Pemusnahan Ladang Ganja Di Batas Konflik

Lokasi Sulit, Terpaksa Minum Air Sungai

Rabu, 15 Mei 2013 – 07:11 WIB

NANGROE Aceh Darussalam (NAD) merupakan salah satu daerah penghasil ganja. Hal ini dikarenakan, ganja produksi NAD dikatakan merupakan ganja terbaik di dunia sehingga membuat para mafia ganja terus ‘menanamkan modal’ di provinsi paling barat Indonesia tersebut. Ini dapat dilihat dari penemuan dan pemusnahan ladang ganja dengan luas ladang yang dapat dibilang sangat fantastis oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) yang dilakukan terus menerus.

Tapi tetap saja ladang ganja tumbuh subur bagaikan jamur. Seperti yang ditemukan BNN baru-baru ini, dengan menemukan 18 titik ladang ganja dengan total sekira 38 hektar di Desa Pulo, Kemukiman Lamteuba, Kecamatan Seulimeum, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi NAD. Diperkirakan 35 hektar ladang ganja ini bisa menghasilkan 35.000 kilogram ganja kering yang siap dipasarkan.
---------
Senin (13/5), pukul 05.45 WIB, saat cuaca lagi mendung dan hujan rintik-rintik turun membasahi tanah Provinsi Nagroe Aceh Darussalam (NAD) dan aktifitas di daerah yang penah dilanda bencana Tsunami tahun 2004 itu masih minim, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Pol Anang Iskandar beserta 30 orang petugas BNN dan BNNP NAD yang mengenakan rompi hitam dengan tulisan BNN besar berwarna biru serta dilengkapi senjata lengkap menaiki tujuh mobil dari lokasi salah satu hotel di Jalan P Nyak Makam, Lambuk, Banda Aceh.

Rombongan ini menuju Desa Pulo, Kemukiman Lamteuba, Kecamatan Seulimeum, Kabupaten Aceh Besar. Dengan tujuan memusnahkan 18 titik ladang ganja dengan total sekira 35 hektar di kawasan hutan lindung NAD, yang ditemukan sebelumnya oleh petugas BNN di Desa Pulo.

Setelah menempuh jarak 50 kilometer, mobil yang digunakan tidak dapat melanjutkan perjalanan sekira tiga kilometer ke lokasi pertemuan dengan puluhan anggota Polda NAD. Hanya diparkir di ujung pemukiman Desa Pulo, karena jalan yang akan dilalui sangat berat. Sepanjang jalan dipenuhi bebatuan dengan tinggi sekira 15-50 cm serta kubangan lumpur dengan dalam sekira 30-50cm, sehingga perjalanan harus dilanjutkan kembali dengan menggunakan enam mobil khusus yang digerakan empat bola dengan mesin berkapasitas diatas 2.500cc.

Lokasi yang dijadikan titik pertemuan berupa tanah lapang dengan luas seukuran lapangan sepak bola dan ditumbuhi rumput gajah. Informasi yang didapat dari masyarakat sekitar dan petugas Polda Aceh, titik pertemuan tersebut merupakan garis merah pertempuran antara TNI-Polri dengan organisasi separatis Gerakan Aceh Merdeka beberapa tahun lalu saat konflik Aceh.

Tanah lapang tersebut juga pernah digunakan oleh GAM untuk upacara ulang tahun mereka. Serta informasi lainnya, tidak bisa sembarangan orang yang dapat masuk ke hutan yang memiliki ladang ganja itu. Sebab orang yang masuk ke daerah tersebut tidak dapat ditemukan lagi.

Selesai melakukan koordinasi dengan petugas Polda NAD, perjalanan kemudian dilakukan menuju lokasi pertama pemusnahan ladang ganja pertama dengan menempuh perjalanan sekira 30 menit melewati jalan yang penuh dengan bebatuan besar dan kubangan lumpur yang masih ditutupi dengan tanaman lebat disamping jalan. Tak jarang terdengar bunyi hentakan keras saat mobil  terbentur bebatuan tinggi di jalan. Ataupun mobil terhenti di tengah jalan, karena masuk kubangan lumpur.

Petugas BNN dan Polda NAD tidak perlu berjalan jauh dari tempat pemberhentian mobil, karena ladang ganja yang akan dimusnahkan itu hanya terletak sekira 10 meter dari samping jalan. Selain memiliki tanaman ganja dengan tinggi dua sampai tiga meter, ladang ganja dengan luas sekira 2,5 hektar itu juga memiliki tanaman ganja dengan tinggi 20-50cm serta bibit yang baru disemaikan. “Sehingga tiap tiga bulan, ladang ganja ini bisa dipanen. Dan dapat menghasilkan kurang lebih 2.500kg ganja kering,” ungkap Deputi Pemberantasan BNN Irjen Pol Benny Mamoto.

Anang kemudian langsung memerintahkan anggotanya untuk berjajar dan mencabut tanaman ganja dengan akar-akarnya. Hasil pencabutan tersebut, langsung dikumpulkan menjadi tujuh tumpukan dengan tinggi sekira empat meter dan langsung dibakar. “Karena ini di daerah terpencil, kita belum bisa mengetahui siapa pemiliknya (ladang ganja). Tapi kita akan terus menyelidiki siapa pemilik ladang-ladang ganja ini,” tutup Anang.

Saat pembakaran, semua yang hadir diwajibkan untuk memakai masker dan menghindari kepulan asap dari pembakaran barang haram tersebut. Hal ini bertujuan agar, orang-orang yang ikut pemusnahan ini tidak terkena efek dari ganja, yakni efek halusinogen.

Selesai pembakaran, semua petugas kembali ke titik pertemuan dan Anang langsung meninggalkan lokasi untuk kembali ke Jakarta sekira pukul 10.00 WIB. Sepeninggal jenderal bintang tiga itu, anggota BNN tersisa kemudian di pimpin Benny untuk lanjut ke lokasi kedua di bagian selatan titik pertemuan. Dengan jarak tempuh sekira satu setengah jam sampai di ujung jalan dengan menggunakan mobil cc besar dan dilanjutkan dengan jalan kaki selama kurang lebih dua jam.

Kondisi jalan menuju lokasi kedua ini lebih berat dari kondisi jalan ke lokasi pertama, selain jalannya penuh dengan bebatuan besar dan kubangan lumpur, jalan ini juga memiliki tanjakan dan turunan curam. Sampai-sampai salah satu mobil yang digunakan mengalami kerusakan dan tidak dapat melanjutkan perjalanan kembali.

Saat sampai di ujung jalan, mobil kemudian berhenti karena perjalanan ke lokasi harus dilanjutkan dengan jalan kaki. Hampir sebagian petugas istirahat lima menit sambil meregangkan kembali otot, sebab dalam perjalan tadi, para petugas sering saling terbentur saat mobil melewati bebatuan dan kubangan lumpur.

“Lewat jalan ini, mobil kayak kuda liar, lompat sana-lompat sini. Buat badan jadi pegal-pegal semua,” ungkap salah satu petugas sambil tersenyum dan menggerak-gerakan badan.

Selama perjalanan menuju lokasi lading kedua, para petugas harus melewati tanjakan dan turunan terjal dengan kemiringan 45-50 derajat serta harus berjalan di jalan yang licin di pinggir jurang dengan kedalaman sekira 10-20 meter. Dalam perjalanan sering terdengar suara napas yang tersendat-sendat karena selain melewati medan yang berat, petugas juga harus menembus hutan belantara yang ditutupi pohon-pohon sehingga sinar matahari susah untuk tembus.

Tak jarang juga ada petugas yang berhenti sejenak untuk mengambil udara segar ataupun untuk menghilangkan letih. Sampai-sampai hampir sebagian besar petugas mengkonsumsi air sungai yang mengalir di lembah untuk melepas dahaga, karena air yang dibawa sudah habis.

“Ini merupakan hutan lindung, yang ditebang secara illegal untuk dijadikan ladang ganja. Kenapa daerah ini dipilih? Karena selain memiliki medan yang berat, daerah ini merupakan daerah konflik. Sehingga menurut mereka (mafia ganja), daerah ini merupakan daerah strategis yang susah ditembus petugas,” jelas Benny dalam perjalanan.

Semua petugas BNN kemudian tampak bersemangat sekali setelah melihat cahaya matahari. Sebab cahaya matahari tersebut menandakan ladang ganja dengan tanaman ganja setinggi dua sampai tiga meter sudah di depan mata. Lokasi kedua pemusnahan ladang ganja merupakan lokasi terbesar karena memiliki 7,5 hektar dan dibagi empat ladang dengan jarak lima meter dan berada di puncak bukit dengan ketinggian 551-664 meter dari permukaan laut. “Menurut informasi empat ladang ini beda petani,” beber Sumirat.

Pencabutan tanaman ganja pun langsung dilakukan dan ditumpuk menjadi beberapa tumpukan besar dengan ketinggian sekira lima meter kemudian langsung dibakar. “Beberapa lokasi sisa lainnya sudah ada petugas yang langsung mencabut dan memusnahkan. Intinya hari ini kita akan memusnahkan seluruh ladang ganja (35 hektar),” kunci Benny.(ian/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jakarta Knife Thrower Indonesia, Komunitas Para Ahli Lempar Pisau

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler