jpnn.com - JPNN.com - Laju inflasi menyusul penyesuaian harga barang dan gejolak harga minyak dinilai menjadi peluang bagi Bank Indonesia mengubah suku bunga acuan.
Pada Desember lalu, indeks harga konsumen (CPI) 0,42 persen secara bulanan meningkat.
BACA JUGA: Bareskrim Tinggal Tangkap Pelaku Fitnah Uang Baru
Itu merefleksikan secara tahunan melambat dari 3,02 persen sejalan prediksi konsensus dan perkiraan.
Musim liburan membuat biaya transportasi menjadi kontributor paling besar pada inflasi bulanan.
BACA JUGA: BI Siapkan Rp 11,06 Triliun untuk Tahun Baru
”Kami melihat belum ada perubahan permintaan. Dan, Inflasi secara tahunan telah melonggar sepanjang 2016 dari 3,95 persen,” tutur Ekonom Mandiri Sekuritas (Mansek) Leo Putra Rinaldy dalam risetnya di Jakarta, Rabu (4/1).
Realisasi inflasi 2016, sebutnya, lebih rendah dari prediksi 3,3 persen.
BACA JUGA: Pertumbuhan Ekonomi Tahun Ini Sesuai Ekspektasi
Angka itu terendah sejak 2009. Hal itu didukung harga BBM bersubsidi stabil ketika biaya minyak global sedang rendah, kebijakan impor pangan, dan permintaan domestik moderat.
Karena itu, tahun ini diprediksi tingkat inflasi akan meningkat menjadi 4,2 persen.
”Kenaikan tarif listrik bakal menjadi pendorong utama dan berkontribusi pada inflasi 0,8-1 poin,” imbuhnya.
Ditilik dari inflasi inti, permintaan dapat menarik inflasi dan diprediksi akan tetap di bawah empat persen.
Itu akibat konsumsi rumah tangga stagnan. Dengan begitu, hampir tertutup ruang BI untuk menurunkan suku bunga acuan.
”Opsi yang tersisa menaikkan suku bunga,” tegas Leo.
Leo menilai, prospek kenaikan suku bunga The Fed lebih agresif juga berisiko pada nilai tukar rupiah.
Karena itu, Leo meramal suku bunga acuan reverse repo 7 hari (reverse repo) akan flat di kisaran 4,75 persen.
Dengan begitu, inflasi akhir tahun ini akan membengkak menjadi 3,8 persen menyusul kenaikan harga BBM dan listrik.
”Pencabutan subsidi pelanggan 990 VA mencapai 18,8 juta pelanggan. Itu bakal memberi dampak signifikan,” tambah ekonom Bahana Securities Fakhrul Fulvian.
Meski begitu, pemerintah masih sangat berhati-hati mengeksekusi rencana kenaikan tersebut.
Itu karena pemerintah menyadari pencabutan subsidi bakal mengkerek angka inflasi.
Padahal, dalam rencana anggaran tahun ini, pemerintah menarget inflasi tidak akan melampaui empat persen.
”Pemerintah harus membenahi jalur distribusi guna menekan dampak kenaikan BBM dan listrik,” ucap Fakhrul. (far)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Misbakhun: Percayalah, Rupiah Baru Bukan Tiruan Yuan
Redaktur & Reporter : Ragil