jpnn.com - LANGKAH Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuannya (BI rate), dinilai akan memicu kenaikan suku bunga kredit perbankan. Ini akan berdampak pada penurunan laba perusahaan dan membuat pengusaha menjerit.
Sekretaris Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Suryadi Sasmita menilai, langkah BI menaikan suku bunga acuannya dikhawatirkan justru akan memberatkan pengusaha. Pasalnya, naiknya BI Rate biasanya akan membuat suku bunga kredit di perbankan akan naik.
BACA JUGA: BRI Siap Layani Pembayaran Pajak UKM
Dengan suku bunga kredit yang membumbung tinggi, jelas Sasmita, pengusaha biasanya akan membebankannya ke harga jual produk. "Kalau sudah begini, buy (daya beli) masyarakat pun akan turun. Kalau buy masyarakat sudah turun, otomatis laba juga akan turun," ujarnya kepada Rakyat Merdeka.
Ia mengeluhkan, sebelum BI rate naik menjadi 7,5 persen saja, laba pengusaha sebenarnya juga sudah mengalami tren penurunan. Pasalnya, ketika BI rate masih berada di level 7,25 persen saja, pihak perbankan sudah memasang persentase suku bunga kredit dengan cukup tinggi.
BACA JUGA: Bandara Soetta Tetapkan Standar Layanan Taksi
Di perbankan besar saja, sambungnya, suku bunga kreditnya saat ini berada di rentangan 11-12 persen, sedangkan di perbankan menengah ada di rentangan 13-14 persen, dan perbankan kecil di rentangan 14-15 persen.
"Jadi, jika BI rate 7,25 persen saja sudah tidak benar suku bunga (kredit)-nya, sekarang malah naik lagi jadi 7,5 persen. Mau naik sampai berapa persen lagi suku bunga kredit perbankan," keluhnya.
BACA JUGA: Ekspor Tekstil Tumbuh Tipis
Namun ia mengakui, suku bunga kredit perbankan belum mengalami kenaikkan untuk saat ini. Dia meramalkan suku bunga kredit akan naik ketika bank sudah mulai berlomba menaikan suku bunga simpanan.
Jika sudah terjadi, diperkirakan Suryadi, sektor industri yang kemungkinan akan terkena dampaknya pertama kali adalah industri properti dan mobil. "Pokoknya yang pembiayaan-pembiayaan pasti kena duluan," ujarnya.
Karena itu, jelasnya, langkah BI menaikkan BI rate dari sudut pandang pengusaha adalah salah. Sebab, kendati inflasi dapat ditekan dan rupiah diharapkan menguat, namun di satu sisi nilai antara ekspor dengan impor akan cukup timpang. Penyebabnya, masyarakat akan semakin ketergantungan pada impor lantaran harganya yang murah.
Direktur Utama PT Mega Central Finance (MCF) Wiwie Kurnia mengamini pendapat Suryadi. Menurutnya, pendapatan perusahaan pembiayaan sangat tertekan akibat era suku bunga yang tinggi.
“BI rate di posisi 7,25 persen kemarin saja, bank sudah naikkan suku bunganya. Sementara, kita belum menyesuaikan dengan suku bunga acuan BI,” katanya.
Ia menjelaskan, sudah dari tiga bulan lalu perbankan menaikkan suku bunga pinjamannya untuk multifinance sebesar 1-1,5 persen. Sedangkan sumber pendanaan Mega Central Finance semuanya berasal dari perbankan.
"Ini masih ada gap. Dampaknya pertumbuhannya agak sedikit terhambat," ujarnya.
Wiwie mengatakan, laba perusahaan tahun ini pasti turun seperti yang terefleksi pada pertumbuhannya. “Kenaikan profit yang biasanya naik minimal 15 persen, tahun ini mungkin dibanding tahun lalu turun sedikit," ujar dia.
Meskipun, bank sentral menaikkan suku bunga acuannya, ia tetap berharap laba tahun ini sama dengan tahun lalu. Namun ia tetap berharap laba dapat tumbuh 10 persen. EGA/SSL
BACA ARTIKEL LAINNYA... Salim Akuisisi Gula Filipina dan Air Mineral
Redaktur : Tim Redaksi