jpnn.com, KULONPROGO - Adalah pemandangan umum melihat pertanaman cabai di lahan bertanah. Namun pernahkah menemukan hamparan cabai di lahan berpasir laut? Adalah hal tidak mustahil untuk dilakukan para petani di Kulonprogo tepatnya di sepanjang Pantai Parang Trisik.
Tiba di areal pertanaman, Dirjen Hortikultura Prihasto Setyanto disuguhi berbidang aneka cabai rawit varietas Hilux tumbuh subur. Hal yang menggembirakan adalah kendati tumbuh di lahan berpasir, 1 pohon bisa menghasilkan 2 kg cabai.
BACA JUGA: Terbukti, Teknologi Padi Hibrida Kementan Mampu Tingkatkan Produksi
“Ini sudah 12 kali panen, pak. Hasilnya bagus dan ukuran buahnya besar-besar. Tiap harinya kami bisa kirim hingga ke lima titik di Jakarta. Pokoknya hasilnya berlimpah,” ujar Ketua Kelompok Tani Sidodadi Ngatimin.
BACA JUGA: Peran Generasi Petani Milenial di Era Pertanian 4.0
BACA JUGA: Ditjen PSP Kementan Sosialisasikan Optimalisasi Lahan Responsif Gender di Jateng
Penuh antusias, Dirjen yang akrab dipanggil Anton ini melihat satu per satu tanaman. Seakan tidak percaya, di bawah sinar matahari pekat dan lahan berpasir, komoditas pedas ini mampu mewarnai lahan yang hampir disebut sulit ditanami tersebut.
“Ini luar biasa ya, dengan bermodalkan pupuk kandang kotoran ayam dan air, cabai bisa tumbuh subur di sini. Bahkan bisa mengisi pasar Jakarta,” ujar Anton semangat.
BACA JUGA: Peran Generasi Petani Milenial di Era Pertanian 4.0
BACA JUGA: Terbukti, Teknologi Padi Hibrida Kementan Mampu Tingkatkan Produksi
Ngatimin juga bercerita bahwa umur tanaman cabainya dalam 75 hari sudah dapat dipanen. Petani sekitar juga disiplin untuk mengganti komoditas tanamannya apabila sudah 12 sampai 15 kali panen. Mereka menjaga betul komitmen ini sebagai upaya memutus siklus hama.
Tidak hanya sekedar bertanam, Ngatimin bersama petani lain juga mengembangkan benih lokal. Upaya ini dilakukan agar petani mandiri dan tidak ketergantungan produksi benih yang dijual di pasaran.
Tak berlokasi jauh dari areal Ngatimin, Anton kembali menyambangi petani yang tengah menyirami tanamannya. Secara spontan dirinya mencicipi air yang digunakan untuk menyiram sebidang lahan. Ajaibnya, air tersebut tidak asin.
“Kembali kita harus bersyukur. Di lahan yang 10 tahun lalu terbengkalai, tumbuh subur cabai. Mulai dari cabai rawit hingga cabai keriting. Airnya pun berlimpah dan meski dekat bibir pantai, ini air tawar,” ujarnya senang.
Sebagai bahan informasi, pengelolaan lahan berpasir untuk tanam cabai tidaklah sulit. Pasir cukup diberi pupuk kandang sebagai unsur hara dan memperhatikan jadwal penyiraman. Untuk tanaman cabai rawit, penyiraman dilakukan tiap tiga hari sekali. Sementara untuk cabai keriting atau cabai besar, penyiraman dilakukan setiap hari.
"Saya terharu, anugerah Allah ternyata luar biasa, lahan berpasir yang sangat miskin unsur hara ternyata bisa bermanfaat buat masyarakat disekitar sini, dengan semangat masyarakatnya yang luar biasa didukung oleh sumber air tanah yang melimpah dan dangkal di lahan pasir laut ini bisa memberi kesejahteraan buat masyarakatnya, betul kata pepatah *if there is a will, there is a way*" pungkasnya.(jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Berhasil Kembangkan Beras Tarabas, Indonesia Nihil Impor Japonica
Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh