BI Tahan Suku Bunga Acuan di Level 4,75 Persen

Jumat, 17 Februari 2017 – 09:47 WIB
Gubernur BI Agus DW Martowardojo. Foto: Jawa Pos Group/dok.JPNN.com

jpnn.com - jpnn.com - Ketidakpastian perekonomian global membuat ruang pelonggaran moneter kian terbatas.

Gubernur BI Agus D.W. Martowardojo mengungkapkan, secara umum, bank sentral belum bisa mengubah stance kebijakan karena kondisi ekonomi global.

BACA JUGA: Suku Bunga Berpeluang Turun

’’Kalau ditanya apakah bisa melonggarkan lagi, kita lihat ruangnya tidak terlalu besar karena kondisi ketidakpastian di dunia. Terutama di AS dan Eropa,’’ ujarnya setelah rapat dewan gubernur (RDG) BI di kompleks gedung Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (16/2).

Bank sentral kemarin menahan suku bunga acuan di level 4,75 persen. Ketidakpastian ekonomi Amerika Serikat dipengaruhi rencana ekspansi kebijakan fiskal pemerintah AS di tengah sinyal pengetatan kebijakan moneter.

BACA JUGA: BI Punya Peluang Rombak Suku Bunga Acuan

Mata uang AS bisa terlalu kuat sehingga mendorong lebih cepat kenaikan suku bunga The Fed.

’’Kami ikuti di AS chairman-nya (The Fed, Red) menyampaikan sambutan pekan lalu, mungkin saja di FOMC (Federal Open Market Committee) Maret nanti Fed fund rate-nya bisa dinaikkan,’’ kata Agus.

Artinya, suku bunga The Fed bisa naik tiga kali dalam setahun.

Agus mengungkapkan bahwa kenaikan suku bunga itu terus menjadi perhatian BI. Bank sentral akan terus memantau kondisi jika dimungkinkan ada kenaikan suku bunga The Fed lebih awal.

’’Sementara ini, kami masih merasa (suku bunga The Fed, Red) naik dua kali,’’ ungkapnya.

Selain itu, BI terus memantau kebijakan fiskal Presiden AS Donald Trump yang diprediksi jauh lebih agresif dan membutuhkan pembiayaan besar.

Sebab, ada rencana relaksasi aturan tentang sistem keuangan dan perdagangan di Negeri Paman Sam tersebut.

’’Juga, disetujuinya ’Hard Brexit’ oleh parlemen Inggris serta risiko geopolitik di Eropa dapat menurunkan volume perdagangan dunia dan menambah ketidakpastian global,’’ jelasnya.

Sejalan dengan kewaspadaan pada kondisi global, BI terus memantau kondisi ekonomi dalam negeri.

Salah satu dampak yang paling diwaspadai adalah tekanan inflasi yang meningkat pada awal 2017.

Inflasi Januari tercatat 0,97 persen mtm (month-to-month), naik dari bulan sebelumnya yang mencapai 0,42 persen.

Kenaikan itu terutama disumbang kelompok administered prices (barang-jasa yang harganya diatur pemerintah) dan kelompok inti.

Inflasi volatile foods (bahan makanan berharga fluktuatif) relatif terkendali dan tercatat rendah sejalan dengan koreksi harga beberapa komoditas pangan.

Inflasi administered prices naik dari bulan sebelumnya, terutama didorong kenaikan biaya administrasi perpanjangan STNK, tarif listrik, dan bahan bakar khusus (BBK).

Analis Samuel Sekuritas Rangga Cipta menyatakan, keputusan bank sentral untuk menahan suku bunga acuan sesuai dengan perkiraan.

Hal itu disebabkan assessment BI terkait dengan kondisi ekonomi global maupun regional.

’’Penting juga ditunggu respons BI terhadap inflasi yang naik signifikan serta pandangan hawkish (Chairman The Fed, Red) Yellen. Ruang apresiasi rupiah juga mulai terbatas,’’ tuturnya. (dee/c14/sof)


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler