jpnn.com, JAKARTA - Sejumlah kalangan menilai sistem logistik nasional belum berjalan efektif, meski peringkat Logistic Performance Index (LPI) 2019 Indonesia relatif meningkat dibanding 2018 lalu.
Terbukti, biaya logistik transporastasi masih tinggi hingga saat ini.
BACA JUGA: Importir Kesulitan Tekan Biaya Logistik
Menurut akademisi dari Universitas Nasional (UNAS) Rusman Ghazali, persentase biaya logistik transportasi masih di angka 28,7 persen.
Besaran tersebut dinilai sangat besar untuk keseluruhan biaya produksi.
BACA JUGA: Trik Pelindo III Turunkan Biaya Logistik
Contohnya, sistem logistik di sektor perikanan, panjangnya rantai distribusi hasil perikanan mengakibatkan tingginya biaya logistik.
"Bahkan biaya logistik antarpulau relatif lebih tinggi dibanding antar negara," ujar Rusman pada webinar yang mengangkat thema 'Tata Kelola Sistem Logistik Nasional Dalam Mengurangi Beban Biaya Logistik' di Jakarta, Kamis (22/10).
Webinar digelar Pusat Studi Kajian Sosial dan Politik (PKSP) Universitas Nasional bekerja sama dengan Center for Information and Development Studies (CIDES).
Ruman lebih lanjut mencontohkan, biaya angkut Kendari-Jakarta, mencapai Rp 1,28 per kg/km. Sementara biaya angkut Jakarta-China hanya Rp 0,52/kg/km.
Peneliti INDEF Ahmad Heri Firdaus setuju dengan penilaian Rusman.
Menurutnya, Indonesia masih boros modal untuk investasi dibanding Malaysia, Vietnam atau Thailand.
"Hati-hati dengan pasar terbuka ASEAN karena produk mereka yang lebih murah kalau menyerbu Indonesia bisa rusak pasar produk kita," ucapnya.
Sementara itu, Soleh Rusyadi Maryam dari Sucofindo menyarankan, pemerintah memperbanyak Pusat Logistik Berikat (PLB) yang memiliki fleksibilitas dalam supply chain management.
"Di sini ada konsep one to many, many to one many to many," kata Soleh.
Soleh optimistis, keberadaan PLB akan memperlancar arus barang impor dari sisi kewajiban kepabeanan, menjaga cash flow perusahaan dan mendukung ketersediaan barang impor tepat waktu.
Peneliti INDEF Ahmad Hari Firdaus meminta pemerintah memperbanyak pusat-pusat ekonomi baru untuk menambah frekuensi kunjungan kapal-kapal kargo ke pusat-pusat produksi.
"Tol laut belum berfungsi maksimal karena tidak ada hilirisasi dari pusat produksi. Hilirisasi tidak ada karena tidak ada pusat-pusat ekonomi baru," pungkas Ahmad Hari Firdaus. (gir/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Ken Girsang