BI Pertahankan Suku Bunga Acuan

Jumat, 16 Desember 2016 – 06:25 WIB
BI. Foto: JPNN

jpnn.com - JAKARTA –Bank Sentral AS menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps).

Namun, hal tersebut tidak membuat Bank Indonesia (BI) mengubah arah kebijakan.

BACA JUGA: Asing Catat Nett Sell Rp 672 Miliar, IHSG Terkapar

BI tetap mempertahankan pelonggaran kebijakan moneter dan makroprudensial.

Indikasinya, rapat dewan gubernur (RDG) BI memutuskan untuk mempertahankan BI 7-day reverse repo rate (BI 7DRR) tetap 4,75 persen.

BACA JUGA: 5 BUMN Sinergi Tangani Angkutan Natal 2016 Tahun Baru 2017

Suku bunga deposit facility tetap empat persen dan lending facility lima persen. Kebijakan itu dinilai konsisten dengan upaya pemulihan ekonomi domestik yang tetap menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan di tengah ketidakpastian pasar keuangan global.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara mengatakan, bank sentral menilai pelonggaran kebijakan moneter dan makroprudensial yang dilakukan sebelumnya dapat terus mendorong momentum pertumbuhan ekonomi domestik.

BACA JUGA: ASDP Kembali Buka Portable e-Ticketing di Rest Area Tol Tangerang-Merak

 ”Ke depan, BI tetap mewaspadai sejumlah risiko, terutama terkait arah kebijakan AS dan Tiongkok maupun dari dalam negeri. Terutama terkait dengan pengaruh kenaikan administered price terhadap inflasi,” kata Tirta.

Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung menambahkan, BI sejak awal tahun memperkirakan kenaikan fed fund rate hanya sekali pada tahun ini.

Namun, ada perubahan terhadap prediksi pertumbuhan ekonomi AS pada 2017, dari 2 persen menjadi 2,1 persen.

Selain itu, data pengangguran di AS membaik dari 4,6 persen menjadi 4,5 persen pada 2017.

Hal tersebut membuat potensi suku bunga acuan di AS bisa kembali naik pada tahun depan, bahkan sampai tiga kali.

”Ada beberapa anggota FOMC (Federal Open Market Committee) yang sudah memasukkan kemungkinan kebijakan fiskalnya yang lebih ekspansif, yang kemudian mendorong inflasi. Dan, pada akhirnya perlu direspons dengan kebijakan moneter yang lebih agresif,” ujarnya.

Namun, karena hal tersebut belum bisa dipastikan, BI masih perlu menilai ulang apakah kenaikan fed fund rate pada tahun depan terjadi dua kali atau justru tiga kali.

Hingga November 2016, suku bunga deposito turun 131 bps, sedangkan suku bunga kredit turun 67 bps.

Menurut Juda, tren penurunan suku bunga masih akan terus berlangsung.

Ruang penurunannya terutama juga didorong kemungkinan turunnya rasio kredit macet.

Non-performing loan (NPL) gross per Oktober sebesar 3,2 persen, sementara NPL nett 1,5 persen.

Pertumbuhan kredit sampai November 8,5 persen. Juda pun optimistis tahun ini target pertumbuhan kredit 7–9 persen akan tercapai.

”Tahun ini digambarkan sebagai tahun konsolidasi, baik dari sisi fiskal, bank, maupun korporasi. Konsolidasi dari korporasi menghasilkan balance sheet yang lebih baik di korporasi,” katanya.

Sementara itu, BI optimistis inflasi bakal berada di batas bawah sasaran, yakni 3 sampai 3,2 persen, pada tahun depan.

Menurut Juda, penting memperhatikan risiko peningkatan inflasi akibat rencana kenaikan harga administered price, seperti tarif listrik dan elpiji.

”Kami akan terus berkoordinasi dengan pemerintah agar ada timing yang tepat untuk kenaikan harga administered price supaya tidak mengganggu sasaran inflasi kita. Sebab, kenaikan inflasi juga sangat sensitif memengaruhi tingkat kemiskinan,” ujar Juda. (rin/c6/noe)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Natal dan Tahun Baru, Lion Air Group Siapkan 17.400 Kursi Tambahan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler