Importir Kesulitan Tekan Biaya Logistik

Selasa, 14 November 2017 – 14:41 WIB
Ilustrasi peti kemas. Foto: Frizal/Jawa Pos

jpnn.com, JAKARTA - Tingginya biaya logistik yang diperkirakan berkontribusi 30–36 persen terhadap total biaya operasional masih menjadi rintangan besar bagi importir.

Ketua Umum Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (Ginsi) Anton Sihombing mengatakan, tingginya biaya logistik membuat daya saing Indonesia di negara-negara ASEAN berada di posisi keempat untuk parameter logistic performance index (LPI).

BACA JUGA: Berharap Pembangunan Infrastruktur Tekan Biaya Logistik

Indonesia tertinggal dari Singapura, Malaysia, dan Thailand.

’’Meski dwelling time (waktu tunggu di pelabuhan) sudah tercapai seperti waktu yang diinginkan, cost bukannya turun, malah naik,’’ katanya, Senin (13/11).

BACA JUGA: Sri Mulyani Bekukan Izin 676 Importir di Batam

Karena itu, pihaknya meminta seluruh pengurus Ginsi bekerja sama dengan instansi maupun asosiasi terkait.

’’Misalnya, kami minta tiap ada kenaikan tarif di pelabuhan harus diikutsertakan,’’ imbuh Anton.

Ketua Ginsi DKI Jakarta Subandi menuturkan, kontribusi biaya logistik di Malaysia dan Singapura kurang dari 20 persen.

Jika dibandingkan dengan Indonesia, selisihnya signifikan.

Dampak tingginya biaya itu tidak hanya dirasakan konsumen, tetapi juga importir.

Importir terbebani dengan harga jual barang yang tinggi dan besarnya biaya yang ditanggung, tapi margin yang diperoleh rendah.

’’Kondisi tersebut memburuk jika mengacu pada upaya pemerintah yang sedang mendorong daya beli masyarakat,’’ tuturnya.

Potensi barang tidak laku menjadi besar. Pengaruhnya terhadap keberlangsungan usaha cukup signifikan.

’’Sangat mungkin importir gulung tikar,’’ lanjut Subandi.

Komponen yang berpengaruh terhadap tingginya biaya logistik, antara lain, biaya bongkar muat di pelabuhan, uang jaminan untuk pelayaran asing, dan biaya perbaikan kontainer.

’’Ginsi sedang berupaya menghilangkan komponen uang jaminan,’’ paparnya.

Uang jaminan itu diberikan importir kepada perusahaan pelayaran. Tujuannya, mengantisipasi klaim kerusakan kontainer.

Sekjen Ginsi Erwin Taufan menambahkan, pengaruh tingginya biaya logistik terhadap kegiatan operasional importer cukup besar.

Terutama importir yang mengantongi angka pengenal importir-produsen (API-P). ’

’Ketika memutuskan tidak belanja, mereka akan tidur. Nah, yang mengambil untung adalah negara lain yang bea masuknya nol persen,’’ terangnya.

Karena itu, dibutuhkan regulasi keberpihakan yang bisa melindungi industri dalam negeri.

 ”Impor tidak bisa dilarang, tapi boleh diproteksi,” ucap Erwin. (res/c18/sof)


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler