jpnn.com, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mempertahankan suku bunga acuan BI 7-days reverse repo rate (BI-7DRRR) di level 4,25 persen.
Suku bunga deposit facility tetap sebesar 3,5 persen. Sedangkan lending facility tetap sebesar lima persen.
BACA JUGA: Lewat GenBI, Mahasiswa Diminta Jadi Garda Terdepan
Penaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS (The Federal Reserve) sebesar 25 basis poin (bps) pada Rabu (13/12) juga telah sesuai dengan perkiraan BI.
Sementara itu, pasar juga telah mengantisipasi kenaikan suku bunga The Fed.
BACA JUGA: BI dan 2 Bank Sentral Asia Tenggara Kurangi Penggunaan Dolar
Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Dody Budi Waluyo mengatakan, kenaikan suku bunga The Fed tidak membuat market terkejut.
Termasuk kemungkinan penaikan lanjutan suku bunga The Fed pada tahun depan, yang diperkirakan terjadi sebanyak dua hingga tiga kali.
BACA JUGA: Jatuh di Depan Hotel, Tas Deputi BI Langsung Digondol Maling
’’Pertumbuhan ekonomi global 2017 diperkirakan lebih kuat dibandingkan 2016 dengan sumber pertumbuhan yang lebih merata, baik dari negara maju maupun negara berkembang. Pertumbuhan PDB (produk domestik bruto) AS akan membaik dengan ditopang investasi yang meningkat dan konsumsi yang stabil,” urainya, Kamis (14/12).
Namun, sejumlah risiko perekonomian global tetap perlu diwaspadai.
Antara lain, normalisasi kebijakan moneter di beberapa negara maju seperti AS dan Tiongkok serta faktor geopolitik.
Dari dalam negeri, Dody menilai tidak ada tekanan yang berarti.
Inflasi 2017 diperkirakan sebesar 3,5 persen sesuai sasaran BI. Rupiah cenderung stabil meski sempat melemah pada Oktober.
’’Pelemahan rupiah sejalan dengan pelemahan nilai tukar pada hampir seluruh mata uang dunia terhadap dolar AS (USD),” lanjut Dody.
Menguatnya USD terjadi karena adanya normalisasi kebijakan moneter, meningkatnya ekspektasi kenaikan suku bunga The Fed, serta rencana reformasi pajak di AS.
Setelah BI mengintervensi pasar, pada November rupiah kembali menguat.
Secara month-to-month (mtm) rupiah menguat sebesar 0,27 persen persen (mtm) ke level Rp 13.526 per USD.
Intervensi dari BI dilakukan untuk menjaga nilai tukar agar sesuai nilai fundamentalnya.
Akibat intervensi tersebut, cadangan devisa Indonesia pun berkurang.
Pada akhir November 2017, cadangan devisa tercatat sebesar USD 125,97 miliar, lebih rendah daripada cadangan devisa pada akhir Oktober 2017 yang sebesar USD 126,55 miliar.
Meski menurun, cadangan devisa tersebut masih cukup untuk membiayai 8,4 bulan impor atau 8,1 bulan impor disertai pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Cadangan tersebut juga berada di atas standar kecukupan internasional, yakni sekitar tiga bulan impor. (rin/ken/c7/sof)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 2018, Indonesia Dikepung Tantangan Ekonomi Global & Domestik
Redaktur & Reporter : Ragil