Bertemu Sidarto Danusubroto, Bamsoet Terima Masukan Kaji Ulang Pasal 33 UUD 1945

Selasa, 04 Juni 2024 – 20:01 WIB
Rombongan pimpinan MPR saat mengunjungi kediaman Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Sidarto Danusubroto di Kemang, Jakarta Selatan, Selasa (4/6). Foto: Kenny Kurnia Putra/jpnn.com

jpnn.com, JAKARTA - Ketua MPR Bambang Soesatyo atau Bamsoet menerima masukan dari Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Sidarto Danusubroto soal Pasal 33 UUD 1945 dan sistem pemilu.

Masukan tersebut disampaikan saat rombongan pimpinan MPR melakukan kunjungan ke kediaman Sidarto di Kemang, Jakarta Selatan, Selasa (4/6).

BACA JUGA: Terima Pengurus Kongres Advokat, Bamsoet Bilang Begini, Singgung Daya Kreasi & Inovasi

Bamsoet mengatakan sebagai salah satu solusinya, Indonesia bisa menggunakan sistem pemilu campuran untuk pemilihan legislatif dan pemilihan tidak langsung untuk pemilihan kepala daerah.

Dia menyebutkan sistem pemilu campuran juga pernah ditawarkan saat dirinya menjabat Ketua DPR periode 2018-2019 yang mengkombinasikan pemilihan langsung dengan pemilihan proporsional.

BACA JUGA: Jambore Nasional Mercedes Benz Club Indonesia akan Digelar di Bali, Ini Harapan Ketum IMI

"Beberapa negara sudah menggunakan, seperti di Jerman. Pemilih bisa tetap memilih calon legislatif secara langsung, tetapi partai politik juga punya peran besar dan juga dapat mengajukan kader terbaiknya duduk di parlemen," kata Bamsoet.

Dia menjelaskan sudah menjadi rahasia umum calon yang ingin maju dalam pemilihan selain memiliki kualitas dan integritas juga harus memiliki uang.

Menurut Bamsoet, telah terjadi kapitalisme politik dan sangat jauh dari nilai proklamasi dan reformasi.

"Di Amerika yang liberal saja, kondisi politik uang tidak terjadi. Tidak seliberal seperti di Indonesia saat ini. Hal itu karena pendidikan dan pendapatan masyarakatnya sudah tinggi. Justru para calon yang dibiayai publik," lanjutnya.

Bamsoet mengatakan Sidarto juga menekankan pentingnya mengkaji kembali keberadaan Pasal 33 UUD 1945.

Dia menjelaskan setelah empat kali amandemen dengan adanya ketentuan 'efisiensi berkeadilan' yang tercantum dalam pasal 33 ayat 4 dianggap telah mengubah konsep negara kesejahteraan menjadi liberalisasi sistem ekonomi.

"Kegiatan ekonomi menjadi bisa dikendalikan oleh mekanisme pasar yang cenderung menciptakan penguasaan terhadap potensi ekonomi hanya pada segelintir orang atau kelompok saja. Hal ini kemudian berkembang menjadi ekonomi liberal dengan munculnya praktik-praktik oligopoli bahkan monopoli,” ujarnya.

Bamsoet menambahkan tidak heran jika kran impor terhadap berbagai kebutuhan pokok, peran asing dalam pengelolaan kekayaan sumber daya alam berupa minyak, gas, dan mineral lain yang terkandung didalamnya menjadi terbuka lebar. (mcr8/jpnn)


Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Kenny Kurnia Putra

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler