jpnn.com - JAKARTA - Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) mempertahankan tingkat suku bunga acuan (BI rate) pada level 7,5 persen selama sepuluh bulan berturut-turut.
Tingginya suku bunga tersebut menarik besarnya aliran dana asing masuk ke tanah air. Akan tetapi, kondisi itu masih belum cukup mengangkat posisi rupiah menguat terhadap valuta asing (valas) khususnya dollar AS (USD).
BACA JUGA: Produksi Beras Aman Hingga 2015
Otoritas moneter mencatat, rupiah memiliki kecenderungan melemah terbatas, namun dengan tingkat volatilitas yang terjaga.
Rata-rata, rupiah melemah 0,24 persen per Agustus 2014, dibandingkan bulan sebelumnya (month to month/mtm), menjadi Rp 11.710 per USD. Secara point to point (ptp) rupiah terdepresiasi sebesar 1,03 persen, ditutup pada level Rp 11.698 per USD.
BACA JUGA: Keluarkan Perpres, SBY Tunjuk Hutama Karya Garap Trans Sumatra
Padahal, tawaran suku bunga Indonesia yang cukup seksi tersebut menarik perhatian investor asing untuk menggelontorkan valasnya. Misalnya, hingga Agustus 2014, aliran masuk portofolio asing ke pasar keuangan Indonesia mencapai USD 14,4 miliar. Tidak pelak, cadangan devisa Indonesia mampu menyentuh angka USD 111,2 miliar.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara mengatakan, pelemahan rupiah lebih dikarenakan pengaruh sentimen, baik eksternal maupun domestik.
BACA JUGA: Dahlan Minta Sistem E-Tollpass Diperbaiki
"Secara eksternal, sentimen dinamika geopolitik cukup mempengaruhi pergerakan rupiah," ungkap Tirta, di Gedung BI, kemarin (11/9).
Selain itu, tambah Tirta, rupiah juga terkena sentimen pelemahan ekonomi Tiongkok, serta kemungkinan normalisasi kebijakan The Fed yang lebih cepat dari perkiraan semula,
Di samping itu, ia menerangkan, tekanan rupiah juga dipicu oleh faktor sentimen domestik yang terkait dengan perilaku investor yang menunggu rencana kebijakan pemerintah ke depan.
"Termasuk (pasar) menunggu kebijakan terkait subsidi energi. Namun, kami akan terus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan nilai fundamentalnya," ujarnya.
Sementara itu, RDG bulanan BI juga memutuskan untuk tetap mematok tingkat suku bunga lending facility dan suku bunga deposit facility masing-masing pada level 7,5 persen dan 5,75 persen.
Kebijakan tersebut dinilai konsisten dengan upaya untuk mengarahkan inflasi menuju sasaran 4,5 persen plus minus 1 persen pada 2014. Dan menuju target 4,0 persen plus minus 1 persen pada 2015. Selain itu, kebijakan suku bunga tinggi diyakini dapat menurunkan defisit transaksi berjalan ke level sekitar 3 persen dari Produk Domestik Bruot (PDB) pada 2014.
Namun, konsekuensi dari penurunan defisit transaksi berjalan tersebut adalah moderasi permintaan domestik dan penurunan impor. "Secara keseluruhan pada tahun in, pertumbuhan ekonomi kami perkirakan masih dalam kisaran 5,1-5,5 persen, dengan kecenderungan menuju batas bawah," terangnya. (gal)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemerintah Kembali Tegaskan Rumah Subsidi Dilarang Diperjualbelikan
Redaktur : Tim Redaksi