DUNIA pendidikan dihebohkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan Pasal 50 ayat 3 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Pasal itu mengatur pembentukan Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) dan Sekolah Berstandar Internasional (SBI). Konsekuensi atas putusan MK itu, keberadaan sekolah RSBI dan SBI dihapus.
Bagaimana reaksi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh? Berikut keterangan lengkap Nuh saat konferensi pers di kantornya, hari kedua pascaputusan MK, Rabu (9/1).
Bagaimana Kemdikbud menyikapi putusan MK?
Pemerintah menghormati putusan itu. Yang penting bagi sekolah yang berstatus RSBI dan lain-lain yang pertama, tidak boleh terganggu proses belajar mengajarnya, dan bahkan harus menunjukkan meskipun tidak ada label RSBI, semangat untuk berkualitas, para siswa untuk belajar dan mengajar, Kepala Sekolah mengelola dan orang tua harus lebih tinggi.Tanpa label harus dapat berprestasi sehingga tidak boleh terjebak pada simbol semata.
Lalu tentu kami akan berkoordinasi dengan MK, dinas pendidikan, untuk menindaklanjuti. Kan ada transisi. Sekarang tengah-tengah semester tidak mungkin di sini, langsung sesudah ini dicopotin (status RSBI), kurikulum ini (RSBI) tidak usah (dipakai pascaputusan MK). Saya kira tidak bijak, sehingga ada masa transisi. Kami perkirakan masa transisi hingga tahun ajaran baru dituntaskan semester ini.
Bagaimana Kemdikbud menafsirkan putusan MK?
Yang menarik yang saya harus konsultasi ke MK, saya baca bunyinya pemerintah dan pemerintah daerah yang menyelenggarakan, artinya sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah itu sekolah negeri. Lalu di mana sekolah swastanya? Ini yang saya mau konsultasi, karena kalau seandainya yang dilarang SBI hanya sekolah negeri, dan swasta boleh, akan ada dualisme dalam Sisdiknas. Karena kita (pemerintah) tidak hanya mengurusi (sekolah) negeri tetapi swasta juga bagian dari pendidikan nasional.
Sehingga kami tidak ingin nantinya ada dualisme. Jika betul yang tidak boleh hanya negeri saja, ya gak betul. Itu tidak bagus. Yang terpenting sekarang semangat belajar harus tetap, pemerintah tetap beri perlindugan ke RSBI karena mereka produk dari kebijakan, sehingga tidak boleh diabaikan dan bubar begitu saja. Kami akan dampingi dan lindugi sehingga kualitas tetap bisa dipertahankan dan syukur-syukur bisa dinaikkan.
Kita ada SNP (Standar Nasional Pendidikan), lalu SSN (Sekolah Standar Nasional), maunya SBI, tolong bedakan antara sekolah bertaraf internasional dengan sekolah internasional. Sekolah internasional itu sekolah asing yang ada di (negara) kita. Kalau SBI yang sekolah Indonesia baik negeri dan swasta yang diselenggarakan pemerintah dan masyarakat ada kemungkinan bertaraf internasional. Sekolah internasional sekolah asing yang didirikan di Indonesia sepert JIS (Jakarta International School).
Nasib eks RSBI berikutnya seperti apa?
Hal yang positif jangan sampai dihilangkan, meski tidak pakai label RSBI atau SBI, yang sudah punya kerjasama dengan aplikasi luar negeri maka harus dipertahankan. Dorong terus dan tidak hanya RSBI, tapi sekolah regular lain harus didorong ke sana (berstandar internasional). Intinya apa yang sering dikeluhkan, yaitu akses bagi anak miskin, itu yang harus didongkrak. Akses semata-mata pertimbangan akademik. Kalau ada sekolah A yang kualitasnya bagus orang mau berebut ke situ. Sering kalau jumlah kursinya tidak menutupi. Mau tidak mau seleksi akademi. Itu yang harus didorong dan bukan seleksi sumbangan.
Pemerintah selama ini memberikan bantuan dana. Ada 1300-an sekolah (RSBI). Tidak serta merta dihapuskan. Pemerintah akan beri dukungan mungkin metodenya saja yang berubah, entah pakai hibah kompetisi bagi sekolah yang bagus untuk mengelola dan kembangkan kualitas itu.
Biaya pendidikan RSBI yang sudah jalan?
Sekarang ini tengah-tengah semester. Apakah yang sekarang ini dihentikan, padahal program sudah diset satu semester. Lalu begitu ada keputusan MK, bulan depan (langsung) tidak bayar? Saya kira harus berpikir bijak. Biarkan jalan dulu sampai tuntas akhir semester nanti. Kita bisa bayangkan itu kan terikat dengan kontrak dengan lembaga internasional. Lalu mereka juga ada uji kompetensi murid-murid yang berstandar internasional. Begitu kita tutup maka kontrak itu akan gugur.
Kita sudah merekrut guru-guru tertentu, ini sifatnya pengkayaan. Maka ada yang batal-batal, saya kira itu pun harus dipertimbangkan. Tidak serta merta begitu pukul (ketok palu) langsung jebret (dihentikan), karena ini prosesnya sudah di tengah jalan. Meski tidak ada lagi label RSBI, biarkan RSBI berjalan hingga semester depan. Coba bayangkan raportnya ada tulisannya SMA X ini RSBI, lalu ganti lagi, disobek lagi. Ini bukan urusan teknis listrik, switch lalu mati. Ini proses pembelajaran yan tidak bisa di-cut, selesai. Maka harus selesai sampai satu semester. Baru setelah rekrutmen siswa pake mekanisme baru. Kami akan kordinasi dengan MK dan dinas.
Dana-dana yang dikucurkan ke RSBI?
Kalau sudah dialokasikan masa ditarik lagi. Biarkan untuk berproses, yang penting bisa dipertanggungjawabkan. Selesai hingga satu semester. Dana untuk RSBI dialokasikan kemana? Kalau yang belum diluncurkan akan ditata ulang untuk mengembangkan Sisdiknas dengan mekanisme pakai hibah kompetisi.
Sumbangan dari masyarakat ke RSBI?
Biarkan dulu saja sampai semester ini habis. Karena kalau tidak, akan berantakan semua karena ini proses yang sedang berjalan. Raport saja itu kan ada tulisannya, itu kan harus disobeki. Jadi biarkan saja hingga 3-4 bulan. Yang ada teruskan saja. Kalau ada adik dan anak kena kasus ini yang tadinya ada tulisan RSBI, coret itu, haram, saya kira kok tidak. Biarkan jadi kenangan bagi adik-adik kita.
Apakah kementerian tidak punya solusi agar biaya pendidikan murah tapi kualitasnya bagus?
Kualitas itu ada fungsi pembiayaan. Tidak serta merta kalau saya sekarang kualitasnya A1 naik A2, tetapi biayanya sama, itu susah. Selalu mau menaikkan kualitas diperlukan sumber dana tambahan. Sumber itu salah satunya pendanaan. Persoalanya kalau ada tambahan dana dibebankan kepada siapa? Idealnya dua. Kepada pemerintah dan masyarakat.
Dulu ketika kita beri subsidi, saya ingat beri subsidi ke sekolah RSBI pun diprotes. Kenapa sekolah itu harus disubsidi, masih ada sekolah lain yang memerlukan. Padahal tujuannya supaya tidak membebani masyarakat. Kalau sekarang dananya kurang maka kualitasnya turun.
Kalau diberi keleluasaan masyarakat bisa berkontribusi tetapi sifatnya tidak mengikat. Kalau tidak, nanti faktanya di sekolah swasta boleh menarik (sumbangan), alasanya ekolah swasta dan kita beri bantuan ke ekolah swasta seperti BOS, rehab, serifikasi guru dll. Dia (swasta) boleh menarik (pungutan) dari masyarakat yang negeri tidak boleh menarik (pungutan), itu sama saja mendorong lari yang satu dibebaskan, yang satu kakinya diikat. Gak fair. Sumbangan masyarakat tidak mengikat itu masih terbuka (dibolehkan).
Tetapi pemerintah ingin supaya masyarakat tidak terbebani secara merata. Di situlah peran kabupaten kota dan provinsi. Fakta lapangan di RSBI, bagi kabupaten kota yang sudah memberikan dukungan cukup bagus ya masyarakat tidak terbebani, tetapi bagi daerah yang tidak punya cita-cita dan komitmen maka masyarakat akan protes karena bebannya tinggi.
Untung rugi hilangnya RSBI?
Versi saya, paling tidak menambah pekerjaan saya. Gak penting untung rugi itu dibahas, yang mendasar adalah kualitas dari pendidikan di sekolah tidak boleh turun. Sekolah X yang RSBI bagaimana caranya dirawat supaya tetap naik (kualitasnya). RSBI itu kan sekolah SSN yang diperkaya. Diperkayanya itulah yang memerlukan sumber daya itu. Mudah-mudahan dengan anggaran pendidikan yang semakin naik maka subsidi ke sekolah akan semakin besar. Minimal kan ada PMU (Pendidikan Menengah Universal), BOS untuk SMA, maka harapanya bisa menambahi bantuan.
Bagi anak miskin untuk mendapat sekolah berkualitas bantuannya seperti apa?
Yang sekarang pun di RSBI itu minimal 20 persen sekolah RSBI itu harus menyiapkan seat untuk adik-adik kita yang miskin dan itu tidak sekedar masuk, tetapi dibebaskan dari pembiayaan. Sehingga yang paling repot, sudah gak mampu gak pinter. Kalau dia pinter meski miskin, itu kemungkinan untuk melanjutkan seterusnya besar hingga ada Bidik Misi di PTN. Terberat itu, bagaimana yang bodoh dan gak pinter. (fat/jpnn)
Pasal itu mengatur pembentukan Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) dan Sekolah Berstandar Internasional (SBI). Konsekuensi atas putusan MK itu, keberadaan sekolah RSBI dan SBI dihapus.
Bagaimana reaksi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh? Berikut keterangan lengkap Nuh saat konferensi pers di kantornya, hari kedua pascaputusan MK, Rabu (9/1).
Bagaimana Kemdikbud menyikapi putusan MK?
Pemerintah menghormati putusan itu. Yang penting bagi sekolah yang berstatus RSBI dan lain-lain yang pertama, tidak boleh terganggu proses belajar mengajarnya, dan bahkan harus menunjukkan meskipun tidak ada label RSBI, semangat untuk berkualitas, para siswa untuk belajar dan mengajar, Kepala Sekolah mengelola dan orang tua harus lebih tinggi.Tanpa label harus dapat berprestasi sehingga tidak boleh terjebak pada simbol semata.
Lalu tentu kami akan berkoordinasi dengan MK, dinas pendidikan, untuk menindaklanjuti. Kan ada transisi. Sekarang tengah-tengah semester tidak mungkin di sini, langsung sesudah ini dicopotin (status RSBI), kurikulum ini (RSBI) tidak usah (dipakai pascaputusan MK). Saya kira tidak bijak, sehingga ada masa transisi. Kami perkirakan masa transisi hingga tahun ajaran baru dituntaskan semester ini.
Bagaimana Kemdikbud menafsirkan putusan MK?
Yang menarik yang saya harus konsultasi ke MK, saya baca bunyinya pemerintah dan pemerintah daerah yang menyelenggarakan, artinya sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah itu sekolah negeri. Lalu di mana sekolah swastanya? Ini yang saya mau konsultasi, karena kalau seandainya yang dilarang SBI hanya sekolah negeri, dan swasta boleh, akan ada dualisme dalam Sisdiknas. Karena kita (pemerintah) tidak hanya mengurusi (sekolah) negeri tetapi swasta juga bagian dari pendidikan nasional.
Sehingga kami tidak ingin nantinya ada dualisme. Jika betul yang tidak boleh hanya negeri saja, ya gak betul. Itu tidak bagus. Yang terpenting sekarang semangat belajar harus tetap, pemerintah tetap beri perlindugan ke RSBI karena mereka produk dari kebijakan, sehingga tidak boleh diabaikan dan bubar begitu saja. Kami akan dampingi dan lindugi sehingga kualitas tetap bisa dipertahankan dan syukur-syukur bisa dinaikkan.
Kita ada SNP (Standar Nasional Pendidikan), lalu SSN (Sekolah Standar Nasional), maunya SBI, tolong bedakan antara sekolah bertaraf internasional dengan sekolah internasional. Sekolah internasional itu sekolah asing yang ada di (negara) kita. Kalau SBI yang sekolah Indonesia baik negeri dan swasta yang diselenggarakan pemerintah dan masyarakat ada kemungkinan bertaraf internasional. Sekolah internasional sekolah asing yang didirikan di Indonesia sepert JIS (Jakarta International School).
Nasib eks RSBI berikutnya seperti apa?
Hal yang positif jangan sampai dihilangkan, meski tidak pakai label RSBI atau SBI, yang sudah punya kerjasama dengan aplikasi luar negeri maka harus dipertahankan. Dorong terus dan tidak hanya RSBI, tapi sekolah regular lain harus didorong ke sana (berstandar internasional). Intinya apa yang sering dikeluhkan, yaitu akses bagi anak miskin, itu yang harus didongkrak. Akses semata-mata pertimbangan akademik. Kalau ada sekolah A yang kualitasnya bagus orang mau berebut ke situ. Sering kalau jumlah kursinya tidak menutupi. Mau tidak mau seleksi akademi. Itu yang harus didorong dan bukan seleksi sumbangan.
Pemerintah selama ini memberikan bantuan dana. Ada 1300-an sekolah (RSBI). Tidak serta merta dihapuskan. Pemerintah akan beri dukungan mungkin metodenya saja yang berubah, entah pakai hibah kompetisi bagi sekolah yang bagus untuk mengelola dan kembangkan kualitas itu.
Biaya pendidikan RSBI yang sudah jalan?
Sekarang ini tengah-tengah semester. Apakah yang sekarang ini dihentikan, padahal program sudah diset satu semester. Lalu begitu ada keputusan MK, bulan depan (langsung) tidak bayar? Saya kira harus berpikir bijak. Biarkan jalan dulu sampai tuntas akhir semester nanti. Kita bisa bayangkan itu kan terikat dengan kontrak dengan lembaga internasional. Lalu mereka juga ada uji kompetensi murid-murid yang berstandar internasional. Begitu kita tutup maka kontrak itu akan gugur.
Kita sudah merekrut guru-guru tertentu, ini sifatnya pengkayaan. Maka ada yang batal-batal, saya kira itu pun harus dipertimbangkan. Tidak serta merta begitu pukul (ketok palu) langsung jebret (dihentikan), karena ini prosesnya sudah di tengah jalan. Meski tidak ada lagi label RSBI, biarkan RSBI berjalan hingga semester depan. Coba bayangkan raportnya ada tulisannya SMA X ini RSBI, lalu ganti lagi, disobek lagi. Ini bukan urusan teknis listrik, switch lalu mati. Ini proses pembelajaran yan tidak bisa di-cut, selesai. Maka harus selesai sampai satu semester. Baru setelah rekrutmen siswa pake mekanisme baru. Kami akan kordinasi dengan MK dan dinas.
Dana-dana yang dikucurkan ke RSBI?
Kalau sudah dialokasikan masa ditarik lagi. Biarkan untuk berproses, yang penting bisa dipertanggungjawabkan. Selesai hingga satu semester. Dana untuk RSBI dialokasikan kemana? Kalau yang belum diluncurkan akan ditata ulang untuk mengembangkan Sisdiknas dengan mekanisme pakai hibah kompetisi.
Sumbangan dari masyarakat ke RSBI?
Biarkan dulu saja sampai semester ini habis. Karena kalau tidak, akan berantakan semua karena ini proses yang sedang berjalan. Raport saja itu kan ada tulisannya, itu kan harus disobeki. Jadi biarkan saja hingga 3-4 bulan. Yang ada teruskan saja. Kalau ada adik dan anak kena kasus ini yang tadinya ada tulisan RSBI, coret itu, haram, saya kira kok tidak. Biarkan jadi kenangan bagi adik-adik kita.
Apakah kementerian tidak punya solusi agar biaya pendidikan murah tapi kualitasnya bagus?
Kualitas itu ada fungsi pembiayaan. Tidak serta merta kalau saya sekarang kualitasnya A1 naik A2, tetapi biayanya sama, itu susah. Selalu mau menaikkan kualitas diperlukan sumber dana tambahan. Sumber itu salah satunya pendanaan. Persoalanya kalau ada tambahan dana dibebankan kepada siapa? Idealnya dua. Kepada pemerintah dan masyarakat.
Dulu ketika kita beri subsidi, saya ingat beri subsidi ke sekolah RSBI pun diprotes. Kenapa sekolah itu harus disubsidi, masih ada sekolah lain yang memerlukan. Padahal tujuannya supaya tidak membebani masyarakat. Kalau sekarang dananya kurang maka kualitasnya turun.
Kalau diberi keleluasaan masyarakat bisa berkontribusi tetapi sifatnya tidak mengikat. Kalau tidak, nanti faktanya di sekolah swasta boleh menarik (sumbangan), alasanya ekolah swasta dan kita beri bantuan ke ekolah swasta seperti BOS, rehab, serifikasi guru dll. Dia (swasta) boleh menarik (pungutan) dari masyarakat yang negeri tidak boleh menarik (pungutan), itu sama saja mendorong lari yang satu dibebaskan, yang satu kakinya diikat. Gak fair. Sumbangan masyarakat tidak mengikat itu masih terbuka (dibolehkan).
Tetapi pemerintah ingin supaya masyarakat tidak terbebani secara merata. Di situlah peran kabupaten kota dan provinsi. Fakta lapangan di RSBI, bagi kabupaten kota yang sudah memberikan dukungan cukup bagus ya masyarakat tidak terbebani, tetapi bagi daerah yang tidak punya cita-cita dan komitmen maka masyarakat akan protes karena bebannya tinggi.
Untung rugi hilangnya RSBI?
Versi saya, paling tidak menambah pekerjaan saya. Gak penting untung rugi itu dibahas, yang mendasar adalah kualitas dari pendidikan di sekolah tidak boleh turun. Sekolah X yang RSBI bagaimana caranya dirawat supaya tetap naik (kualitasnya). RSBI itu kan sekolah SSN yang diperkaya. Diperkayanya itulah yang memerlukan sumber daya itu. Mudah-mudahan dengan anggaran pendidikan yang semakin naik maka subsidi ke sekolah akan semakin besar. Minimal kan ada PMU (Pendidikan Menengah Universal), BOS untuk SMA, maka harapanya bisa menambahi bantuan.
Bagi anak miskin untuk mendapat sekolah berkualitas bantuannya seperti apa?
Yang sekarang pun di RSBI itu minimal 20 persen sekolah RSBI itu harus menyiapkan seat untuk adik-adik kita yang miskin dan itu tidak sekedar masuk, tetapi dibebaskan dari pembiayaan. Sehingga yang paling repot, sudah gak mampu gak pinter. Kalau dia pinter meski miskin, itu kemungkinan untuk melanjutkan seterusnya besar hingga ada Bidik Misi di PTN. Terberat itu, bagaimana yang bodoh dan gak pinter. (fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 1,5 Tahun Riset Kebiasaan Habibie
Redaktur : Tim Redaksi