jpnn.com, JAKARTA - Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI), Jumat (22/9) memutuskan suku bunga BI 7 Days Reverse Repo Rate (BI-7DRRR) turun 25 basis points (bps) ke level 4,25 persen.
Suku bunga deposit facility dan lending facility juga turun masing-masing 25 bps.
BACA JUGA: Isi Ulang e-Money di Bawah Rp 200 Ribu Tak Dikenai Biaya
Dengan demikian, suku bunga deposit facility menjadi 3,5 persen dan lending facility menjadi lima persen.
Penurunan suku bunga acuan tersebut mempertimbangkan prospek ekonomi global yang diperkirakan akan membaik, terutama di AS dan Eropa.
BACA JUGA: BI Tetap Izinkan Bank Tarik Biaya Isi Ulang e-Money
Di sisi lain, BI mempertimbangkan sikap Bank Sentral AS (The Federal Reserve System) yang dinilai dovish karena pasar memperkirakan kenaikan suku bunga The Fed akan terjadi pada akhir tahun.
Kesempatan tersebut digunakan BI untuk segera menurunkan suku bunga BI-7DRRR.
BACA JUGA: Misbakhun Ajak Muslimat NU Tangkal Isu Negatif soal Rupiah
”Kami melihat kemungkinan realisasi untuk itu (kenaikan suku bunga The Fed pada akhir 2017, Red) semakin besar,” ujar Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Dody Budi Waluyo.
Dari dalam negeri, inflasi juga diperkirakan terkendali. Suku bunga kredit sepanjang tahun berjalan telah turun 115 bps.
Meski demikian, pertumbuhan kredit masih berada di level 8,2 persen.
BI memproyeksikan pertumbuhan kredit tahun ini 8–10 persen.
”Masih ada ruang untuk pelonggaran bunga kredit. Dengan turunnya suku bunga, kami harapkan pertumbuhan kredit (perbankan) dapat lebih baik,” ujar Dody.
Sementara itu, pengamat ekonomi INDEF Bhima Yudhistira menilai, penurunan suku bunga acuan dilakukan bank sentral untuk mendorong pertumbuhan kredit perbankan.
Jika kredit tumbuh lebih dari 9,5 persen, sektor yang menjadi motor pertumbuhan ekonomi seperti konstruksi, properti, perdagangan, dan manufaktur akan tumbuh lebih cepat.
Namun, Bhima menekankan bahwa yang menjadi persoalan adalah transmisi penurunan suku bunga kredit bisa lebih dari enam bulan.
”Artinya, kebijakan pelonggaran moneter BI baru dirasakan awal 2018,” kata Bhima.
Selain itu, lanjut Bhima, ada permasalahan struktural yang dihadapi bank dalam menurunkan bunga kredit.
Salah satunya margin bunga bersih (nett interest margin/NIM) perbankan masih cukup gemuk. Rata-rata lebih dari 5,3 persen.
”Dari sisi permintaan, risiko dunia usaha cukup besar. Rasio kredit bermasalah bank umum masih di atas tiga persen. Bank juga lebih menahan diri untuk ekspansi kredit tahun ini,” jelasnya.
Analis senior Binaartha Sekuritas Reza Priyambada menambahkan, keputusan BI untuk menurunkan suku bunga acuan mampu menjadi katalis bagi pasar ekuitas.
Di sisi lain, pergerakan pasar valas, terutama nilai tukar rupiah, belum tentu akan ikut menguat.
Reza memprediksi, penurunan suku bunga acuan dilakukan untuk mengakomodasi kondisi makroekonomi saat ini.
”Saat ini memang dibutuhkan stimulus moneter untuk dapat menjaga pertumbuhan, terutama tingkat konsumsi masyarakat,” ujar Reza. (rin/ken/c21/noe)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Isi E-Money Kena Biaya, BI Dilaporkan ke Ombudsman
Redaktur & Reporter : Ragil