JAKARTA - Melambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia rupanya belum mampu mengerem laju penyaluran kredit perbankan. Bank Indonesia (BI) yang merasa was-was pun mulai meminta bank agar bergerak lebih hati-hati.
Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah mengatakan, BI kini memperketat tindakan pengawasan atau supervisory action untuk mencermati kredit perbankan yang pertumbuhannya cenderung kuat. 'Ini penting agar bank tidak jor-joran (menyalurkan kredit),' ujarnya kemarin (13/9).
BI memang pantas waspada. Dalam kondisi seperti saat ini, persaingan bank dalam berebut dana pihak ke tiga (DPK) atau simpanan masyarakat memang kian sengit. Akibatnya, bank-bank skala kecil dan menengah dikhawatirkan akan mengalami kesulitan likuiditas jika mereka tetap menyalurkan kredit dalam jumlah besar.
Menurut Halim, posisi BI saat ini cenderung untuk melakukan pencegahan agar jangan sampai ada perbankan yang terguncang karena ekspansi kredit yang terlalu tinggi, sementara pendanaan (funding) nya kurang kuat. 'Kalau itu terjadi, nanti yang rugi dia (bank, Red),' katanya.
Namun, dalam kondisi ekonomi yang bergejolak seperti saat ini, terguncangnya satu bank memang bisa memicu kepanikan di pasar dan akhirnya bisa berimbas ke sektor perbankan secara keseluruhan. 'Karena itu, pengawasan kita lakukan secara rinci pada bank skala kecil maupun besar,' ucapnya.
Data Laporan Kebijakan Moneter yang diterbitkan BI Kamis lalu (13/9) menyebut, penyaluran kredit perbankan pada Juli 2013 lalu sudah tumbuh 22,3 persen (dibanding periode sama tahun 2012). Angka ini lebih tinggi dari pertumbuhan Juni lalu yang sebesar 20,6 persen.
Ekspansi kredit tersebut didorong oleh peningkatan kredit di semua jenis kelompok penggunaan. Pertumbuhan kredit modal kerja (KMK) naik 18,7 persen, kredit konsumsi (KK) 20,0 persen, dan kredit investasi (KI) 33,5 persen. Angka-angka tersebut naik dibanding pertumbuhan bulan Juni yang masing-masing sebesar 16,7 persen, 18,0 persen, dan 33,3 persen.
Menurut Halim, data sementara hingga akhir Agustus 2013 menunjukkan bahwa total kredit perbankan masih tumbuh 22,0 persen. 'Pertumbuhannya memang sudah turun dibanding Juli, tapi angka ini (22,0 persen) ini masih tergolong tinggi,' ujarnya.
Perbankan pun mulai merespons langkah agresif BI akhir-akhir ini. Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara Tbk Maryono mengatakan, pihaknya sudah menurunkan target penyaluran kredit tahun ini dari angka 23 persen menjadi 20 persen. 'Kita terus ikuti perkembangan ekonomi,' katanya.
Menurut Maryono, BTN yang fokus pada penyaluran kredit pemilikan rumah (KPR) memang harus banyak berhitung. Selain perlambatan pertumbuhan ekonomi, sektor perumahan juga dikenai aturan batas maksimum penyaluran kredit atau loan to value ratio (LTV). 'Selain itu, suku bunga kredit juga pasti mengikuti BI Rate (naik, Red). Ini juga akan mempengaruhi penyaluran kredit,' ucapnya.
Sementara itu, Menteri Keuangan Chatib Basri mengakui bahwa kenaikan BI Rate memang akan mengerem laju pertumbuhan kredit dan selanjutnya mengerem laju pertumbuhan ekonomi. 'Ini akan berdampak positif pada inflasi dan neraca pembayaran,' ujarnya.
Menurut Chatib, melambannya aktifitas ekonomi akan berdampak pada penurunan impor, sehingga defisit neraca perdagangan dan transaksi berjalan (current account) bisa dikurangi. 'Perbaikan pada transaksi berjalan inilah yang nanti juga berdampak positif pada nilai tukar Rupiah,' katanya. (owi)
BACA JUGA: Cukai Rokok untuk Batasi Peredaran
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dahlan Iskan Banggakan Pesawat Garuda Indonesia
Redaktur : Tim Redaksi