JAKARTA – Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Radjasa mengaku pemerintah belum memutuskan besaran pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) di daerah. Pasalnya banyak pemimpin daerah yang mengajukan kisaran pajak yang berbeda.
“Kita akan mengundang para Gubernur dan Ketua DPRD nya untuk menjelaskan bahwa memang undang-undang memungkinkan untuk menaikan (pajak BBM) sampai 10 persen tapi itu sifatnya “dapat”,”ujar Hatta di Jakarta, Senin (4/6).
Ia memaparkan masing-masing daerah menginginkan kenaikan PBBKB ini beraneka ragam mulai dari 10 persen, 7 persen, maupun 5 persen. Perbedaan ini, sambungnya malah akan mengganggu keseimbangan kuota BBM. “Kalau di DKI tidak menaikan sementara Jawa Barat dinaikan 10 persen maka orang akan ngisi di DKI semua ini menganggu keseimbangan kuota,”terangnya.
Pemerintah sendiri, sambungnya tidak bisa menalangi besaran kenaikan PBBKB jika sampai 10 persen, mengingat terbatasnya anggaran di APBN. Apalagi, perlu adanya kenaikan secara merata. Selain itu, jika dibebankan kepada harga maka akan menimbulkan harga yang berbeda-beda dan tentunta hal tersebut tidak diperbolehkan oleh undang-undang.
"Jadi tidak sederhana ternyata, kalau diterapkan harga beda-beda maka melanggar UU karena ada disparitas harga untuk barang yang disubsidi pemerintah. Tapi kalau ini ditutup pemerintah pusat ini malah nambah beban pemerintah lagi,"terangnya.
Ia meyakini jebolnya kuota BBM bersubsidi pada tahun ini tidak akan terhindarkan, mengingat pada tahun lalu kuota BBM juga melebihi 41 juta kiloliter sedangkan tahun ini hanya dialokasikan sebesar 40 juta kiloliter dengan memperhitungkan penyesuaian harga BBM.
"Tapi ternyata tidak ada kenaikan (BBM) maka secara otomatis subsidi bertambah kuotanya karena kita tidak bisa mencegah orang untuk pindah karena selisihnya juga terlalu jauh (dengan BBM non subsidi) sebesar Rp.4000,"pungkasnya. (naa/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PIP Salurkan Rp96 Miliar ke Pemko Bandar Lampung
Redaktur : Tim Redaksi