak peserta program tahun lalu kembali mengulang. Khoiri Soetomo kembali ikut. Begitu pula Bambang Poerniawan, ''Tonny'' Budianto Tanadi, dan Sun Hin Tjendra dari Surabaya. Menyusul Liem Tjong San dari Makassar dan Sony Hendarto dari Madiun.ââ¬Â¨
Ikut kembali pula Prajna Murdaya, pengusaha terkenal dari Jakarta, yang pernah tinggal sampai 20 tahun di Amerika. Tepatnya di kawasan San Francisco, kota yang menjadi basis bersepeda kami nanti.
Semua seperti reuni Tour de France. Bagi Prajna yang lulusan Stanford University, ini reuni plus pulang kampung.ââ¬Â¨
Setelah itu, beberapa yang lain bergabung. Para founder SRBC yang bergabung adalah Teddy Moelijono (ketua), Siswo Wardojo, Arie Sutandio, dan Aris Utama. Menyusul Tatang Martadinata dan Yudy Hananta, bos tabloid Ototrend (Jawa Pos Group). Sony mengajak temannya di Madiun, Slamet Santoso. ââ¬Â¨
Aris semula bingung antara ikut atau tidak. Tapi, rekannya di Amerika mendorongnya untuk ikut. ''Teman saya bilang, ikut program seperti ini bisa jadi hanya sekali seumur hidup. Jadi saya harus ikut,'' ucapnya.ââ¬Â¨
Semula, 15 orang sudah dianggap cukup. Total 16 bersama fotografer (Dipta Wahyu dari Jawa Pos). ââ¬Â¨Ã¢â¬Â¨
Pada last minute, bergabunglah dua maniak bersepeda dari komunitas Free Surabaya: Edwin Djunaidi Rachman dan Rudi ''Oye'' Sudarso.ââ¬Â¨Ã¢â¬Â¨
= = = = = = = = =
BERSEPEDA di berbagai negara atau benua, mengikuti ajang-ajang balap terbesar di dunia. Ucapan (atau keinginan) itu tercetus di komunitas bersepeda saya di Surabaya sejak tahun lalu.ââ¬Â¨Ã¢â¬Â¨ Apalagi setelah 16 orang dari kami mendapatkan pengalaman tak terlupakan pada Juli 2012. Mengikuti rute dan kehebohan Tour de France, ajang balap sepeda paling kondang di dunia.ââ¬Â¨
''Kalau bisa, harus bersepeda di semua benua. Eropa, Amerika, Australia, negara-negara Asia, dan Afrika. Tapi, pastikan Afrika yang terakhir. Kita harus memastikan kemampuan kita sudah sangat teruji supaya bisa mengayuh cepat seandainya dikejar-kejar singa," celetuk Khoiri Soetomo, salah satu founder Surabaya Road Bike Community (SRBC), komunitas yang memprakarsai program ini bersama Jawa Pos Cycling.ââ¬Â¨
Tahun lalu Khoiri -dan putranya Satrio Wicaksono- ikut bersama rombongan menikmati rute Tour de France. Waktu itu pengalaman benar-benar tak akan pernah terlupakan. Kami tinggal di kawasan Pegunungan Pyrenees, di selatan Prancis. Setiap hari melakoni tanjakan-tanjakan maut Tour de France. ââ¬Â¨Ã¢â¬Â¨
Kami juga merasakan hebohnya bersepeda di Champs-Elysees, jalan paling kondang di Paris yang setiap tahun menjadi arena finis lomba terheboh itu. Kami mengelilingi Champs-Elysees saat jalan ditutup, pagi sebelum etape penutup. Ribuan orang sudah mengelilingi pinggir jalan, menyoraki kami saat berkeliling. Rasanya seperti menjadi pembalap beneran!ââ¬Â¨
Sejak saat itu pula muncul niat untuk melakoni program serupa pada 2013, di tempat yang berbeda.ââ¬Â¨
Walau masih banyak yang ingin ke Eropa lagi, program tahun ini akhirnya menuju Amerika. Pilihannya mengikuti Tour of California, yang kini memasuki tahun kedelapan penyelenggaraan, dan sudah mengukuhkan diri sebagai ajang balap sepeda terbesar di negeri Paman Sam.ââ¬Â¨Ã¢â¬Â¨
Dalam hitungan jam, belasan teman bersepeda menyatakan ikut. Banyak peserta program tahun lalu kembali mengulang. Khoiri Soetomo kembali ikut. Begitu pula Bambang Poerniawan, ''Tonny'' Budianto Tanadi, dan Sun Hin Tjendra dari Surabaya. Menyusul Liem Tjong San dari Makassar dan Sony Hendarto dari Madiun.ââ¬Â¨
Ikut kembali pula Prajna Murdaya, pengusaha terkenal dari Jakarta, yang pernah tinggal sampai 20 tahun di Amerika. Tepatnya di kawasan San Francisco, kota yang menjadi basis bersepeda kami nanti.
Semua seperti reuni Tour de France. Bagi Prajna yang lulusan Stanford University, ini reuni plus pulang kampung.ââ¬Â¨
Setelah itu, beberapa yang lain bergabung. Para founder SRBC yang bergabung adalah Teddy Moelijono (ketua), Siswo Wardojo, Arie Sutandio, dan Aris Utama. Menyusul Tatang Martadinata dan Yudy Hananta, bos tabloid Ototrend (Jawa Pos Group). Sony mengajak temannya di Madiun, Slamet Santoso. ââ¬Â¨
Aris semula bingung antara ikut atau tidak. Tapi, rekannya di Amerika mendorongnya untuk ikut. ''Teman saya bilang, ikut program seperti ini bisa jadi hanya sekali seumur hidup. Jadi saya harus ikut,'' ucapnya.ââ¬Â¨
Semula, 15 orang sudah dianggap cukup. Total 16 bersama fotografer (Dipta Wahyu dari Jawa Pos). ââ¬Â¨Ã¢â¬Â¨
Pada last minute, bergabunglah dua maniak bersepeda dari komunitas Free Surabaya: Edwin Djunaidi Rachman dan Rudi ''Oye'' Sudarso.ââ¬Â¨Ã¢â¬Â¨
***ââ¬Â¨
ââ¬Â¨Mengapa Tour of California? Secara status, ini bukan lomba kategori WorldTour di kalender UCI (badan balap sepeda dunia). Statusnya 2.HC.ââ¬Â¨Ã¢â¬Â¨
Tapi, inilah lomba terbesar di Amerika. Dan, karena ini di pasar Amerika yang raksasa, lomba ini pun diikuti tim-tim terbesar, yang disokong sponsor-sponsor terbesar. ââ¬Â¨Ã¢â¬Â¨
Jadi, walau bukan WorldTour, nama-nama terbesar balap terjun di sini. Sebut saja Peter Sagan (Cannondale), Philippe Gilbert (BMC), Andy Schleck (RadioShack-Leopard), dan Tyler Farrar (Garmin-Sharp). Jadi, ''rasa'' masih sangat WorldTour.ââ¬Â¨Ã¢â¬Â¨
Alasan lain: Ini California! Buat jalan-jalan dan liburan ini adalah tempat yang superseru. Khususnya bagi yang belum pernah ke Amerika.ââ¬Â¨Ã¢â¬Â¨
Dengan ke California, banyak peserta program bisa mengajak serta keluarga. Merangkap program ini sebagai liburan keluarga. Termasuk saya. ââ¬Â¨Ã¢â¬Â¨
Kami pun berangkat lebih dulu beberapa hari, libur dulu bersama. Mengunjungi tempat-tempat wisata kondang, seperti Disneyland, Universal Studios, serta Hollywood Boulevard. Sebelum menuju San Francisco untuk memulai program sepeda, rombongan sempat mampir ke Las Vegas.ââ¬Â¨
Baru ketika program bersepeda dimulai, yang cycling menikmati siksaan rute, yang keluarga menikmati tempat-tempat wisata lain di kawasan California Utara.ââ¬Â¨
Sambil jalan-jalan ''pra-penyiksaan'', belanja tentu dilakukan.
Khusus bagi yang tidak bersama keluarga, inilah kesempatan membeli oleh-oleh terbaik. Para cyclist yang sering keluyuran bersepeda tahu betul pentingnya oleh-oleh ini.ââ¬Â¨ ''Titipan keluarga wajib dibelikan daripada 'visa' bersepeda tidak keluar lagi," ujar Edwin.ââ¬Â¨Ã¢â¬Â¨
Jadi, walau bukan WorldTour, nama-nama terbesar balap terjun di sini. Sebut saja Peter Sagan (Cannondale), Philippe Gilbert (BMC), Andy Schleck (RadioShack-Leopard), dan Tyler Farrar (Garmin-Sharp). Jadi, ''rasa'' masih sangat WorldTour.ââ¬Â¨Ã¢â¬Â¨
Alasan lain: Ini California! Buat jalan-jalan dan liburan ini adalah tempat yang superseru. Khususnya bagi yang belum pernah ke Amerika.ââ¬Â¨Ã¢â¬Â¨
Dengan ke California, banyak peserta program bisa mengajak serta keluarga. Merangkap program ini sebagai liburan keluarga. Termasuk saya. ââ¬Â¨Ã¢â¬Â¨
Kami pun berangkat lebih dulu beberapa hari, libur dulu bersama. Mengunjungi tempat-tempat wisata kondang, seperti Disneyland, Universal Studios, serta Hollywood Boulevard. Sebelum menuju San Francisco untuk memulai program sepeda, rombongan sempat mampir ke Las Vegas.ââ¬Â¨
Baru ketika program bersepeda dimulai, yang cycling menikmati siksaan rute, yang keluarga menikmati tempat-tempat wisata lain di kawasan California Utara.ââ¬Â¨
Sambil jalan-jalan ''pra-penyiksaan'', belanja tentu dilakukan.
Khusus bagi yang tidak bersama keluarga, inilah kesempatan membeli oleh-oleh terbaik. Para cyclist yang sering keluyuran bersepeda tahu betul pentingnya oleh-oleh ini.ââ¬Â¨ ''Titipan keluarga wajib dibelikan daripada 'visa' bersepeda tidak keluar lagi," ujar Edwin.ââ¬Â¨Ã¢â¬Â¨
***ââ¬Â¨Ã¢â¬Â¨
Tour of California sendiri berlangsung delapan etape, 12-19 Mei 2013. Rombongan datang berpisah-pisah. Ada yang berangkat tanggal 9, ada yang berangkat tanggal 12. ââ¬Â¨Ã¢â¬Â¨Walau lomba dimulai pada 12 Mei, rombongan baru ''memulai'' program sepeda pada 16 Mei. Yaitu, program bike fitting (penyesuaian sepeda), perkenalan dengan pengelola tur dan guide, serta technical meeting.ââ¬Â¨
Bersepedanya sendiri dilakukan pada 17-20 Mei. Rencananya, hari pertama bersepeda relatif ''santai'' di kawasan sekililing San Francisco yang indah, lalu menonton ending etape hari tersebut di Kota San Jose. ââ¬Â¨Pada 18 Mei, rencananya kami disuguhi menu ''penyiksaan'' utama. Kami diajak mendaki Mount Diablo, dengan ketinggian lebih dari 1.100 meter di atas permukaan laut. Kami mendakinya pada pagi sebelum para profesional lewat, kemungkinan sudah di hadapan para penonton lomba. Di puncak, kami lantas menonton finis etape itu juga.ââ¬Â¨
Bersepedanya sendiri dilakukan pada 17-20 Mei. Rencananya, hari pertama bersepeda relatif ''santai'' di kawasan sekililing San Francisco yang indah, lalu menonton ending etape hari tersebut di Kota San Jose. ââ¬Â¨Pada 18 Mei, rencananya kami disuguhi menu ''penyiksaan'' utama. Kami diajak mendaki Mount Diablo, dengan ketinggian lebih dari 1.100 meter di atas permukaan laut. Kami mendakinya pada pagi sebelum para profesional lewat, kemungkinan sudah di hadapan para penonton lomba. Di puncak, kami lantas menonton finis etape itu juga.ââ¬Â¨
Lalu, 19 Mei, kami menonton etape terakhir lomba yang finis di Santa Rosa, lalu bersepeda lagi puluhan kilometer menyusuri kawasan tersebut sekaligus kota-kota sekitarnya.ââ¬Â¨ Walau lomba sudah berakhir, kami mendapat tambahan porsi bersepeda pada 20 Mei. Malam itu juga, tepatnya tengah malam, kami langsung pulang kembali ke Indonesia dari San Francisco.ââ¬Â¨
ââ¬Â¨Untuk seluruh program ini, kami sempat menimang-nimang beberapa pilihan pengelola. Bila perjalanan wisata kami dikelola secara maksimal oleh Genta Tours, program bersepedanya mengikuti Cannondale Tours.ââ¬Â¨
Pilihan itu dijatuhkan karena beberapa faktor: Cannondale punya program rutin Tour of California, punya akses ekstra ke lomba. Selain itu, Cannondale menurunkan tim elitenya di California, dan kami bisa mendapat akses untuk bertemu dengan tim!ââ¬Â¨
''Kami telah menyiapkan program yang akan memukau rombongan Anda dari Indonesia,'' bunyi pesan Justin Wuycheck, pro series manager, senior guide Cannondale Tour.ââ¬Â¨
Berbeda dengan ketika di Prancis, saat kami membawa sendiri sepeda dari Indonesia, kali ini kami bisa santai. Sepeda-sepeda karbon termutakhir disiapkan Cannondale. Khususnya tipe Super Six Evo, tipe top end.ââ¬Â¨
Meski demikian, peserta boleh membawa sepeda sendiri. Seperti yang dilakukan Sony, penggemar berat sepeda custom. Sony ke California membawa sepeda custom merek Parlee, salah satu merek terbaik asal Amerika. ââ¬Â¨
Ada tiga guide yang khusus disiapkan untuk menemani kami. Salah satunya Lyne Besette, 38, mantan pembalap perempuan juara nasional Kanada dengan pengalaman dan prestasi tingkat dunia.ââ¬Â¨
Kami bercanda, anggota kami yang kemampuannya paling hebat, seperti Sun Hin, Budianto, Bambang Poerniawan, dan Rudi, boleh menantang Besette mendaki Mount Diablo. Yang lain santai menikmati suasana di belakang.ââ¬Â¨
''Nggak, saya nggak mau cepat-cepat. Nanti malah tidak bisa menikmati suasana dan pemandangan," kata Rudi, yang akrab dipanggil ''Oye'' di Surabaya.ââ¬Â¨Ã¢â¬Â¨
Pilihan itu dijatuhkan karena beberapa faktor: Cannondale punya program rutin Tour of California, punya akses ekstra ke lomba. Selain itu, Cannondale menurunkan tim elitenya di California, dan kami bisa mendapat akses untuk bertemu dengan tim!ââ¬Â¨
''Kami telah menyiapkan program yang akan memukau rombongan Anda dari Indonesia,'' bunyi pesan Justin Wuycheck, pro series manager, senior guide Cannondale Tour.ââ¬Â¨
Berbeda dengan ketika di Prancis, saat kami membawa sendiri sepeda dari Indonesia, kali ini kami bisa santai. Sepeda-sepeda karbon termutakhir disiapkan Cannondale. Khususnya tipe Super Six Evo, tipe top end.ââ¬Â¨
Meski demikian, peserta boleh membawa sepeda sendiri. Seperti yang dilakukan Sony, penggemar berat sepeda custom. Sony ke California membawa sepeda custom merek Parlee, salah satu merek terbaik asal Amerika. ââ¬Â¨
Ada tiga guide yang khusus disiapkan untuk menemani kami. Salah satunya Lyne Besette, 38, mantan pembalap perempuan juara nasional Kanada dengan pengalaman dan prestasi tingkat dunia.ââ¬Â¨
Kami bercanda, anggota kami yang kemampuannya paling hebat, seperti Sun Hin, Budianto, Bambang Poerniawan, dan Rudi, boleh menantang Besette mendaki Mount Diablo. Yang lain santai menikmati suasana di belakang.ââ¬Â¨
''Nggak, saya nggak mau cepat-cepat. Nanti malah tidak bisa menikmati suasana dan pemandangan," kata Rudi, yang akrab dipanggil ''Oye'' di Surabaya.ââ¬Â¨Ã¢â¬Â¨
***ââ¬Â¨
ââ¬Â¨Selama masa ''jalan-jalan'', rombongan juga bisa beradaptasi dengan jam California, yang berselisih 12 jam dengan Indonesia. Belajar dari pengalaman di Prancis, masa adaptasi ini penting kalau ingin bersepedanya segar dan menyenangkan.ââ¬Â¨
ââ¬Â¨
''Dulu, kami mendarat di Prancis sudah malam, lalu langsung merakit sepeda dan dinner. Besok pagi-pagi langsung menempuh tanjakan 1.300-an meter di atas permukaan laut. Tubuh ini rasanya belum menyesuaikan diri sudah dihajar tanjakan," kenang San, pentolan Makassar Cycling Club (MCC).ââ¬Â¨
Kali ini, ketika program bersepeda dimulai, badan sudah menyesuaikan diri. Beberapa peserta, seperti Aris Utama dan Budianto Tanadi, bahkan sudah ''curi start'' bersepeda.ââ¬Â¨
Mereka menyewa sepeda dulu, lalu ''berlatih'' di Pacific Coast Highway, di sekitar Los Angeles, bersama Bob Denhert, rekan Aris di California. Tidak tanggung-tanggung, Selasa lalu (14/5) mereka bersepeda sejauh 95 kilometer.ââ¬Â¨
Aris menjelaskan, Denhert bakal ke Surabaya pada akhir Juni nanti. Dia sudah mendaftarkan diri ikut event Audax East Java 2013, yang diselenggarakan Jawa Pos Cycling pada 30 Juni, bersepeda 232 kilometer dalam sehari. ''Ini sekaligus berlatih ikut Audax East Java,'' kelakar Aris.ââ¬Â¨
Selama masa ''jalan-jalan," rombongan juga membiasakan diri dengan cuaca. Walau secara resmi masih musim semi, temperatur di California, khususnya wilayah selatan, melonjak tinggi sekali.ââ¬Â¨
Senin (13/5) lalu suhu konstan di atas 40 derajat Celsius. Udara kering dan nyaris tak ada angin membuat kami serasa dipanggang di oven. Saat mengikuti perkembangan lomba Tour of California, beberapa dari kami langsung berpikir ekstra.ââ¬Â¨
Pada etape-etape awal lomba, karena panas luar biasa, sejumlah pembalap butuh pertolongan dan masuk rumah sakit. Bayangkan, suhu dilaporkan sempat menyentuh 50 derajat Celsius!ââ¬Â¨
''Kalau pembalap saja teler, apalagi kita ...," ucap Rudi. (bersambung)
''Dulu, kami mendarat di Prancis sudah malam, lalu langsung merakit sepeda dan dinner. Besok pagi-pagi langsung menempuh tanjakan 1.300-an meter di atas permukaan laut. Tubuh ini rasanya belum menyesuaikan diri sudah dihajar tanjakan," kenang San, pentolan Makassar Cycling Club (MCC).ââ¬Â¨
Kali ini, ketika program bersepeda dimulai, badan sudah menyesuaikan diri. Beberapa peserta, seperti Aris Utama dan Budianto Tanadi, bahkan sudah ''curi start'' bersepeda.ââ¬Â¨
Mereka menyewa sepeda dulu, lalu ''berlatih'' di Pacific Coast Highway, di sekitar Los Angeles, bersama Bob Denhert, rekan Aris di California. Tidak tanggung-tanggung, Selasa lalu (14/5) mereka bersepeda sejauh 95 kilometer.ââ¬Â¨
Aris menjelaskan, Denhert bakal ke Surabaya pada akhir Juni nanti. Dia sudah mendaftarkan diri ikut event Audax East Java 2013, yang diselenggarakan Jawa Pos Cycling pada 30 Juni, bersepeda 232 kilometer dalam sehari. ''Ini sekaligus berlatih ikut Audax East Java,'' kelakar Aris.ââ¬Â¨
Selama masa ''jalan-jalan," rombongan juga membiasakan diri dengan cuaca. Walau secara resmi masih musim semi, temperatur di California, khususnya wilayah selatan, melonjak tinggi sekali.ââ¬Â¨
Senin (13/5) lalu suhu konstan di atas 40 derajat Celsius. Udara kering dan nyaris tak ada angin membuat kami serasa dipanggang di oven. Saat mengikuti perkembangan lomba Tour of California, beberapa dari kami langsung berpikir ekstra.ââ¬Â¨
Pada etape-etape awal lomba, karena panas luar biasa, sejumlah pembalap butuh pertolongan dan masuk rumah sakit. Bayangkan, suhu dilaporkan sempat menyentuh 50 derajat Celsius!ââ¬Â¨
''Kalau pembalap saja teler, apalagi kita ...," ucap Rudi. (bersambung)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemusnahan Ladang Ganja Di Batas Konflik
Redaktur : Tim Redaksi