jpnn.com - SURABAYA - Bank Indonesia (BI) menilai secara umum kondisi makro ekonomi Indonesia masih dalam situasi yang dilematis. Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengungkapkan bahwa pihaknya menyarankan pemerintah segera mengurangi subsidi bahan baker minyak (BBM) sebagai upaya untuk membenahi kondisi fundamental ekonomi ke depan.
"Di satu sisi ada defisit ekspor impor barang jasa, artinya impor barang dan jasa Indonesia lebih besar daripada ekspor barang dan jasa. Artinya devisa yang keluar lebih besar daripada devisa yang masuk," ujarnya di sela kunjungan ke redaksi Jawa Pos, Kamis (23/10).
BACA JUGA: IHSG Tembus Level Psikologis 5.100
Mirza mengungkapkan bahwa perlunya mencermati risiko capital outflow yang akan terjadi. "Padahal kita tidak bisa berasumsi dana dari luar akan datang terus menerus. Itu semua harus diusahakan," ujarnya.
Salah satu penyebab defisit adalah besarnya impor BBM yang telah berlangsung. Per bulannya tercatat terjadi impor BBM hingga USD 4 miliar.
BACA JUGA: Lembaga Rating Jepang Anggap Ekonomi Indonesia Stabil
"Itu kan jumlah yang sangat besar. Dan itu kan menggunakan devisa kalau ekspor nasional sedang melemah karena harga batu bara, sawit, dan karet turun, ya tentunya akan baik kalau impor BBM turun, salah satu caranya memang harus ada penyesuaian harga BBM," jelas dia.
Selain itu, Mirza mengungkapkan bahwa perlu adanya diversivikasi energi. Pria yang kini dikabarkan sebagai salah satu calon menteri di cabinet Jokowi-JK tersebut menjelaskan bahwa tingginya impor BBM berpengaruh kepada kerentanan tingkat inflasi di Indonesia.
BACA JUGA: Pergerakan IHSG Melambat Terpengaruh Koreksi Bursa AS
"BI kini mencermati tantangan inflasi terkait rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) apakah akan dilakukan dalam waktu dekat atau di tahun depan," katanya. Dia mengingatkan pengurangan subsidi BBM yang bersamaan dengan kenaikan suku bunga The Fed yang akan berpengaruh terhadap negara emerging market.
Dia mengungkapkan bahwa rencana The Fed untuk menaikkan suku bunganya juga merupakan tantangan bagi perekonomian di Indonesia. Dia juga mengindikasikan bahwa jika subsidi BBM masih tinggi, maka BI tidak akan menurunkan suku bunganya.
Untuk itu, lanjutnya, diperlukan kebijakan yang berkaitan dengan membuat harga BBM sesuai dengan harga pasar pada umumnya. Jika hal tersebut dilakukan, ada harapan untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi menjadi lebih baik. Dia juga mencontohkan kondisi harga BBM di Filipina yang dijual tanpa subsidi.
"Kita seharusnya malu dengan Filipina yang sangat bagus mengelola makro ekonominya. Subsidi BBM ini kondisi yang harus diselesaikan. Tapi bagaimanapun juga harus dicari jalan agar masyarakat kecil tidak terlalu terpukul. Diversivikasi energi juga perlu agar tidak tergantung pada satu energi saja, " ujarnya. (dee)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PT PP Properti Gandeng Telkom Wujudkan Smart Home
Redaktur : Tim Redaksi