jpnn.com - JAKARTA - Bank Indonesia terhitung mulai 1 Juni 2015 melakukan revisi terhadap tiga Peraturan Bank Indonesa (BI) yang terkait langsung dengan valuta asing. Tiga peraturan yang direvisi itu adalah PBI No. 16/16/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah Antara Bank dengan Pihak Domestik, PBI No. 16/17/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah Antara Bank dengan Pihak Asing, dan PBI No. 5/13/PBI/2003 tentang Posisi Devisa Neto Bank Umum.
Kepala Task Force Pendalaman Pasar Keuangan BI Nanang Hendarsah mengatakan, langkah konkret yang dilakukan BI dalam melakukan percepatan pendalaman pasar valuta asing.Penyempurnaan ketentuan tersebut diharapkan dapat mempercepat pendalaman pasar valuta asing domestik.
BACA JUGA: Kenaikan Harga Seluruh Indeks Pengeluaran Dongkrak Inflasi Mei
“Antara lain, ini ketersediaan likuiditas yang memadai, kemudahan dalam pelaksanaan transaksi, harga yang wajar, dan risiko yang minimal guna menjaga stabilitas perekonomian,” kata Nanang di Jakarta, Senin (1/6).
Selain itu, Nanang menambahkan, revisi ketentuan tersebut juga merupakan bentuk nyata dari dukungan Bank Indonesia terhadap kegiatan ekonomi di tanah air. Otoritas moneter itu mendukung dilakukannya lindung nilai (hedging) oleh pelaku ekonomi untuk memitigasi risiko pasar dan likuiditas valas.
BACA JUGA: Kinerja Inalum Kini Moncer, Manajemen Lama Dipertanyakan
Terdapat beberapa perubahan atas PBI No.16/16/PBI/2014. Pertama, mengenai perluasan definisi transaksi derivatif. Sebelumnya transaksi derivatif hanya meliputi bentuk forward, swap, dan option. Dengan adanya ketentuan ini maka, transaksi derivatif mencakup pula cross currency swap (CCS). CCS adalah kesepakatan antara 2 (dua) pihak untuk melakukan pertukaran dana beserta bunganya dalam mata uang yang berbeda.
Kedua, terdapat penambahan underlying yang diatur dalam transaksi valuta asing terhadap rupiah. Yaitu tercakupnya perkiraan pendapatan (income estimation) dan perkiraan biaya (expense estimation) kegiatan perdagangan dan investasi dalam underlying transaksi. Selain itu, kredit atau pembiayaan bank juga dapat menjadi underlying transaksi derivatif.
BACA JUGA: Kualitas Raskin Memprihatinkan, Bulog Tak Mau Disalahkan Sendirian
“Sementara itu, perubahan atas PBI No.16/17/PBI/2014 mengatur mengenai penghapusan persyaratan jangka waktu minimum transaksi derivatif 1 (satu) minggu untuk pihak asing,” ucapnya.
Hal ini bertujuan untuk memberikan kepastian bagi pihak asing untuk mengoptimalkan instrumen-instrumen derivatif sebagai instrumen hedging atas investasinya di Indonesia. Selain itu, juga terdapat perubahan definisi dan penambahan underlying, sebagaimana perubahan terhadap PBI No.16/16/PBI/2014.
Adapun perubahan atas PBI No.5/13/PBI/2003 adalah tentang penghapusan kewajiban bank untuk menjaga Posisi Devisa Neto (PDN) setiap 30 menit. PDN ditetapkan hanya setiap akhir hari.
Seluruh penyesuaian pengaturan tersebut diharapkan dapat mendukung upaya-upaya meningkatkan kapasitas perdagangan dan investasi di dalam negeri, melalui peningkatan fleksibilitas transaksi oleh pelaku ekonomi.
Selain itu, penyesuaian juga dilakukan secara prudent dan tetap memperhatikan dampak terhadap stabilitas sistem keuangan. Bank diwajibkan untuk memenuhi pengaturan-pengaturan terkait mitigasi risiko, sebagaimana yang telah diatur pula oleh otoritas perbankan.(jawapos)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bulog Masih Punya 300 Ribu Ton Raskin Sisa 2014
Redaktur : Tim Redaksi