jpnn.com - SEMARANG - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Minggu (30/3) pagi kemarin di Semarang, menemui 4 (empat) keluarga Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang tersangkut masalah hukum di Arab Saudi. Keempat TKI itu adalah Satinah, Tuti Tursilawati, Karni binti Medi, dan Siti Zaenab.
Pertemuan berlangsung di Hotel Gumaya, Semarang. Dalam kesempatan itu, Satinah diwakili oleh kakaknya, Paeri Al Feri, dan putrinya Nur Apriyani, 20. Sedangkan tiga TKI lainnya, diwakili oleh Medi Tarsim Kartawiyanta, Mohamam Sarifudin, Iti Sarniti binti Suhari, Halima binti Duhri, Darpin Sarji Singa, Ali Warjuki bin Hasan.
BACA JUGA: Jokowi tak Mau Sembarangan Bagi-bagi Kursi Menteri
Sedangkan Presiden SBY didampingi oleh Mensesneg Sudi Silalahi, Mendikbud Mohammad Nuh, dan Wakil Menlu Wardana. Juga hadir Staf Khusus Presiden, antara lain, Julian Aldrin Pasha, Daniel T. Sparringa, Teuku Faizasyah, dan Ahmad Yani Basuki.
Presiden SBY menjelaskan, tanpa diminta atau ditekan siapa pun, ia selalu mengupayakan ampunan atau keringanan warga negara Indonesia (WNI) yang menghadapi masalah hukum di luar negeri. "Itu dilakukan tanpa banyak bicara, karena tidak ingin menimbulkan kegaduhan di negara bersangkutan," katanya.
BACA JUGA: Pengamat Ragukan PDIP dan Demokrat Bisa Berkoalisi
Menurut Presiden SBY, pemerintah terus berupaya tanpa henti memohonkan pengampunan dan permaafan kepada pihak keluarga korban tindak pidana yang dilakukan TKI.
Presiden SBY mengaku, ia sudah sering menulis surat kepada Raja Arab Saudi Abdullah untuk meminta pembebasan TKI. Termasuk, dalam kasus yang dihadapi Satinah.
BACA JUGA: Libur Nyepi, Jokowi Garap Kampung Halaman SBY
"Saya tidak hanya menulis surat, tetapi juga berbicara langsung melalui telepon atau melakukan pertemuan dengan pemimpin negara yang bersangkutan. Itu yang saya lakukan sebagai Presiden," ujar SBY seraya menyampaikan, tidak diminta pun oleh keluarga, tidak ditekan pun oleh siapa pun, permintaan itu ia lakukan terus-menerus, tidak pernah berhenti.
Namun, Presiden SBY menegaskan, ia tidak mungkin menjelaskan secara terbuka upaya-upaya yang dilakukannya dalam memohonkan pengampunan dan permaafan kepada pihak keluarga korban tindak pidana yang dilakukan TKI.
Tujuannya, untuk menjaga hubungan dengan pemimpin negara setempat, yang juga menghindari protes dari masyarakatnya.
Sebab, umumnya TKI yang dijatuhi vonis mati, dinyatakan terbukti bersalah oleh pengadilan setempat. Juga telah diakui sendiri oleh TKI.
"Jadi, tidak benar Presiden dan pemerintah tinggal diam. Selama ini sudah ada 176 WNI yang dibebaskan dari hukuman mati. Namun, masih ada 246 orang lagi yang harus dimohonkan pengampunan dan pemaafannya. Dari 176 orang itu, rata-rata tersandung kasus pembunuhan dan narkoba," papar SBY.
Presiden SBY kemudian menjelaskan perkembangan proses yang dilakukan pemerintah untuk membebaskan Satinah. Ia mengemukakan, satgas yang dipimpin mantan Menteri Agama Maftuh Basyuni saat ini sudah berada di Arab Saudi untuk menegosiasikan permohonan pengampunan Satinah.
Menurut Presiden, di Arab Saudi berlaku hukum Qisas. Terdakwa yang sudah dijatuhi hukuman mati, mutlak oleh pengadilan bisa diampuni asal keluarga korban memaafkan. Biasanya pemberian maaf ini disertai permintaan diat, semacam uang pengganti.
Dalam kasus Satinah, keluarga korban minta diat sebesar Rp 40 miliar-Rp 50 miliar. Namun, perkembangan terakhir, diat yang diminta turun menjadi sekitar Rp 9 miliar-Rp 10 miliar. "Itu yang sedang dinegosiasikan oleh satgas sekarang ini," ungkap SBY.
Sedangkan untuk kasus Siti Zaenab yang telah bergulir sejak 1999, menurut Presiden, sampai sekarang belum dapat dibebaskan. Tepatnya, masih menunggu putra korban akil balik untuk dimintai maaf.
Siti Zaenab divonis hukuman mati karena membunuh majikannya. "Sekarang belum memaafkan secara resmi. Oleh karena itu, kita terus bekerja dan tidak menyerah agar Siti Zaenab bisa dimaafkan dan dibebaskan dari hukuman mati," ujar SBY.
Sementara dalam kasus Tuti Tursilawati dan Karni, menurut Presiden SBY, pemerintah juga melakukan upaya serupa. "Tidak akan menyerah, ini kemanusiaan. Wajib hukumnya bagi saya sebagai pemimpin di negara ini, jika menyangkut WNI, apa pun kesalahannya, saya mohonkan untuk dibebaskan dari hukuman mati."
Tuti adalah TKI asal Majalengka yang divonis hukuman mati, setelah terbukti membunuh majikannya, Suud Mulhaq Al-Qtaibi. Sedangkan Karni, 35, adalah TKI asal Brebes yang dituduh membunuh anak majikannya yang berusia 4 tahun.
"Kami akan terus bekerja. Tidak akan pernah putus asa, mudah-mudahan kita diridai Allah SWT. Tugas tidak mudah tapi akan kami jalankan dengan ikhlas," kata Presiden.
Menanggapi hasil pertemuannya dengan Presiden SBY itu, Nur Apriyani (20), anak TKI Satinah merasa lega. Ia tak menyangka pertemuan tersebut justru terjadi di Semarang, dan pihaknya tidak perlu repot ke Istana Presiden.
Keluarga Satinah Senang Bertemu SBY
Atas nama keluarga, putri Satinah, Nur Apriyani, menyampaikan terima kasih karena pemerintah sudah mengupayakan pembebasan Satinah dari hukuman mati di Arab Saudi.
Paeri Al Fery, kakak Satinah juga merasa senang, karena Presiden SBY mau meluangkan waktunya untuk bertemu di Semarang. Ia pun mengungkapkan rasa terima kasihnya dalam pertemuan tertutup yang digelar di ruang Walnut, lantai lima Hotel Gumaya itu.
"Terima kasih bantuan Bapak Presiden, kami ucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya bersedia datang ke Semarang. Mohon doa sebanyak-banyaknya," kata Paeri.
Bukan hanya keluarga Satinah. Tiga keluarga TKI lainnya, dari keluarga Siti Zaenab bin Duhri Rupa, Tuti Tursilawati bin Warzuki, dan Karni bin Medi Tarsim, juga ikut dalam pertemuan tertutup itu. Tiga TKI tersebut juga mengalami nasib yang sama dengan Satinah.
"Terima kasih kepada pemerintah sudah banyak membantu. Kemarin saya pulang dari Arab Saudi, anak sehat di sana. Mohon dukungan dan doa secara ikhlas semoga anak dimaafkan," kata ibu Tuti, Iti Sarniti.
Staf Khusus Presiden Bidang Hukuman Internasional, Teuku Faizasyah menambahklan, Presiden SBY sudah mengupayakan pembebasan hukuman mati bagi warga negara Indonesia termasuk empat TKW tersebut.
Saat ini tim utusan Presiden masih berada di Arab Saudi untuk membahas kasus Satinah yang mendekati batas pembayaran diat pada 3 April 2014 mendatang.
"Diharapkan ada titik temu pemecahan masalah. Dalam masalah hukum di Arab, berurusan tidak hanya pada pemerintah tapi juga keluarga," katanya. (hid/isk/ce1)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 176 WNI Bebas dari Vonis Mati
Redaktur : Tim Redaksi